Connect with us

News

Hampir Satu Abad Tersimpan, Bule Asal Belanda Bawa Foto Lawas Gorontalo Zaman Kolonial

Published

on

Annie Stevelink Ditemani anaknya Mellisa berpose di Jembatan Talumolo sekarang, sembari membuka foto jembatan tersebut tahun 1930

GORONTALO-Potret lawas tahun 1934 menjadi awal cerita Annie Stevelink (87) tentang masa kecilnya di Gorontalo. Perempuan asal Netherland, Belanda ini tak percaya kalau hari ini dirinya sampai di tanah kelahiran.

Annie Tiba di Gorontalo pada Selasa (14/1/2020) pagi. Saat tiba Annie langsung berkeliling. Setumpuk foto peninggalan orang tua tahun 1930 an menjadi modal Annie untuk mengunjungi sejumlah tempat.

Foto salah satu masjid di Gorontalo tahun 1930 yang dibawa Annie Stevelink, diperkirakan saat ini adalah Masjid Baiturrahim

Ditemani anaknya Mellisa (52) Annie menyisir beberapa lokasi, mulai dari Jembatan Talumolo, Kantor Pos Gorontalo, hingga Rumah Dinas Gubernur.

Annie bercerita bahwa ia lahir di Gorontalo pada 1932 oleh kedua orang tuanya Beb Stevelink keturunan Belanda dan Ibunya berdarah Jerman.

Foto Jembatan Talumolo tahun 1932 yang dibawa Annie Stavelink

Saat itu kata Annie, Gorontalo masih di bawah Keresidenan Manado, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Annie menyebut bahwa dirinya dilahirkan di rumah sakit milik Pemerintah Hindia Belanda yang lokasinya saat ini berdiri Hotel Grand Q Gorontalo/Quality.

Ayahnya kata Annie bekerja di Koninklijke Paketvaart-Maatschappij (KPM) atau National Shippingof Pacheges Company, atau Perusahaan Pelayaran Kerajaan Belanda di Gorontalo saat itu. Sementara sang ibu, bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit milik Pemerintah Belanda Hindia Belanda pula.

Foto ayahanda Beb Stevelink di depan rumah mereka tahun 1930 yang saat ini diperkirakan sudah menjadi gedung TP-PKK PEMKOT Gorontalo

Annie tinggal di Gorontalo kurang lebih dua tahun. Setelah itu keluarga Annie pindah ke Jakarta yang saat itu berjuluk Batavia. Meski hanya tinggal dua tahun namun kerinduan Annie pada Gorontalo telah berkobar sejak berpuluh tahun lalu.

Annie bahkan sempat kuliah di pertanian tropis dengan harapan bisa berkunjung ke Indonesia untuk melihat tanah kelahirannya ini.

“Ya saya sempat minta kuliah ambil pertanian tropis tapi waktu itu tidak diizinkan oleh orang tua saya untuk bisa kembali berkunjung ke Gorontalo” begitu kira-kira jawab Annie saat ditanyai barakati.id di Domestique Cafe N Resto.

Annie bersama anaknya Melissa berpose di depan salah satu rumah peninggalan Belanda

Menurut tour guide Agus Kamba, Annie dan Mellisa berencana akan meneruskan perjalanan ke Manado, Sulawesi Utara besok. Meski hanya sehari di Gorontalo, Annie mengaku sangat terkesan. Matanya bahkan sempat berkaca-kaca saat melihat bangunan tua peninggalan Belanda. Ia seakan mengingat kembali masa-masa kecil saat bermain-main bersama ayah dan ibunya di Gorontalo.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

Dugaan Setoran hingga Pembiaran Kasus, Tumulo Bongkar Masalah di Polres Pohuwato

Published

on

Pohuwato – Kritik pedas meledak dari Tunas Muda Holandalo (Tumulo) terhadap kepemimpinan Kapolres Pohuwato, AKBP Busroni. Koordinator Tumulo, Kasmat Toliango, secara terbuka menuntut agar Kapolres segera dicopot dari jabatannya menyusul tragedi pembacokan yang melibatkan sesama anggota polisi di Pohuwato.

Menurut Kasmat, peristiwa tersebut merupakan tamparan keras bagi institusi kepolisian sekaligus bukti gagalnya Kapolres dalam membina anggotanya. Ia menegaskan, insiden itu bukan hanya mencoreng nama Polres Pohuwato, tetapi juga memperlihatkan lemahnya implementasi tagline Polisi Mopiyohu yang selama ini didengungkan.

“Tagline Polisi Mopiyohu itu apakah benar-benar ditanamkan atau hanya sekadar bungkusan manis agar terlihat baik? Faktanya, polisi bacok polisi terjadi di Pohuwato. Ini sangat memalukan!” tegas Kasmat.

Ia juga mengingatkan bahwa tragedi Afan Kurniawan belum usai, namun kini muncul kasus baru yang lebih brutal. “Belum selesai luka lama, sekarang muncul lagi. Lagi-lagi polisi bikin ulah,” ujarnya.

Selain itu, Tumulo menuding adanya persoalan lain yang dibiarkan Kapolres, mulai dari isu setoran hingga dugaan pembiaran tempat-tempat tertentu yang meresahkan masyarakat. Menurutnya, hal itu menimbulkan asumsi liar di tengah publik dan melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat.

