Connect with us

News

Idul Adha Jadi Duka: Gaza Dibombardir, Puluhan Warga Tewas

Published

on

Gaza, Palestina – Momen sakral Idul Adha yang seharusnya diwarnai kedamaian dan kebersamaan, justru berubah menjadi palung duka di Jalur Gaza. Serangan udara tanpa henti oleh Israel pada hari pertama perayaan suci ini, Sabtu (7/6/2025), telah merenggut setidaknya 42 nyawa warga sipil dan melukai puluhan lainnya. Peristiwa tragis ini tak hanya menghancurkan bangunan, namun juga mengoyak harapan di tengah masyarakat yang telah belasan tahun hidup di bawah bayang-bayang blokade.

Laporan dari berbagai sumber menyebutkan, gempuran Israel menyasar kawasan pemukiman padat penduduk serta fasilitas publik. Ledakan demi ledakan mengguncang wilayah tersebut, meninggalkan puing-puing dan kesedihan mendalam. Kementerian Kesehatan di Gaza mengecam keras serangan ini, menyoroti pelanggaran terhadap warga sipil, terlebih mengingat blokade yang telah berlangsung selama 16 tahun. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Israel terkait serangan yang memicu kecaman luas ini.

Tragedi ini menambah panjang daftar kelam penderitaan di Gaza. Data terbaru menunjukkan, lebih dari 54.000 warga Palestina telah meninggal dunia di Gaza sejak operasi militer Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, dengan lebih dari 124.000 orang terluka. Mayoritas korban adalah wanita dan anak-anak. Organisasi kemanusiaan seperti International Committee of the Red Cross (ICRC) bahkan menyebut situasi di Gaza “lebih buruk dari neraka di bumi”, dengan tingkat kehancuran dan penderitaan yang melampaui standar hukum, moral, dan kemanusiaan.

Di tengah situasi yang mencekam, akses terhadap bantuan kemanusiaan juga semakin sulit. Laporan dari berbagai media mengindikasikan bahwa puluhan warga Palestina tewas saat mencoba mendapatkan bantuan di pusat-pusat distribusi, dengan insiden penembakan yang terjadi berulang kali. Ini memperburuk krisis kelaparan parah yang kini melanda Gaza, dengan risiko kelaparan yang terus meningkat.

Komunitas internasional terus menyuarakan keprihatinan dan seruan untuk gencatan senjata. Majelis Umum PBB telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata segera dan berkelanjutan, serta penghentian permusuhan. Sejumlah negara telah menarik duta besar mereka dari Israel sebagai bentuk protes terhadap tindakan militer di Gaza.

Namun, di lapangan, situasi masih jauh dari kata damai. Kelompok-kelompok kemanusiaan dan aktivis terus berupaya menyalurkan bantuan, meskipun menghadapi ancaman dan hambatan. Kasus-kasus seperti insiden “Freedom Flotilla” yang mengangkut bantuan kemanusiaan menjadi bukti nyata tantangan dalam upaya meringankan beban warga Gaza.

Tragedi di hari raya Idul Adha ini menjadi pengingat yang menyakitkan akan urgensi perdamaian dan perlindungan bagi warga sipil di wilayah konflik, serta kebutuhan mendesak akan penegakan hukum internasional dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

Viral di Medsos! Kasus Asusila Terhadap Anak di Pohuwato, Pelaku Kini Diamankan

Published

on

Pohuwato – Kasus dugaan percobaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur mengguncang masyarakat Kabupaten Pohuwato. Insiden tersebut terjadi pada Senin dini hari, 9 Juni 2025 sekitar pukul 01.12 WITA, dan telah dilaporkan secara resmi melalui Laporan Polisi Nomor: LP/91/VI/2025/SPKT/Res-Phwt/Polda-Gtlo.

Korban dalam peristiwa ini adalah seorang remaja perempuan berinisial YPM, sementara pelaku diketahui berinisial YT. Berdasarkan keterangan Kapolres Pohuwato, AKBP Hi. Busroni, S.I.K., M.H., pelaku masuk ke kamar korban melalui jendela rumah dengan menggunakan gunting yang diambil dari dapur.

“Saat berada di dalam kamar korban, pelaku membuka celananya dan berupaya melakukan tindakan asusila. Namun, korban yang terbangun langsung berteriak histeris. Pelaku kemudian panik dan melakukan penganiayaan sebelum akhirnya melarikan diri dari lokasi,” jelas Kapolres Busroni dalam keterangan resmi, Minggu (15/06/2025).

Pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian, antara lain satu buah gunting, sepasang sandal jepit, serta rekaman CCTV yang turut beredar luas di media sosial dan memicu perhatian publik.

