Connect with us

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Desa Pancasila, Ikhtiar Bersama Dalam Merawat Masa Depan Kemajemukan

Published

on

Oleh : Sahrain Bumulo
Staff Pengajar di Sosiologi FIS UNG

Bukanlah hal yang mustahil, jika di masa depan, Desa Banuroja menjadi model tata kelola kemajemukan di Kawasan Teluk Tomini, bahkan di Indonesia secara umum.  Salah satu yang menarik dari desa ini adalah selama 39 tahun masyarakat desa Banuroja merawat kemajemukan sejak 1981-2020. Tepat tanggal 16 Januari 2020 kemarin dilaksanakan acara pencanangan Desa Banuroja sebagai Desa Pancasila oleh Rektor UNG bersama PEMDA Kabupaten Pohuwato. Pencanangan Desa Pancasila ini merupakan bagian dari ikhtiar bersama untuk menjaga keutuhan hidup berbangsa di tengah gempuran isyu radikalisme, intoleransi, dan konstrukesi identitas “mayoritas versus minoritas”. Di sisi lain, agenda pencanangan Desa Pancasila ini juga merupakan kado ulang tahun untuk Desa Banuroja di usianya yang memasuki 39 tahun. Semoga panjang umur kemajemukan Desa Banuroja.

Jika ditelusuri lebih jauh, memang pencanangan Desa Pancasila di Banuroja bukanlah yang pertama di Indonesia, sebab Desa Pancasila pertama kali dicanangkan di Desa Balun Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan Propinsi Jawa Timur. Sejauh ini, hasil penelusuran penulis dalam beberapa literatur yang membahas soal Desa Balun, diketahui bahwa Desa Balun menjadikan kerukunan tiga agama (Islam, Kristen, dan Hindu) sebagai icon atau ciri khas desanya. Berbeda dengan Desa Banuroja, dimana desa ini tidak hanya memiliki keberagaman agama (Islam, Kristen, dan Hindu), namun juga memiliki keberagaman etnik diantaranya: Bali, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Jawa (Jawa Barat, jawa Timur, dan Jawa Tengah), Minahasa, Sangir, Batak, Toraja, dan Flores. Selain kemajemukan agama dan etnik, memasukan kepentingan seluruh identitas etnik dan agama dalam tata kelola pembangunan pedesaan, merupakan keunikan tersendiri dari Desa Banuroja dibandingkan dengan Desa-desa lainnya.

Banuroja Sebagai Model Tata Kelola Kemajemukan Di Kawasan Teluk Tomini

Kawasan teluk Tomini memiliki sejarah kelam, terkait konflik sosial masyarakat majemuk. Masih hangat di ingatan kita tentang konflik Poso. Hasrullah (2009) dalam penelitiannya pada konflik berdarah di Poso, dimana salah satu pemicu terjadinya konflik berdarah di Poso adalah perebutan kekuasaan di pemerintahan. Percaturan politik dalam kekuasaan yang selama berpuluh-puluh tahun didominasi oleh kelompok Nasrani akhirnya tergusur dengan adanya alasan demokrasi. Kondisi tersebut yang menimbulkan perasaan penggusuran yang menyebabkan kelompok identitas Kristen tidak lagi mendapat jabatan yang layak dalam struktur pemerintahan. Kelompok Kristiani yang seyogianya merupakan penduduk lokal, merasa bahwa kelompok pendatang (Muslim) telah merampas hak-hak politik mereka sebagai tuan rumah di negeri ini.

Pada konteks ini, yang menarik dari Desa Banuroja adalah struktur kekuasaan (dalam hal ini pemerintahan desa) yang merata berdasarkan komposisi agama dan etnik. Salah satu contohnya adalah, jika Islam yang menjadi kepala desa, maka sekretarisnya diberikan ke pemeluk agama Hindu atau Kristen. Kemudian juga, untuk struktur pemerintahan desa disusun berdasarkan komposisi identitas agama dan etnis masyakat yang mendiami Desa Banuroja.

Fakta toleransi dari masyarakat Banuroja dapat dilacak pada waktu pembangunan pesantren, dimana warga Bali dan etnis lainnya ikut bekerja membangun, tanpa melihat perbedaan etnis dan agama dalam diri masing-masing, begitu pun sebaliknya. Bahkan, praktek hidup toleran dapat dilihat ketika ada acara keagamaan seperti hari-hari besar dari masing-masing agama, dimana masing-masing agama saling mengundang satu sama lain. Kehidupan toleran dan saling menghargai ini telah berlangsung sejak lama.

Banuroja telah merawat kemajemukan selama 39 tahun. Meski kadang diterpa dengan berbagai macam persoalan yang melibatkan indetitas etnis dan agama, namun permasalahan yang timbul mampu diminimalisir dengan cara penyelesaian secara kekeluargaan. Masyarakat selalu mengedepankan kekeluargaan, sehingga setiap permasalahan yang muncul selalu diselesaikan secara kekeluargaan, misalnya dengan menghadirkan tokoh dari masing-masing agama dan etnik. Praktek toleransi ini yang kemudian menjadi modal utama masyarakat dalam merawat kemajemukan di Desa Banuroja.

Pada konteks lain, hal yang unik dari Banuroja adalah amalgamasi (perkawinana campur) yang merupakan bagian dari terjaganya harmonisasi masyarakat di Desa Banuroja. Perkawinan campur sudah sering terjadi, baik perkawinan beda etnik maupun perkawinan beda agama. Perkawinan campur tersebut, semakin memperkuat tali silaturahmi antar etnik dan agama. Hal tersebut dianggap biasa karena masyarakat Banuroja lebih mengedepankan hak asasi sebagai individu yang bebas memilih jalan kehidupannya masing-masing, selama hal tersebut tidak mengganggu ketentraman masyarakat lainnya.