Dengan sederet catatan hitam tersebut, Tumulo menilai Kapolres Pohuwato sudah tidak layak memimpin. “Ada banyak AKBP yang mau bekerja sungguh-sungguh di Pohuwato. Jadi sebaiknya Kapolres mundur saja. Faktanya, beliau gagal total dalam memimpin Polres Pohuwato,” tutup Kasmat.

Continue Reading

Gorontalo

Polisi Mopiyohu Berubah Jadi Polisi Pembacokan: Insiden Berdarah Gegerkan Pohuwato

Published

on

Pohuwato – Slogan “Polisi Mopiyohu” yang selama ini digembar-gemborkan oleh Polres Pohuwato kini dipelesetkan publik menjadi “Polisi Pembacokan” setelah terjadinya insiden berdarah yang melibatkan dua anggota Polres Pohuwato. Kejadian ini semakin memperburuk citra institusi yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat.

Pada pagi hari Minggu, sekitar pukul 08.00 WITA, sebuah insiden pembacokan terjadi di Kafe Pohon Cinta, yang terletak di Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Korban dalam insiden ini adalah Bripka I, anggota Polres Pohuwato yang bertugas di bagian TAHTI. Ia mengalami luka robek parah di bagian wajah sebelah kiri dengan panjang luka mencapai 40 sentimeter, yang menyebabkan ia terjatuh berlumuran darah.

Terduga pelaku adalah IPTU R, seorang perwira polisi yang menjabat sebagai Kepala SPKT Polres Pohuwato. Fakta bahwa pelaku dan korban adalah aparat penegak hukum semakin memperburuk situasi ini, karena seharusnya mereka menjadi contoh bagi masyarakat. Insiden ini dipicu oleh cekcok kecil yang terjadi setelah keduanya berada di lokasi hiburan malam yang sama, yakni Kafe Deluxe. Ketika pelaku yang diketahui sedang berada dalam pengaruh minuman keras, ia pergi ke mobilnya untuk mengambil senjata tajam dan langsung membacok Bripka I di wajahnya.

Setelah melakukan aksi brutal tersebut, pelaku langsung meninggalkan lokasi kejadian tanpa rasa tanggung jawab. Korban yang berlumuran darah kemudian dilarikan ke RS Multazam Marisa untuk mendapatkan perawatan medis intensif, sementara pelaku masih belum diketahui keberadaannya.

Insiden ini mempertegas lemahnya pengawasan internal di tubuh kepolisian. Banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana aparat yang seharusnya menjaga keamanan dan ketertiban justru menjadi pelaku kriminal di ruang publik. Masyarakat kini menuntut agar Polda Gorontalo segera turun tangan dan memproses kasus ini secara terbuka dan adil.

Sampai saat ini, Polres Pohuwato belum memberikan keterangan resmi terkait insiden ini, yang menambah kecurigaan publik terhadap adanya upaya penutupan kasus. Publik menilai bahwa jika kasus ini tidak diproses secara transparan, maka kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian akan semakin tergerus.

Continue Reading

Gorontalo

Viral Kritik Wakil Gubernur Gorontalo Soal Tarian Karawo Tanpa Motif

Published

on

Gorontalo – Wakil Gubernur Gorontalo, Idah Syahidah Rusli Habibie, menyampaikan kritik terkait penampilan Tarian Karawo yang sempat menuai perhatian publik dan ramai diperbincangkan di media sosial. Melalui akun Facebook pribadinya, Idah menuliskan, “Tarian Karawo tapi tidak ada motif Karawonya.”

Unggahan ini memicu beragam tanggapan warganet. Sebagian mendukung kejelian Idah, seperti komentar Nur Tosampati Bone yang menulis: “Ibuk sangat jeli. Ayoo sanggar tari upgrade kostumnya dengan motif Karawo.” Namun ada pula yang menilai kritik tersebut kurang tepat. Syarif Rahman, misalnya, menanggapi: “Harusnya itu kewajiban si Ibu untuk melestarikan budaya Gorontalo, bukan malah menjatuhkan.”

Saat dikonfirmasi melalui telepon WhatsApp, Idah meluruskan bahwa kritiknya tidak ditujukan kepada Festival Karawo yang digelar di Grand Palace Convention Center. Ia menjelaskan, “Bukan Festivalnya yang saya kritisi, tapi tarian Karawonya yang ditampilkan di City Mall dalam acara Storytelling Competition Pariwisata Gorontalo.”

Idah menegaskan bahwa Tarian Karawo seharusnya merepresentasikan identitas khas Karawo, baik melalui kostum maupun properti. “Kalau namanya tarian Karawo, mestinya ada identitas Karawo. Kostum atau kipasnya harus bermotif Karawo,” tegasnya.

Lebih lanjut, Idah mengaku kejadian serupa bukan pertama kali ia temui. Ia kerap menyaksikan penampilan Tarian Karawo dalam acara pemerintah maupun hajatan masyarakat tanpa adanya motif Karawo. “Pernah di sebuah sekolah, saya disambut dengan tarian Karawo, tapi tidak ada Karawonya. Saya langsung sampaikan ke kepala sekolah agar menjadi perhatian,” ungkapnya.

Idah berharap sanggar tari dan penyelenggara acara lebih memperhatikan keaslian identitas budaya ke depan. Menurutnya, hal ini penting agar Tarian Karawo benar-benar mencerminkan kekayaan tradisi Gorontalo dan tidak kehilangan ciri khasnya.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler