JAKARTA-Di moment peringatan Hari Kesehatan Internasional yang jatuh pada tanggal 7 April 2020, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengeluarkan pernyataan pers. Dalam pernyataan pers itu ia meminta agar pemerintah secara konsisten menjamin ketersediaan fasilitas dan peralatan keamanan bagi para dokter serta tenaga kesehatan.
Hal itu kata Lestari agar kesinambungan keselamatan dokter dan tenaga kesehatan dalam penanganan wabah Covid-19 tetap terjaga. Sebab, sampai dengan Selasa (7/4), tercatat sudah 19 dokter dan 6 tenaga medis meninggal dunia dalam berjuang melawan Covid-19.
Selain itu, ia juga mengharapkan pemerintah meningkatkan fokus penanganan penyebaran virus corona di tingkat pusat dan daerah, mengingat ancaman pandemi Covid-19 menunjukkan fase penyebaran yang signifikan secara global. Sehingga sebaliknya, kehilangan fokus dalam menghambat penyebaran Covid-19, dikhawatirkan menyebabkan ancaman yang sangat serius bagi kondisi kesehatan nasional.
Tak hanya itu, Lestari juga meminta pemerintah segera membangun sistem informasi kesehatan yang mumpuni, agar mampu menghasilkan data yang akurat dan bisa digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan di Tanah Air. Pemerintah juga harus bekerjasama dengan asosiasi dokter dan tenaga medis untuk segera memetakan kebutuhan dokter dan tenaga medis di setiap daerah di Tanah Air, sehingga mampu menekan kesenjangan ketersediaan jumlah dokter dan tenaga medis di pusat dan daerah dalam penanganan wabah penyakit.
Terakhir, pihaknya meminta pemerintah segera mengoordinasikan penggunaan semua laboratorium yang ada di Indonesia untuk mempercepat proses penanggulangan wabah Covid-19.
Di akhir pernyataan pers tersebut, Wakil Ketua MPR tak lupa mengucapkan selamat Hari Kesehatan Internasional bagi para pemangku kepentingan di sektor kesehatan, para pengelola rumah sakit, dokter dan tenaga kesehatan.
“Dalam suasana wabah Covid-19 di Tanah Air, duka cita yang mendalam, ucapan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada para dokter dan tenaga kesehatan yang telah mengorbankan waktu, tenaga dan nyawa. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melindungi kita semua dalam menghadapi wabah Covid-19,” ucap Lestari.
Gorontalo – PeHa Washpresso menandai satu tahun eksistensinya di tengah masyarakat Gorontalo melalui acara penuh makna sosial pada Rabu (05/11/2025). Pada momen istimewa ini, PeHa Washpresso secara resmi meluncurkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” serta menyerahkan bantuan PeHa Peduli kepada dua mahasiswa perantau yang membutuhkan.
Acara berlangsung dengan nuansa hangat dan kebersamaan. Pemilik PeHa menegaskan, sejak awal kehadirannya, PeHa Washpresso bukan sekadar tempat menikmati kopi, melainkan menjadi ruang pertemuan, diskusi, berkembang, serta saling menguatkan komunitas.
“PeHa lahir bukan hanya sebagai tempat ngopi. PeHa hadir sebagai ruang temu, ruang tumbuh, dan wadah saling menguatkan,” jelas Yakop Mahmud, S.H., M.H., pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa.
Melalui program PeHa Peduli, PeHa memberikan bantuan sebesar Rp 1.000.000 kepada dua mahasiswa perantau. Bantuan ini diharapkan dapat membantu keperluan sehari-hari penerima.
“Angka bantuan mungkin sederhana, namun kami ingin menegaskan bahwa setiap kebaikan, sekecil apapun, sangat berarti. Semoga ini menjadi pengingat bahwa kebersamaan bukan hanya berbagi cerita dan meja, tetapi juga kepedulian,” tambah Yakop.
Penerima manfaat menyampaikan apresiasinya. “Terima kasih kepada Owners PeHa atas kepeduliannya terhadap kehidupan mahasiswa rantau di Gorontalo. Bantuan ini sangat membantu kami,” ujar salah satu penerima.
Pada kesempatan yang sama, PeHa memperkenalkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”, yakni diskusi hukum mingguan yang membahas isu-isu aktual di Gorontalo. Program ini terlaksana atas kerja sama Pojok Literasi Hukum PeHa dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum.
Ketua Senat FH UNG, Sandi Idris, turut mengapresiasi langkah PeHa Washpresso. “Kami berharap program ini dapat terus berjalan, mencerahkan masyarakat Gorontalo dan membawa dampak positif terhadap literasi hukum di daerah,” paparnya.
Melalui komitmen kebersamaan dan kepedulian, PeHa Washpresso menegaskan posisinya sebagai ruang komunitas dan wadah aktivitas bermakna untuk masyarakat Gorontalo.
Gorontalo – Pojok Literasi Hukum PeHa Washpresso bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum meluncurkan program diskusi hukum mingguan bertajuk “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”. Kegiatan perdana digelar pada Rabu, 5 November 2025, pukul 15.30 WITA di PeHa Washpresso.
Diskusi perdana ini mengangkat tema “Pencemaran Nama Baik dan Media Sosial: Batasan antara Kritik dan Pencemaran Nama Baik (UU ITE, KUHP, dan Bukti Digital)”, dengan narasumber Faizal Akbar Ilato, S.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo. Acara dipandu oleh Andi Aulia Arifuddin, S.H., M.H., Founder Gopos.id sekaligus pemerhati isu komunikasi publik.
Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum, praktisi muda, pegiat literasi digital, serta masyarakat umum yang antusias membahas batasan kritik dalam ruang digital dan konsekuensi hukumnya.
Dalam paparannya, Faizal Akbar Ilato menegaskan bahwa batas antara kritik dan pencemaran nama baik bergantung pada unsur niat, konten, dan konteks pernyataan. Ia menjelaskan bahwa Pasal 310 dan 311 KUHP serta ketentuan dalam UU ITE secara tegas mengatur konsekuensi hukum terhadap pernyataan yang dapat merusak kehormatan seseorang, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
“Media sosial adalah ruang publik. Kritik diperbolehkan, tetapi harus disampaikan secara beretika, sesuai kaidah hukum, dan tidak mengarah pada penghinaan atau serangan pribadi,” ujarnya.
Diskusi berlangsung interaktif ketika peserta menanyakan contoh-contoh kasus nyata, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk bagaimana bukti digital seperti tangkapan layar, rekaman, dan riwayat percakapan digunakan dalam pembuktian pidana.
Di akhir kegiatan, forum menyimpulkan pentingnya kehati-hatian pengguna media sosial dalam menyampaikan pendapat yang menyangkut nama baik dan martabat orang lain. Peserta sepakat bahwa kritik yang baik adalah yang mengedepankan substansi masalah tanpa menyerang pribadi.
Pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa, Yakop Mahmud, S.H., M.H., menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan menjadi wadah masyarakat Gorontalo untuk membahas isu-isu hukum kontemporer secara santai namun tetap substansial.
“Melalui ruang diskusi ini, kami ingin menghadirkan edukasi hukum yang mudah dipahami, membumi, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat Gorontalo,” ungkapnya.
Program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” akan diselenggarakan setiap minggu di PeHa Washpresso dengan tema-tema aktual yang dekat dengan kehidupan masyarakat.
NEWS – Menghebohkan publik sejak aksi kontroversial di Sidang Tahunan MPR, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akhirnya membacakan putusan etik untuk lima anggota dewan nonaktif pada Rabu (5/11). Dalam sidang yang dipimpin Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam bersama empat pimpinan lain dan dihadiri para teradu, hasilnya menjadi sorotan nasional.
Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, MKD memutuskan Ahmad Sahroni dinonaktifkan sebagai anggota DPR selama enam bulan, Nafa Urbach selama tiga bulan, dan Eko Patrio selama empat bulan. Selama menjalani sanksi, mereka juga kehilangan hak keuangan sebagai anggota dewan. Keputusan ini dinilai sebagai bagian dari penegakan disiplin tanpa kompromi, apapun latar belakang para terlapor.
Mengutip Wakil Ketua MKD Gerindra, Imron Amin saat membacakan pertimbangannya, “Menghukum Dr Ahmad Sahroni nonaktif selama enam bulan terhitung sejak putusan dibacakan,” ucapnya. Sementara itu, Eko Patrio dinyatakan melanggar kode etik dan menerima penonaktifan selama empat bulan. Nafa Urbach mendapat hukuman serupa, namun dengan masa penonaktifan lebih singkat.
Di sisi lain, Adies Kadir dan Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran dan langsung diaktifkan kembali menjadi anggota DPR. Dalam putusan MKD, “Uya Kuya dianggap tidak melanggar kode etik dan statusnya sebagai anggota dewan langsung diaktifkan,” sebagaimana dicatat media. Data dari Kompas dan Tribunnews juga menunjukkan keputusan bebas etik bagi kedua anggota tersebut.
Aksi joget di Sidang Tahunan yang sempat viral menjadi pemicu utama sidang MKD. Berdasarkan kesaksian ahli hukum Satya Adianto dalam persidangan: “Pada masa Pak Jokowi itu ada yang lagu Ojo Dibandingke, itu semua ikut menari. Yang kemarin juga ada lagu Tabola Bale itu semua menari juga itu, ya. Jadi itu biasa sebagai ekspresi, kalau menurut saya,” jelasnya.
Ahli media sosial Ismail Fahmi menegaskan pentingnya klarifikasi isu di publik. “Ini yang harus kita perhatikan ke depan, ketika ada sebuah isu yang kita rasa tidak pas, kita harus segera klarifikasi,” katanya di sidang MKD. Aksi beberapa anggota yang viral disebut terjadi spontan tanpa motif kenaikan gaji, seperti ditegaskan Pembina Koordinator Orkestra Unhan, Letkol Suwarko: “Reaksi anggota DPR yang berjoget saat penampilan orkestra dalam rangkaian Sidang Tahunan MPR…murni karena terhibur, bukan karena adanya informasi kenaikan gaji anggota DPR. Saya tak mendengar adanya informasi kenaikan gaji selama persidangan berlangsung,” tegasnya.