Connect with us

News

AMSI Beri Pelatihan Cek Fakta ke 31 Media Kawasan Indonesia Timur

Published

on

NEWS – Sebanyak 31 jurnalis dari 31 media di wilayah Indonesia Timur, yakni provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo dan Papua tengah mengikuti pelatihan Cek Fakta Melawan Disinformasi dan Misinformasi Jelang Pemilu 2024.

Pelatihan ini merupakan seri keempat (4) dari lima (5) seri pelatihan yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bekerjasama dengan koalisi Cek Fakta, Mafindo, AJI, dan mendapat dukungan penuh Google News Initiative.

Pada pelatihan hari pertama dan kedua, para peserta mendapat pelatihan tentang produksi prebunking dan debunking, dengan memanfaatkan teori dan aneka tools OSINT (Open-Source Intelligence) yang menjadi alat dan standar kerja pemeriksaan cek fakta. Pada hari ketigia, peserta akan berkesempatan praktik produksi prebunking dan debunking, serta mengenal gangguan informasi pemilu yang banyak ditemukan pada media sosial serta bagaimana memanfaatkan media sosial untuk distribusi konten cek fakta.

Pelatihan cek fakta seri Makassar digelar 14-16 November 2023, dibuka oleh Wakil Ketua Umum AMSI sekaligus CEO KGI Network, Upi Asmaradhana. Menurut Upi, Gerakan cek fakta merupakan salah satu program andalan AMSI yang diinisiasi sejak 2018 yang didalamnya ada AJI dan Mafindo, Karena tahapan inti pemilu serentak 2024 sudah sangat dekat, maka pelatihan ini menjadi sangat penting.

“Pelatihan ini bertepatan dengan peristiwa politik 2024. Sangat penting ini pelatihan karena memberi bekal teori dan kemampuan teknis bagaimana kita memperoduksi pre dan debunking untuk melawan misinformasi dan disinformasi,” ujar Upi.

AMSI menghadirkan dua trainer cek fakta yakni Rony Adolf Buol yang juga Pemimpin Redaksi Zona Utara dan Fact Checker Tempo Zainal Abidin. Sementara materi media sosial dan multimedia production disampaikan jurnalis multimedia yang juga direktur eksekutif AMSI, Adi Prasetya.

“Kita perlu mengenalkan media sosial dengan karakteristik dan audien spesifiknya, untuk meluaskan distribusi konten cek fakta, karena faktanya selama ini hoaks, mis dan disinformasi beredar dan direpost di media sosial. Jadi ,kita juga perlu berada di gelanggang yang sama untuk melakukan prebunking dan debunking melawan persebaran hoaks,” ujar direktur eksekutif AMSI, Adi Prasetya.

Untuk Informasi lebih lanjut hubungi:
Mia Mochtar Project Officer Cek Fakta AMSI
Telp: 081386822639.

Kesehatan

Darurat! Menkes Ingatkan RS: Tidak Ada Alasan Tolak Pasien Gawat Darurat

Published

on

Sumber Foto || (KOMPAS.com/FIRDA JANATI)

Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa rumah sakit tidak boleh menolak pasien dalam kondisi gawat darurat dengan alasan apa pun, termasuk soal ketersediaan kamar maupun administrasi dan pembayaran. Pernyataan ini menjadi sorotan setelah kasus Irene Sokoy, ibu hamil di Jayapura yang meninggal bersama bayinya setelah diduga ditolak empat rumah sakit.​

Penegasan Menkes Soal Kewajiban RS

Dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta Selatan pada Kamis, 27 November 2025, Budi menyampaikan instruksi tegas kepada seluruh pimpinan rumah sakit. Ia menekankan bahwa pasien dalam kondisi gawat darurat wajib dilayani terlebih dahulu, sementara urusan administrasi dan pembayaran dapat diurus belakangan. Budi menegaskan: “Pasien harus dilayani dan BPJS tentu akan menanggung biaya. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak layanan.”​

Budi menambahkan bahwa kewajiban ini sudah diatur jelas dalam Undang-Undang Kesehatan, yang melarang fasilitas kesehatan menolak pasien gawat darurat, meminta uang muka, atau mengutamakan administrasi hingga menunda pelayanan. Menurutnya, seluruh manajemen rumah sakit harus memastikan prinsip “emergency first” diterapkan secara konsisten di Instalasi Gawat Darurat (IGD).​

Latar Belakang Kasus Irene Sokoy

Pernyataan keras Menkes Budi tidak lepas dari kasus kematian Irene Sokoy (31), ibu hamil asal Jayapura, Papua, yang meninggal bersama janinnya setelah keluarga membawa ia berkeliling ke empat rumah sakit antara 16–19 November 2025. Keluarga awalnya membawa Irene ke RSUD Yowari menggunakan speedboat saat kontraksi dan kondisinya memburuk, tetapi pelayanan terhambat karena proses administrasi dan rujukan yang dinilai sangat lambat.​

Keluarga kemudian mencari pertolongan ke RS Dian Harapan, RSUD Abepura, dan RS Bhayangkara, namun kembali terkendala berbagai alasan, mulai dari ruang perawatan penuh hingga masalah fasilitas dan ketersediaan dokter. Suami Irene, Abraham, mengeluhkan lambatnya penanganan dan menyebut pembuatan surat rujukan hampir memakan waktu 12 jam. Akhirnya, Irene meninggal pada 19 November 2025 sekitar pukul 05.00 WIT tanpa sempat mendapatkan penanganan optimal di salah satu rumah sakit tersebut.​

Instruksi Sanksi dan Pengawasan Lebih Ketat

Menanggapi kasus ini, Menkes mendorong Dinas Kesehatan Papua dan pemerintah daerah untuk menjatuhkan sanksi kepada rumah sakit yang terbukti melanggar kewajiban layanan gawat darurat. Budi menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan menyediakan sanksi tegas bagi rumah sakit yang menolak pasien dalam kondisi kegawatdaruratan, termasuk ancaman pidana dan denda bila penolakan berujung pada kematian pasien. Ia menegaskan bahwa perbaikan tata kelola rumah sakit di daerah akan dilakukan bersama kepala daerah karena rumah sakit daerah berada di bawah kewenangan mereka.​

Kementerian Kesehatan juga berencana memperketat pengawasan dan pelatihan terhadap tenaga kesehatan dan manajemen rumah sakit di Papua, dengan evaluasi yang akan ditinjau kembali dalam jangka waktu tiga bulan. “Perbaikan harus dilakukan. Kami terus berupaya berkomunikasi dengan kepala daerah, bupati, wali kota, dan gubernur, karena rumah sakit di daerah berada di bawah otoritas mereka,” ujar Budi. Kemenkes menargetkan agar mutu layanan kesehatan di Papua meningkat dan kasus serupa tidak terulang.​

Aturan Gawat Darurat dan Perlindungan Pasien

Sejalan dengan penegasan Menkes, regulasi pelayanan IGD menetapkan bahwa pasien gawat darurat harus mendapatkan penanganan medis segera tanpa penundaan administratif, termasuk masalah data BPJS dan pembayaran. Pedoman pelayanan IGD Kemenkes menekankan prinsip “zero delay” bagi pasien dalam kondisi mengancam nyawa, serta mewajibkan penanganan maksimal dalam hitungan menit sesuai tingkat kegawatdaruratan. Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Paulus Octavianus sebelumnya menegaskan bahwa pasien peserta BPJS Kesehatan dalam kondisi darurat dapat langsung ke UGD mana pun tanpa perlu surat rujukan.​

Di sisi lain, DPR juga mengingatkan bahwa penolakan pasien gawat darurat bertentangan dengan konstitusi dan Undang-Undang Rumah Sakit, yang secara eksplisit melarang rumah sakit menolak pasien dan meminta uang muka dalam situasi darurat. Pasal 438 UU Kesehatan mencantumkan ancaman hingga 10 tahun penjara atau denda sampai Rp2 miliar bagi pihak rumah sakit yang penolakannya menyebabkan kematian pasien. Para pakar kesehatan menilai kasus Irene menyingkap lemahnya sistem IGD, koordinasi rujukan, dan kesiapan fasilitas gawat darurat di berbagai daerah, terutama di luar Jawa.​

Tabel Isu Kunci dan Regulasi

Aspek Fakta Utama
Prinsip pelayanan UGD Pasien gawat darurat wajib dilayani segera, tanpa boleh tertunda oleh urusan administrasi atau biaya.​
Kasus Irene Sokoy Ibu hamil di Jayapura meninggal bersama janinnya setelah ditolak atau tidak ditangani optimal di 4 RS. ​
Dasar hukum UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit melarang penolakan pasien gawat darurat dan permintaan uang muka. ​
Sanksi pelanggaran Ancaman pidana hingga 10 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar jika penolakan menyebabkan kematian. ​
Langkah Kemenkes Instruksi sanksi ke RS, penguatan pengawasan, pelatihan, dan evaluasi layanan RS di Papua dalam 3 bulan.

Continue Reading

Gorontalo

Ditarik Kerah Baju, Anggota DPRD Provinsi Gorontalo dipaksa Minta Maaf oleh Warga

Published

on

Sumber : istimewa

Gorontalo – Puluhan penambang rakyat di Suwawa mendatangi kantor DPW Nasdem Gorontalo, Kamis (27/11/2025), sebagai bentuk protes atas pernyataan anggota DPRD Provinsi, Mikson Yapanto, yang menyebut aktivitas tambang rakyat di wilayah itu sebagai ilegal..

Pernyataan tersebut dianggap telah melukai perasaan dan merugikan perjuangan para penambang yang selama ini berupaya melalui jalur hukum. Para penambang dengan tegas menyatakan kekecewaan dan menilai Mikson tidak konsisten dalam sikapnya. “Kami selama ini mengikuti prosedur hukum dan proses yang berlaku untuk memperjuangkan hak kami. Namun kini, pernyataan Bapak justru mengkhianati perjuangan kami,” ujar seorang perwakilan penambang dengan emosi saat bertemu Mikson di kantor DPW Nasdem.

Mikson yang menyadari ketegangan mulai meningkat, memilih untuk meminta maaf secara terbuka di hadapan para penambang. Ia menjelaskan pernyataannya itu merupakan kesalahpahaman dan menegaskan komitmennya untuk tetap mendukung perjuangan penambang agar memperoleh Izin Pertambangan Rakyat (IPR).

Situasi yang sempat memanas mereda berkat upaya mediasi sejumlah tokoh dan pihak terkait di lokasi. Iskandar Alaina, tokoh masyarakat Suwawa yang turut hadir, menegaskan pentingnya konsistensi sikap wakil rakyat. “Bapak Mikson harus memahami peran dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat. Sikap semacam ini bisa melukai aspirasi dan harapan masyarakat banyak,” katanya.Pernyataan maaf dan klarifikasi Mikson disaksikan langsung oleh Sekretaris DPW Nasdem Gorontalo, Ridwan Monoarfa.

Meskipun sempat tegang, para penambang akhirnya meninggalkan kantor Nasdem dengan damai.

Continue Reading

Gorontalo

Menolak Lupa: Tragedi 2 Januari 2025, Ketika Keadilan untuk Julia Belum Datang

Published

on

Misteri Kematian Julia Shinta: 11 Bulan Tanpa Titik Terang

Gorontalo – Sebelas bulan telah berlalu sejak tragedi memilukan yang menimpa seorang gadis muda bernama Julia Shinta Sangala, warga Kabupaten Gorontalo Utara. Pada 2 Januari 2025, jasad Julia ditemukan oleh seorang penggembala sapi di area semak-semak sepi di Desa Ketapang, Kecamatan Gentuma Raya. Penemuan itu seharusnya menjadi awal dari proses pengungkapan kebenaran dan penegakan keadilan bagi keluarga korban.

Sehari setelah penemuan, keluarga Julia melapor secara resmi ke Polres Gorontalo Utara. Dengan harapan besar, mereka mempercayakan penegakan hukum kepada pihak berwenang agar pelaku dapat segera ditemukan. Namun, waktu berjalan begitu lama tanpa perubahan berarti dalam proses penyidikan.

Sebelas Bulan Dalam Penantian Keadilan

Kini, 11 bulan telah berlalu, dan kasus tersebut masih menyandang status “dalam tahap penyidikan”. Tidak ada perkembangan signifikan yang disampaikan kepada publik, sementara keluarga terus menunggu kepastian hukum yang tak kunjung tiba.

Dalam kurun waktu hampir satu tahun, belum ada satu pun tersangka yang diumumkan. Tidak ada kejelasan tentang arah penyelidikan maupun hasil forensik yang dapat membuka tabir misteri kematian Julia Shinta Sangala.

Bagi keluarga korban, setiap hari terasa seperti menanggung luka yang sama. Mereka bukan hanya kehilangan anak, tetapi juga menghadapi ujian panjang melawan sistem hukum yang dinilai lambat dan tidak berpihak. Keadilan yang menjadi hak dasar warga seolah menjauh dan menjadi sesuatu yang sulit dijangkau.

Potret Suram Penegakan Hukum

Kasus ini bukan sekadar catatan kriminal di Gorontalo Utara. Ia merefleksikan wajah penegakan hukum di tingkat lokal yang tengah diuji. Ketika kasus pembunuhan dengan bukti dan peristiwa jelas tak kunjung menemukan titik terang selama hampir setahun, muncul pertanyaan besar tentang efektivitas dan keseriusan aparat dalam mengusut tuntas kejahatan.

Kondisi seperti ini tidak hanya melukai hati keluarga korban, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat. Rakyat perlu diyakinkan bahwa hukum benar-benar bekerja tanpa pandang bulu dan tidak terhambat oleh kepentingan apa pun.

Penulis Fikran Mohzen

Seruan dan Harapan

Kasus kematian Julia Shinta Sangala adalah panggilan moral bagi semua pihak. Masyarakat, pemerhati hukum, dan organisasi sipil diharapkan ikut mengawasi jalannya penyidikan agar berjalan transparan dan akuntabel.

Polres Gorontalo Utara diminta untuk memberikan penjelasan terbuka kepada publik terkait progres kasus. Keluarga korban berhak mendapatkan kepastian, bukan sekadar janji lanjutan proses penyidikan tanpa hasil yang jelas.

Sebagai bangsa yang menjunjung keadilan, tragedi ini tidak boleh dilupakan. Nama Julia Shinta Sangala harus terus diingat, bukan hanya sebagai korban, tetapi juga sebagai simbol perjuangan akan kebenaran di tengah sistem hukum yang lamban.

Keadilan mungkin tertunda, tetapi perjuangan untuk memperjuangkannya tidak boleh berhenti.

Keadilan untuk Julia.

Penulis
(Fikran Mohzen)

Continue Reading

Facebook

Terpopuler