Bogor – Sebelumnya saya mau mengatakan bahwa “GILA” dalam tulisan ini adalah akronim dan bukan arti yang sebenarnya. Jika mendengar kata “GILA” saya teringat kisah seorang pendekar yang berpura-pura “gila” agar tidak terjadi pertumpahan darah dan menghindari perang saudara. Dia merupakan keturunan langsung dari Sun Tzu dan banyak menghasilkan karya strategi perang yang tidak kalah menonjol, namanya adalah Sun Bin.
Dalam bahasa China, Sun Bin berarti Yang Tersayat. Ada pepatah mengatakan “nama adalah doa”. Begitulah nasib Sun Bin, tidak hanya hatinya tapi juga jiwanya tersayat. Sun Bin difitnah dan dikhianati oleh saudara seperguruannya sendiri yang bernama Pang Juan. Padahal mereka pernah bersumpah setia ketika diawal-awal diterima menjadi murid dari Gui Guzi.
Singkat cerita, Raja Wei yang berkuasa saat itu sangat marah dan memerintahkan untuk memotong tempurung lutut Sun Bin. Karena hal ini, Sun Bin menjadi lumpuh dan tidak bisa berjalan. Penyebabnya adalah Kecemburuan. Pang Juan tidak bisa “move on” karena Sun Bin memiliki keahlian dan kemampuan diatasnya.
Sesungguhnya Pang Juan adalah seorang pendekar dan ahli strategi yang luar biasa. Sayangnya, dia begitu tamak terhadap harta dan tahta. Karena kecemburuan terhadap Sun Bin, sehingga api cemburu akhirnya menghabisi karir dan hidupnya.
Lain kisah Sun Bin yang berpura-pura menjadi “gila” untuk menyelamatkan negaranya. Ada seorang anak muda yang menjadi Rektor GILA di UNG. Akronim GILA adalah kepanjangan dari Good looking, Inovatif, Lobbying dan Adaptable.
Semenjak Dr.Eduart Wolok (EW) dilantik menjadi Rektor UNG 26 september 2019 lalu, salah satu efeknya UNG mulai banyak dilirik oleh berbagai kalangan. Mulai dari “grass root” sampai “elit politik nasional”. EW tidak hanya GILA secara “personal” tapi juga secara “institusional”.
Ada beberapa hal yang menurut saya sangat GILA dilakukan oleh EW dalam 100 hari kepemimpinannya di UNG yaitu :
1. EW mampu membuat UNG menjadi institusi yang “Good looking”. Hal ini bisa dibuktikan dengan meningkatnya traffic Social Media UNG antara lain yaitu website UNG dan fanpage FB UNG dilini massa.
2. EW membuat “Inovasi” yang cukup fundamental salah satunya adalah membuat keuangan UNG dari minus menjadi surplus. Sehingga mimpi buruk bahwa UNG akan “turun ranjang” dari status BLU menjadi Satker hanyalah sebuah mimpi belaka.
3. EW membuat Konsep Tata Kelola Desa yang langsung diserahkan kepada Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Hal ini adalah agenda “Lobbying” yang belum pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Ide ini mendapat respon positif dari pihak Kementerian dengan mengalokasikan programnya di tahun ini untuk desa-desa yang ada di Teluk Tomini.
4. EW mampu mengkonsolidasikan seluruh Civitas Academica UNG yang sangat terpolarisasi ketika Pilrek berlangsung. Kemampuan “Adaptable” inilah yang hanya dimiliki oleh seorang pemimpin sejati.
Walaupun telah banyak program-program yang dilakukan EW untuk menjadikan UNG unggul dan berdaya saing. Namun tidak bisa dipungkiri, sampai detik ini masih ada usaha untuk menjegal EW dari kursi kepemimpinan Rektor UNG. Bahkan di 100 hari kerja ini ada “oknum” yang menggugat SK Menristekdikti terkait pelantikan Rektor UNG.
Saya kira dengan kerja-kerja GILA yang dilakukan oleh EW dan teamwork nya di UNG, akan menggerus semua fitnah dan syak wasangka para sejawat yang belum bisa “move on” pasca Pilrek UNG. Jangan sampai kita menjadi seperti Pang Juan. Seorang pendekar berilmu namun menjadi “Raja Tega” hanya untuk menjatuhkan Sun Bin yang notabene adalah saudara seperguruannya sendiri.
Ahmad Fadhli
(Dosen Agribisnis UNG / Mahasiswa Doktoral Ekonomi Sumberdaya IPB)
Jakarta – Prof. Mahfud MD mengulas secara mendalam situasi demonstrasi yang sempat mencekam di berbagai kota Indonesia pada akhir Agustus 2025. Mahfud MD menegaskan bahwa walaupun kekerasan telah berhasil diredam terutama berkat langkah tegas Presiden Prabowo, masalah mendasar yang menjadi pemicu demonstrasi belum terselesaikan.
Demo yang awalnya dipicu oleh kebijakan pemerintah ini melahirkan kerusuhan hebat, termasuk pembakaran gedung DPR, korban jiwa, dan kerusakan harta benda. Situasi mulai membaik sejak Minggu malam dengan belum ada demonstrasi besar menggantikan.
