GORONTALO-Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Gorontalo mengumumkan perkembangan terbaru kasus virus corona di Gorontalo, Rabu (10/6). Juru bicara tim gugus dr. Triyanto S. Bialangi mengatakan, dari 91 spesimen yang diperiksa Balai POM, sebanyak 73 orang dinyatakan negatif, 7 orang di antaranya sembuh. Sementara untuk kasus positif terdapat 18 spesimen yang terdiri dari 11 pasien lama dan 7 orang pasien baru.
Adapun pasien yang dinyatakan sembuh antara lain pasien 40, SYH, perempuan berusia 23 tahun asal Kelurahan Padebuolo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo. Pasien sembuh berdasarkan hasil PCR ke empat dan ke-limanya negatif.
Berikutnya pasien 78 AR laki-laki 33 tahun desa pentadio barat Kecamatan Telaga Biru kabupaten Gorontalo. Pasien hasil PCR kedua dan ketiga hasilnya negatif dan pasien keadaan umum baik.
Selanjutnya pasien 88 NA perempuan 25 tahun Desa pentadu Kecamatan Biluhu Barat Kabupaten Gorontalo hasil pcr kedua dan ketiga pasien negatif.
Pasien 106 SMU perempuan 26 Kelurahan Tinelo Kota Barat Kota Gorontalo pasien pcr kedua ketiga negatif, pasien dirawat selama 8 hari
Pasien 108 merupakan bayi ROS perempuan (11 hari) Desa Ipilo, Kecamatan Gentuma, kabupaten Gorontalo Utara, pasien PCR kedua dan ketiga negatif.
“Pasien 110 RD laki-laki umur 20 tahun Desa Piloliyanga, Kecamatan Tilamuta, Boalemo”
Pasien 122 MOH laki-laki umur Desa Timbuolo, Kecamatan Botupingge, Bone Bolango pasien dirawat selama 8 hari dan hasil pcr kedua dan ketiga negatif.
Total pasien terkonfirmasi positif 145 orang dimana meninggal 7, sembuh 69 orang dalam perawatan 66 orang persiapan rujukan 3 orang.
Pohuwato – Kasus dugaan percobaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur mengguncang masyarakat Kabupaten Pohuwato. Insiden tersebut terjadi pada Senin dini hari, 9 Juni 2025 sekitar pukul 01.12 WITA, dan telah dilaporkan secara resmi melalui Laporan Polisi Nomor: LP/91/VI/2025/SPKT/Res-Phwt/Polda-Gtlo.
Korban dalam peristiwa ini adalah seorang remaja perempuan berinisial YPM, sementara pelaku diketahui berinisial YT. Berdasarkan keterangan Kapolres Pohuwato, AKBP Hi. Busroni, S.I.K., M.H., pelaku masuk ke kamar korban melalui jendela rumah dengan menggunakan gunting yang diambil dari dapur.
“Saat berada di dalam kamar korban, pelaku membuka celananya dan berupaya melakukan tindakan asusila. Namun, korban yang terbangun langsung berteriak histeris. Pelaku kemudian panik dan melakukan penganiayaan sebelum akhirnya melarikan diri dari lokasi,” jelas Kapolres Busroni dalam keterangan resmi, Minggu (15/06/2025).
Pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian, antara lain satu buah gunting, sepasang sandal jepit, serta rekaman CCTV yang turut beredar luas di media sosial dan memicu perhatian publik.
Saksi pertama dalam kasus ini adalah DYM, seorang pelajar/mahasiswa yang berdomisili di Desa Sipatana, Kecamatan Buntulia.
Setelah sempat buron selama beberapa hari, pelaku YT akhirnya menyerahkan diri ke Polres Boalemo pada Minggu (15/06/2025), dengan didampingi pihak keluarga. Tim Resmob Polres Pohuwato langsung menjemput dan mengamankan pelaku untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penyidik telah melakukan pemeriksaan awal, pengumpulan alat bukti, dan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum kepada korban dan keluarganya.
“Kami tegaskan bahwa kasus ini akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ini adalah bentuk komitmen kami dalam melindungi anak-anak dan menjaga keamanan masyarakat,” tegas AKBP Busroni.
Kasus ini mendapat perhatian luas masyarakat, terutama karena menyangkut korban di bawah umur dan disertai bukti visual yang telah tersebar di publik.
NEWS – Gusti Irwan Wibowo, atau dikenal publik sebagai Gustiwiw, dikabarkan meninggal dunia pada Minggu, 15 Juni 2025, pada usia 26 tahun. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh stasiun radio JAK 101 FM lewat unggahan di Instagram mereka, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Gusti Irwan Wibowo, meninggal dunia.”
Di media sosial, banyak rekan sejawat seperti Rigen dan Ananta Rispo juga mengungkapkan belasungkawa serta mendoakan sang sahabat agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Hingga saat ini, penyebab meninggalnya belum diungkap publik .
Di India, Aditya Tiwari mencetak sejarah sebagai pria lajang pertama yang berhasil mengadopsi anak berkebutuhan khusus—melebihi batas usia hukum—demonstrasi cinta, keberanian, dan aksi nyata untuk inklusivitas.
Aditya (28) bertemu Avnish, bayi dengan Down Syndrom, di panti asuhan saat usianya baru enam bulan. Sepintas, ini tampak seperti momen spontan; namun perjalanan panjang menanti demi bisa menyatukan mereka secara legal sepanjang 18 bulan penuh tantangan.
Aditya awalnya dikenalkan dengan Avnish pada 13 September 2014 di sebuah panti asuhan di Bhopal. Setelah mengetahui kondisi sang anak yang punya cidera fisik, tumor, dan Down syndrom, ia bertekad: “Berikan dia padaku.”
Salah satu rintangan terberat adalah terkait dengan undang-undang di India yang mengizinkan adopsi orang tua tunggal baru pada usia minimal 30 tahun. Selain itu, ia menghadapi juga tekanan dari keluarga dan masyarakat. Dia dianggap “membuang-buang waktu” sebagai pria yang akan mengurus anak.
Tuntutan Aditya dengan mengirimkan surat bahkan ke perdana menteri mendorong India merevisi regulasi usia minimum adopsi menurun menjadi 25 tahun. Pada 1 Januari 2016, ia resmi menjadi ayah Avnish.
Tidak berhenti sampai disitu, setelah pengangkatan, muncul masalah kesehatan terhadap Avnish. gangguang kesehatan seperti sembelit akut, gangguan tiroid, strabismus, dan jantung berlubang. Aditya harus pun mengambil cuti selama lima bulan untuk pendampingan penuh, dan Avnish akhirnya bisa berjalan, dan lubang di jantungnya dapat tertutup.
Kini Aditya berfokus pada advokasi memfasilitasi pekerjaan dan rumah bagi anak berkebutuhan khusus, memberikan konseling pengasuhan, hingga menjadi pembicara di India, Bhutan, Nepal, Myanmar, dan PBB (2019).
Pada Hari Perempuan Internasional 2020, Aditya dinobatkan “Ibu Terbaik Dunia” oleh WEmpower Bengaluru, sebuah penghargaan yang menghapus batasan gender pengasuh. Ia menolak dipanggil “ayah” atau “ibu”; bagi Aditya, dirinya adalah “orang tua”.
Di hari ulang tahun Avnish, Aditya menulis surat yang berisi pesan tentang kesabaran, doa, dan rasa syukur agar kelak sang anak menghargai perjuangan dan cinta di balik adopsinya.
Aditya berharap stigma “kesanggupan pengasuh berdasar gender” bisa musnah, dan menegaskan bahwa “Mengasuh anak tidak didasarkan pada jenis kelamin.” Ia berharap semua anak, tak terlepas kondisi fisik, dapat menyatu dalam keluarga penuh cinta.