Saksi pertama dalam kasus ini adalah DYM, seorang pelajar/mahasiswa yang berdomisili di Desa Sipatana, Kecamatan Buntulia.

Setelah sempat buron selama beberapa hari, pelaku YT akhirnya menyerahkan diri ke Polres Boalemo pada Minggu (15/06/2025), dengan didampingi pihak keluarga. Tim Resmob Polres Pohuwato langsung menjemput dan mengamankan pelaku untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Penyidik telah melakukan pemeriksaan awal, pengumpulan alat bukti, dan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum kepada korban dan keluarganya.

“Kami tegaskan bahwa kasus ini akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ini adalah bentuk komitmen kami dalam melindungi anak-anak dan menjaga keamanan masyarakat,” tegas AKBP Busroni.

Kasus ini mendapat perhatian luas masyarakat, terutama karena menyangkut korban di bawah umur dan disertai bukti visual yang telah tersebar di publik.

Continue Reading

News

Sedihnya… Kabar Duka, Gustiwiw Pergi Terlalu Cepat

Published

on

NEWS – Gusti Irwan Wibowo, atau dikenal publik sebagai Gustiwiw, dikabarkan meninggal dunia pada Minggu, 15 Juni 2025, pada usia 26 tahun. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh stasiun radio JAK 101 FM lewat unggahan di Instagram mereka, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Gusti Irwan Wibowo, meninggal dunia.”
Di media sosial, banyak rekan sejawat seperti Rigen dan Ananta Rispo juga mengungkapkan belasungkawa serta mendoakan sang sahabat agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Hingga saat ini, penyebab meninggalnya belum diungkap publik .

Continue Reading

News

Mengharukan. Simak bagaimana Perjuangan Seorang Pria Mengadopsi Anak Berkebutuhan Khusus

Published

on

Di India, Aditya Tiwari mencetak sejarah sebagai pria lajang pertama yang berhasil mengadopsi anak berkebutuhan khusus—melebihi batas usia hukum—demonstrasi cinta, keberanian, dan aksi nyata untuk inklusivitas.
Aditya (28) bertemu Avnish, bayi dengan Down Syndrom, di panti asuhan saat usianya baru enam bulan. Sepintas, ini tampak seperti momen spontan; namun perjalanan panjang menanti demi bisa menyatukan mereka secara legal sepanjang 18 bulan penuh tantangan.
Aditya awalnya dikenalkan dengan Avnish pada 13 September 2014 di sebuah panti asuhan di Bhopal. Setelah mengetahui kondisi sang anak yang punya cidera fisik, tumor, dan Down syndrom, ia bertekad: “Berikan dia padaku.”
Salah satu rintangan terberat adalah terkait dengan undang-undang di India yang mengizinkan adopsi orang tua tunggal baru pada usia minimal 30 tahun. Selain itu, ia menghadapi juga tekanan dari keluarga dan masyarakat. Dia dianggap “membuang-buang waktu” sebagai pria yang akan mengurus anak.
Tuntutan Aditya dengan mengirimkan surat bahkan ke perdana menteri mendorong India merevisi regulasi usia minimum adopsi menurun menjadi 25 tahun. Pada 1 Januari 2016, ia resmi menjadi ayah Avnish.
Tidak berhenti sampai disitu, setelah pengangkatan, muncul masalah kesehatan terhadap Avnish. gangguang kesehatan seperti sembelit akut, gangguan tiroid, strabismus, dan jantung berlubang. Aditya harus pun mengambil cuti selama lima bulan untuk pendampingan penuh, dan Avnish akhirnya bisa berjalan, dan lubang di jantungnya dapat tertutup.
Kini Aditya berfokus pada advokasi memfasilitasi pekerjaan dan rumah bagi anak berkebutuhan khusus, memberikan konseling pengasuhan, hingga menjadi pembicara di India, Bhutan, Nepal, Myanmar, dan PBB (2019).
Pada Hari Perempuan Internasional 2020, Aditya dinobatkan “Ibu Terbaik Dunia” oleh WEmpower Bengaluru, sebuah penghargaan yang menghapus batasan gender pengasuh. Ia menolak dipanggil “ayah” atau “ibu”; bagi Aditya, dirinya adalah “orang tua”.
Di hari ulang tahun Avnish, Aditya menulis surat yang berisi pesan tentang kesabaran, doa, dan rasa syukur agar kelak sang anak menghargai perjuangan dan cinta di balik adopsinya.
Aditya berharap stigma “kesanggupan pengasuh berdasar gender” bisa musnah, dan menegaskan bahwa “Mengasuh anak tidak didasarkan pada jenis kelamin.” Ia berharap semua anak, tak terlepas kondisi fisik, dapat menyatu dalam keluarga penuh cinta.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler