Ruang Literasi
Untuk dan Atas Nama Mahasiswa.
Published
4 years agoon
NEWS – Beberapa hari terakhir kita menyaksikan sebuah ironi dengan beberapa hal yang beredar dengan sungguh ‘gelap’ terhadap seorang mahasiswa yang sedang berjuang di tengah jalur studi yang sebentar lagi mestinya selesai (wisuda). Seorang manusia, anak dan saudara yang telah 9 (sembilan) hari berada di balik tiang-tiang besi negara.
Melalui tulisan kita bisa bersuara, melalui himpunan aksara kita berusaha untuk berkata-kata menyampaikan sesuatu yang perlu dan menjangkau telinga serta dinding-dinding jiwa manusia.
Pemikiran (publik) orang banyak tentang mahasiswa di Gorontalo yang melakukan dugaan penggelapan uang sebesar Rp110.000.000 dalam pelaksanaan kegiatan seminar harus benar-benar diluruskan, bagi kami ini adalah murni kesalahan dalam manajemen kegiatan dan kami berkeyakinan saudara mahasiswa kami tersebut tidak sedikitpun memiliki niat bahkan melakukan tindakan yang terlanjur beredar dengan arus serta bentuk yang sangat suram di khalayak.
Di mana pada pelaksanaan kegiatan ini semata-mata berdasarkan pada cita-cita untuk menaikkan citra dari kampus kami tercinta. Kegiatan yang bagi kami cukup spektakuler tersebut bertajuk Creators Nation yang bertujuan untuk menciptakan dan menguatkan semangat berwirausaha di Gorontalo. Beberapa pengusaha sukses menjadi pembicara dalam seminar tersebut hingga menghadirkan tokoh nasional yang “pulang kampung” untuk berbagi bersama publik Gorontalo, yakni Bapak Sandiaga Uno selaku pambicara utama. Pada penghujung rangkaian kegiatan yang juga sempat memecahkan rekor pembuatan pia (kue) itu ditutup dengan konser Fourtwnty dan Beranda Rumah Mangga (Braga) yang menghentak Gorontalo dengan lagu-lagu indah mereka.
Ekspektasi dari kegiatan ini sederhana, agar mahasiswa terlibat aktif dan responsif terhadap dunia enterpreneur serta kampus menjadi lebih bermanfaat dengan citra yang kokoh. Namun, di balik harapan itu terdapat kendala yang menjadi latar persoalan di mana peserta yang hadir tidak mencapai target yang telah direncakanan oleh saudara-saudara mahasiswa sebagai pelaksana kegiatan.
Pada pelaksanaan kegiatan ini ditargetkan kurang lebih 2.500 peserta, sementara yang terjadi di lapangan peserta yang ikut, kurang mencapai 50%. Peserta yang tidak mencapai 50%, sementara atribut yang sudah disediakan oleh panitia pelaksana kegiatan itu sesuai dengan target yang ada. Atribut tersebut dipesan dan merupakan utang. Di sinilah letak kesalahan manajemen kegiatan dan akar dari persoalan yang terjadi. Bukan seperti apa yang diberitakan di berbagai media massa dengan ragam judul yang suram dan berpotensi menyesatkan pandangan khalayak, di antaranya, “penggelapan uang seminar, nilep uang” dan sebagainya.
Kami sadar bahwa negara ini adalah negara hukum, kami sangat menghargai proses hukum yang sementara berjalan meski mengakibatkan saudara kami telah ditahan oleh aparat penegak hukum. Perlu ditegaskan pula, bahwa sedari awal sampai dengan saat ini saudara kami tetap beriktikad baik dan masih terus berkomunikasi dengan vendor untuk menyelasaikan utang yang masih tersisa serta vendor yang selalu bijaksana dan terus mendukung saudara mahasiswa tersebut terhadap persoalan ini. Sebelumnya saudara kami sudah membayar kurang lebih Rp7.000.000, sehingga sisa utang tersebut masih sekitar Rp103.000.000.
Kami mengenal baik saudara kami, dia adalah mahasiswa yang bertanggungjawab. Maka dengan perilaku beliau yang baik dan bertanggungjawab, tergerak hati kami untuk membantu meringankan dengan mengajak semua mahasiswa untuk kiranya berkenan ikut serta dalam aksi penggalangan dana “Seribu Rupiah, Humanity Action”.
Aksi kemanusiaan untuk dan atas nama mahasiswa ini murni sebagai bentuk dukungan dan dilakuan sebagai kepedulian kami kepada sesama mahasiswa, hati kami tergerak karena kami sadar bahwa tentang persoalan ini adalah murni kesalahan manajemen kegiatan, yang dengan hal ini kami berpikir bahwa tidak semua masalah berujung penjara dan harus yang bersangkutan selesaikan sendiri. Di sisi lain, aksi ini pula lahir dengan pertanyaan yang sederhana, bagaimana jika kami di posisi rumit tersebut?