Masalah utama yang belum dijawab adalah akumulasi berbagai persoalan sosial dan ekonomi, seperti tingginya angka PHK dan pengangguran, serta persoalan pajak dan pungutan yang memicu ketidakpuasan masyarakat. Penegakan hukum yang lemah, praktik kriminalisasi, politisasi hukum, serta kasus korupsi yang tidak jelas penyelesaiannya semakin memperparah kepercayaan publik terhadap pemerintah.
dikutip dari podcast Terus Terang bersama Mahfud MD, dia menyatakan bahwa penegakan hukum yang masih kacau membuat sulitnya mencari investor karena reputasi hukum yang buruk. Ia juga menyoroti peran ormas Islam yang dianggap telah jauh dari rakyat dan terlalu dekat dengan pemerintah sehingga tidak menjalankan perannya sebagai pemandu moral masyarakat secara tepat.
Pentingnya reformasi KPK dan sinergi aparatur negara dalam penegakan hukum juga menjadi sorotan utama untuk membangun pemerintahan yang profesional dan bersih. Selain itu, Mahfud MD mengkritik kabinet yang dianggap terlalu besar dan banyak pejabat bermasalah hukum, sehingga melemahkan kerja pemerintah.
Mahfud MD mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang berani menerima kritik jujur dan penegakan hukum yang tegas agar negara ini bisa selamat dari masalah panjang yang melekat dalam pemerintahan.
Dalam kesempatan itu, Mahfud MD berbagi pengalamannya berani menyampaikan kritik langsung kepada Presiden Jokowi terkait sejumlah kasus besar seperti BLBI, menunjukkan pentingnya keberanian menyuarakan kebenaran demi kebaikan bangsa.
Ia mengharapkan Presiden Prabowo dapat mengambil langkah cepat menyelesaikan masalah hukum dan evaluasi kabinet untuk memenuhi aspirasi masyarakat agar roda pemerintahan kembali berjalan efektif.
Selain itu, Mahfud MD juga menanggapi sikap pemerintah terhadap demonstrasi, menegaskan bahwa TNI dan Polri harus bertindak tegas sesuai hukum namun tetap menghormati kebebasan berpendapat di Indonesia.
Gorontalo – Kericuhan terjadi di kawasan Simpang Lima, Kota Gorontalo, saat aparat kepolisian membubarkan aksi mahasiswa yang menuntut kehadiran tiga unsur pimpinan daerah: Gubernur Gorontalo, Kapolda Gorontalo, dan Ketua DPRD.
Massa aksi yang kecewa karena tuntutannya tidak dipenuhi melakukan pembakaran ban dan merusak sejumlah fasilitas, termasuk Pos Satuan Lalu Lintas (Satlantas) di sekitar lokasi. Aparat kepolisian kemudian membubarkan massa secara paksa karena aksi dinilai sudah bersifat anarkis.
Kepala Bidang Humas Polda Gorontalo, AKBP Desmont Harjendro A.P., S.I.K., M.T., menegaskan bahwa tindakan pembubaran dilakukan sesuai prosedur. Menurutnya, aparat sebelumnya telah mengingatkan bahwa batas waktu unjuk rasa hanya sampai pukul 17.00–18.00 WITA.
“Kita bubarkan sesuai SOP karena sudah melewati batas waktu. Aparat juga sudah melakukan negosiasi, tetapi massa menolak membubarkan diri,” ujar Desmont.
Ia menambahkan, sejumlah mahasiswa diamankan karena diduga menjadi provokator. “Ada beberapa yang kami amankan. Nanti akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Desmont mengungkapkan bahwa aksi mahasiswa hari ini berlangsung di tiga titik: Kantor DPRD Gorontalo, Bundaran Saronde, dan Simpang Lima. Untuk pengamanan, Polda Gorontalo menurunkan sekitar 800 personel gabungan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Barakati.id, sebanyak 14 mahasiswa diamankan, tiga di antaranya telah dibebaskan. Berikut daftar nama mahasiswa tersebut:
Ditangkap
Muhamad Arif Hidayatullah Bina – DPD IMM Gorontalo
Andi Taufik – IAIN Sultan Amai Gorontalo
Zulfebriadi Hariji – Universitas Muhammadiyah Gorontalo
Jakarta, 31 Agustus 2025 – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan keputusan penting usai mengundang para pimpinan partai politik, pimpinan DPR, MPR, dan DPD di Istana Kepresidenan. Ia menegaskan bahwa DPR RI akan mencabut sejumlah kebijakan yang menuai kritik publik — antara lain menghapus tunjangan besar bagi anggota dewan serta mencabut moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Langkah tersebut diambil sebagai respons langsung terhadap rantai aspirasi publik yang dipicu oleh demonstrasi besar-besaran, di mana masyarakat protes berkelanjutan atas tunjangan mewah anggota DPR. Demonstrasi ini sempat memicu kerusuhan, pembakaran fasilitas publik, serta kerusakan properti hingga korban jiwa.
Selain itu, Prabowo juga menerima kabar dari ketua umum partai-partai politik bahwa sejumlah anggota DPR telah dinonaktifkan karena menyampaikan pernyataan yang tidak tepat dan dinilai melukai hati rakyat. Sosok-sosok seperti Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari NasDem serta Eko Patrio dan Uya Kuya dari PAN disebut sebagai contoh nyata langkah tegas partai terhadap wakil rakyat yang kontroversial.
Melalui pengumuman ini, pemerintah berharap DPR bisa lebih fokus pada tugas legislasi dan mengembalikan kepercayaan publik. Keputusan ini juga menjadi sinyal bahwa suara masyarakat—terutama dalam situasi demokrasi yang kritis—dapat direspons secara nyata oleh lembaga negara.