Kami masih percaya bahwa suara dan cita-cita terhadap sesama manusia masih selalu bergetar dan menyala. Sungguh wajib disyukuri karena kita masih bersama pada sesuatu yang penting dalam upaya membantu meringankan/memecahkan masalah yang membebani salah satu manusia yang juga merupakan sahabat/saudara kita dengan identitas yang identik, yakni mahasiswa. Hormat, cinta dan perjuangan selalu dan selamanya ada.
Penulis, Aldy Ibura Koordinator Isu Sosial Politik BEM Nusantara.
You may like
-
HPMIG JAYA Dorong Kader Berkarya Sesuai Keilmuan
-
Buntut Kenaikan BBM, Ribuan Mahasiswa Gorontalo Bakal Lakukan Demonstrasi
-
UNG-RIHN Kolaborasi, Bakal Libatkan Mahasiswa Pada Penelitian
-
Tak hanya Sukses Akademik, Mahasiswa Harus sukses Berwirausaha
-
Membangun Inovasi untuk Kemanusiaan diusia UNG yang ke 58 Tahun
-
Aldy Ibura Minta Pimpinan PLN Pecat Oknum (P2TL) Yang Melakukan Pungli
Gorontalo
Gebrakan Baru: PeHa Washpresso Luncurkan Program dan Salurkan Peha Peduli
Published
2 days agoon
05/11/2025
Gorontalo – PeHa Washpresso menandai satu tahun eksistensinya di tengah masyarakat Gorontalo melalui acara penuh makna sosial pada Rabu (05/11/2025). Pada momen istimewa ini, PeHa Washpresso secara resmi meluncurkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” serta menyerahkan bantuan PeHa Peduli kepada dua mahasiswa perantau yang membutuhkan.
Acara berlangsung dengan nuansa hangat dan kebersamaan. Pemilik PeHa menegaskan, sejak awal kehadirannya, PeHa Washpresso bukan sekadar tempat menikmati kopi, melainkan menjadi ruang pertemuan, diskusi, berkembang, serta saling menguatkan komunitas.
“PeHa lahir bukan hanya sebagai tempat ngopi. PeHa hadir sebagai ruang temu, ruang tumbuh, dan wadah saling menguatkan,” jelas Yakop Mahmud, S.H., M.H., pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa.
Melalui program PeHa Peduli, PeHa memberikan bantuan sebesar Rp 1.000.000 kepada dua mahasiswa perantau. Bantuan ini diharapkan dapat membantu keperluan sehari-hari penerima.
“Angka bantuan mungkin sederhana, namun kami ingin menegaskan bahwa setiap kebaikan, sekecil apapun, sangat berarti. Semoga ini menjadi pengingat bahwa kebersamaan bukan hanya berbagi cerita dan meja, tetapi juga kepedulian,” tambah Yakop.
Penerima manfaat menyampaikan apresiasinya. “Terima kasih kepada Owners PeHa atas kepeduliannya terhadap kehidupan mahasiswa rantau di Gorontalo. Bantuan ini sangat membantu kami,” ujar salah satu penerima.
Pada kesempatan yang sama, PeHa memperkenalkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”, yakni diskusi hukum mingguan yang membahas isu-isu aktual di Gorontalo. Program ini terlaksana atas kerja sama Pojok Literasi Hukum PeHa dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum.
Ketua Senat FH UNG, Sandi Idris, turut mengapresiasi langkah PeHa Washpresso. “Kami berharap program ini dapat terus berjalan, mencerahkan masyarakat Gorontalo dan membawa dampak positif terhadap literasi hukum di daerah,” paparnya.
Melalui komitmen kebersamaan dan kepedulian, PeHa Washpresso menegaskan posisinya sebagai ruang komunitas dan wadah aktivitas bermakna untuk masyarakat Gorontalo.
Gorontalo
PeHa Washpresso Hadirkan Gerakan Baru: Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum
Published
2 days agoon
05/11/2025
Gorontalo – Pojok Literasi Hukum PeHa Washpresso bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum meluncurkan program diskusi hukum mingguan bertajuk “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”. Kegiatan perdana digelar pada Rabu, 5 November 2025, pukul 15.30 WITA di PeHa Washpresso.
Diskusi perdana ini mengangkat tema “Pencemaran Nama Baik dan Media Sosial: Batasan antara Kritik dan Pencemaran Nama Baik (UU ITE, KUHP, dan Bukti Digital)”, dengan narasumber Faizal Akbar Ilato, S.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo. Acara dipandu oleh Andi Aulia Arifuddin, S.H., M.H., Founder Gopos.id sekaligus pemerhati isu komunikasi publik.
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum, praktisi muda, pegiat literasi digital, serta masyarakat umum yang antusias membahas batasan kritik dalam ruang digital dan konsekuensi hukumnya.
Dalam paparannya, Faizal Akbar Ilato menegaskan bahwa batas antara kritik dan pencemaran nama baik bergantung pada unsur niat, konten, dan konteks pernyataan. Ia menjelaskan bahwa Pasal 310 dan 311 KUHP serta ketentuan dalam UU ITE secara tegas mengatur konsekuensi hukum terhadap pernyataan yang dapat merusak kehormatan seseorang, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
“Media sosial adalah ruang publik. Kritik diperbolehkan, tetapi harus disampaikan secara beretika, sesuai kaidah hukum, dan tidak mengarah pada penghinaan atau serangan pribadi,” ujarnya.

Diskusi berlangsung interaktif ketika peserta menanyakan contoh-contoh kasus nyata, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk bagaimana bukti digital seperti tangkapan layar, rekaman, dan riwayat percakapan digunakan dalam pembuktian pidana.
Di akhir kegiatan, forum menyimpulkan pentingnya kehati-hatian pengguna media sosial dalam menyampaikan pendapat yang menyangkut nama baik dan martabat orang lain. Peserta sepakat bahwa kritik yang baik adalah yang mengedepankan substansi masalah tanpa menyerang pribadi.
Pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa, Yakop Mahmud, S.H., M.H., menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan menjadi wadah masyarakat Gorontalo untuk membahas isu-isu hukum kontemporer secara santai namun tetap substansial.
“Melalui ruang diskusi ini, kami ingin menghadirkan edukasi hukum yang mudah dipahami, membumi, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat Gorontalo,” ungkapnya.
Program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” akan diselenggarakan setiap minggu di PeHa Washpresso dengan tema-tema aktual yang dekat dengan kehidupan masyarakat.
Oleh : Zulfikar M Tahuru
Kita tentu tidak sedang ingin menuduh DPRD Kota Gorontalo periode sekarang lemah dalam fungsi kontrol. Tuduhan seperti itu membutuhkan riset yang serius dan alat ukur yang tepat—berapa kali rapat pengawasan digelar, seberapa banyak rekomendasi ditindaklanjuti, dan sejauh mana kritik DPRD berpengaruh terhadap kebijakan publik.
Namun kalau melihat “apa yang tampak di mata publik”, sulit untuk tidak mengatakan bahwa DPRD periode ini terlihat pasif, bahkan redup. Tidak ada dinamika politik yang hidup, tidak ada perdebatan yang tajam antara wakil rakyat dan pemerintah kota. Yang muncul justru kesan bahwa semua sejalan, semua setuju, semua aman. Padahal, dalam demokrasi, kesepakatan tanpa perdebatan sering kali pertanda bahwa fungsi kontrol sedang padam.
Memang, sepanjang satu tahun masa kepemimpinan Wali Kota Adhan Dambea (Februari–Oktober 2025), ada beberapa catatan resmi dari DPRD yang menunjukkan fungsi kontrol masih berjalan, meski tidak konsisten dan cenderung bersifat sektoral.
Berikut rangkuman sikap dan pernyataan resmi DPRD Kota Gorontalo yang terekam publik:
- 12 Juni 2025 — Banggar menyoroti ketidakhadiran TAPD dalam rapat KUPA-PPAS dan mempertanyakan penurunan anggaran Rp17 miliar.
- 5 Mei 2025 — Komisi III mengkritisi Dinas PUPR terkait jalan rusak di Kota Utara.
- 29 Juli 2025 — Fraksi Gerindra menyampaikan kritik dalam pandangan fraksi atas LKPJ APBD 2024.
- 29 Juli 2025 — DPRD membentuk Pansus RPJMD 2025–2030, di mana Ketua DPRD menegaskan perlunya kritik atas kebijakan tak pro-rakyat.
- 16 September 2025 — Komisi II mendesak penegakan pajak restoran, hotel, sewa alat berat, dan parkir di mal.
- 6 Oktober 2025 — Ketua DPRD mengingatkan Pemkot soal dampak pemotongan TKD Rp127 miliar.
- 8 Oktober 2025 — Fraksi PDIP menyoroti penataan parkir agar berkeadilan dan tertib.
- 21 Oktober 2025 — Komisi II membahas dugaan pengusiran Satgas PAD dan lemahnya penagihan PBB.
- 27–28 Oktober 2025 — Komisi III mendesak penataan kabel dan tiang telekomunikasi yang semrawut.
Beberapa langkah di atas menunjukkan DPRD masih melakukan fungsi pengawasan, namun mayoritas bersifat administratif dan tidak menimbulkan dampak politik yang nyata. Tidak ada perdebatan terbuka di ruang publik, tidak ada sikap tegas terhadap kebijakan yang dinilai membingungkan rakyat, seperti penutupan jalan dan pelarangan UMKM berjualan di trotoar.
Padahal isu UMKM di trotoar itu kini menjadi perdebatan paling hangat di kota ini. Publik terbelah: sebagian menganggap trotoar perlu ditertibkan, tapi tidak sedikit pula yang mendukung walikota karena mendukung usaha rakyat kecil yang sedang berjuang bertahan hidup.
Di tengah hiruk-pikuk opini masyarakat itu, DPRD seolah menghilang dari panggung perdebatan publik. Tak ada dengar pendapat, tak ada pertemuan resmi, tak ada suara politik yang menyejukkan.
Lalu publik pun bertanya, apakah mereka tidak peduli, atau takut melawan Wali Kota?
Pertanyaan ini mungkin tidak nyaman, tapi wajar dilontarkan ketika lembaga legislatif kehilangan keberanian untuk berdiri di antara rakyat dan kekuasaan. Fungsi kontrol tidak harus berarti melawan pemerintah, tapi diam ketika rakyat gelisah adalah bentuk kegagalan moral.
DPRD seharusnya hadir — bukan hanya di kursi paripurna, tapi di tengah denyut persoalan warga. Karena rakyat tidak butuh DPRD yang sekadar hanya duduk, mereka butuh DPRD yang berdiri dan bersuara.
Dan dari semua yang bisa kita nilai hari ini, mungkin bukan kekurangan data yang membuat DPRD tampak lemah — tapi kekurangan nyali.
Dalam sistem pemerintahan daerah, DPRD adalah penjaga keseimbangan antara kekuasaan dan kepentingan rakyat. Ketika suara dewan hilang dalam isu-isu yang menyentuh kehidupan masyarakat kecil—seperti nasib pedagang UMKm di trotoar atau kebijakan yang menekan ekonomi rakyat—maka yang hilang bukan hanya fungsi kontrol, tapi juga rasa percaya publik kepada wakilnya.
Dan di titik itulah, demokrasi di tingkat lokal mulai kehilangan makna.
Dari Kampus untuk Daerah, UNG Siap Jadi Mitra Strategis Gorontalo Utara
Bangga! UNG Sukses Kawal TKA SMA Sederajat 2025 Tanpa Kendala
Adhan Dambea Tegas: UMKM Tak Bayar Apa Pun di Panjaitan dan Pasar Sentral
Kabar Gembira! Gedung Kantor Bupati Pohuwato Segera Dibangun
Di Balik Atensi Rp5 Juta, Kepala Desa Tirto Asri Buka Suara
Warga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
Menakar Fungsi Kontrol di DPRD Kota Gorontalo
Internet di Indonesia: Mahal dan Lambat, Ini Datanya
Fakta Mengejutkan dari Mantan Menteri Jokowi : Freeport Dilindungi Pasal Tersembunyi
Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Desak Langkah Tegas Terhadap Ketidakpatuhan PT Royal Coconut
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo1 month agoDiusir Pemprov Saat Rakor, Kwarda Pramuka: “Kami yang Inisiasi Rapat, Kok Kami yang Tidak Dikasih Masuk?”
-
News1 month agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo2 months agoDugaan Pungli di SPBU Popayato, Kasmat Toliango Menantang Pihak Direktur untuk Lapor Polisi
-
Daerah3 months agoDPD Partai Gerindra Provinsi Gorontalo Serahkan Bantuan Kemerdekaan RI ke-80 ke Panti Asuhan di Tiga Wilayah
-
Gorontalo3 months agoDPD Gerindra Provinsi Gorontalo Bagikan 1000 Bendera Merah Putih untuk Warga
-
Advertorial3 months agoProf. Eduart Wolok Tegaskan UNG Siap di Garis Depan Lawan Kemiskinan Ekstrem
-
Gorontalo2 months agoTerendus Batu Hitam Ilegal Menuju Pelabuhan Pantoloan Palu, Otoritas Pelabuhan & APH Diminta Bertindak
-
Advertorial1 month agoSkorsing dan Sanksi Berat untuk MAPALA UNG: Temuan Kasus Meninggalnya Mahasiswa