Pendekatan Etno-demografi (Kemajemukan Masyarakat) dalam Pembangunan Pedesaan

Hemat penulis, goals dari Desa Pancasila adalah tata kelola pembangunan pedesaan yang mempertimbangkan komposisi etno-demografi (kemajemukan penduduk). Mengingat, isyu konflik etnis, diskriminasi identitas etnis dan agama, dan radikalisme sedang menguat di tengah masyarakat majemuk di Indonesia. Pada konteks ini, UNG melalui agenda-agenda strategisnya, perlu mengambil bagian dalam tata kelola pembangunan desa yang mempertimbangkan etno-demografi khusus desa-desa yang memiliki komposisi masyarakat majemuk. Desa Pancasila tak hanya sekedar bicara soal harmonisasi, toleransi, dan kerukunan, namun lebih dari itu, dimana tata kelola pembangunan pedesaannya pun harus mempertimbangkan nilai-nilai Pancasila. Terutama, dalam setiap kebijakan pembangunan desa, harus mempertimbangkan kepentingan semua etnik dan agama.

Sejalan dengan hal di atas, lahirnya UU Desa perlu dimanfaatkan sebagai peluang dalam menumbuhkan kerjasama antar kelompok etnik. Di samping itu, peluang ini menjadi kesempatan UNG melalui agenda-agenda strategisnya untuk hadir sebagai “mediator” dalam “mendamaikan” “wacana negatife” dalam masyarakat multietnik di kawasan Teluk Tomini, melalui kebijakan dan program terkait dengan pembangunan kawasan pedesaan. Salah satu agenda untuk memprakarsai kerjasama antar etnik yakni, dengan cara intervensi akademisi dalam hal ini universitas, di mana universitas melalui Tridharma Perguruan Tinggi (Pendidikan dan pengajaran, Penelitian dan Pengembangan, dan Pengabdian Pada Masyarakat), harus hadir melalui kebijakan dan program pembangunannya untuk melibatkan kelompok-kelompok etnik dalam pembangunan tersebut.

Sejalan dengan hal itu, perlu dilihat pra-sarat yang dibangun dalam masyarakat, misalnya keseimbangan etno-demografi, segregasi, dan asimilasi (dalam bentuk kerjasama). Pertama, jika keseimbangan etno-demografi terjadi dalam konteks sebaran etnik, maka adanya isyu mayoritas-minoritas dapat ditekan; kedua, potensi kerjasama digunakan untuk mengkanalisasi adanya potensi aktivitas ekonomi yang dapat menciptakan ketimpangan antar etnik; ketiga, jika segregasi penguasaan ekonomi melahirkan adanya kelompok-kelompok yang “mendominasi dan didominasi”, maka hal ini akan membuka ruang terjadinya pertarungan antar kelompok etnik.

Pada konteks ini, etnisitas menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam setiap agenda pembangunan Pedesaan. Merujuk pada tiga pra-sarat di atas, ketiga pra-sarat tersebut sangat menentukan proyeksi yang akan terjadi ke depan. Bilamana prasarat yang lebih mendominasi wacana pada masyarakat multi-etnik adalah ekonomi, maka dipastikan bahwa kondisi ini sangat mengancam tatanan masyarakat multietnik di kawasan Teluk Tomini. Sebaliknya, jika potensi asimilasi dan kerjasama lebih dominan terjadi, maka dipastikan bahwa “distingsi identitas” akan dapat diminimalisasi, sehingga kedudukan identitas etnis (mayor-minor, maupun pendatang-lokal) akan mendapatkan posisi yang seimbang dalam pembangunan pedesaan. Hal ini kemudian akan menutup ruang ketimpangan antar kelompok etnik.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertorial

Mahasiswa UNG Penerima Beasiswa YVDMI Dibekali Keterampilan dan Motivasi Akademik

Published

on

UNG – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjadi tuan rumah Regional Meeting Yayasan Van Deventer-Maas Indonesia (YVDMI) yang diikuti mahasiswa penerima beasiswa YVDMI di kampus tersebut.

Kegiatan ini digelar sebagai wadah untuk memperkuat jejaring antar-penerima beasiswa, meningkatkan kapasitas diri, serta mempererat komunikasi antara YVDMI dengan mahasiswa penerima manfaat. Dalam pertemuan ini, peserta memperoleh berbagai pembekalan, mulai dari pengembangan soft skills, motivasi akademik, hingga strategi persiapan menghadapi dunia kerja.

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni UNG, Prof. Dr. Mohamad Amir Arham, M.E., menyampaikan apresiasi atas kepercayaan YVDMI dalam mendukung pendidikan mahasiswa UNG. Ia menekankan bahwa beasiswa tersebut bukan hanya bantuan finansial, tetapi juga dorongan moral untuk terus berkembang.

“Universitas Negeri Gorontalo menyampaikan terima kasih kepada Yayasan Van Deventer-Maas Indonesia yang telah memberikan kepercayaan serta dukungan kepada mahasiswa kami. Beasiswa YVDMI bukan hanya sekadar bantuan finansial, tetapi juga motivasi besar bagi mahasiswa untuk terus maju dan berkembang,” ujar Amir.

Ia berharap mahasiswa penerima beasiswa dapat memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, tidak hanya untuk meraih prestasi akademik, tetapi juga dalam membangun karakter, kepemimpinan, dan kepedulian sosial.

“Mari jadikan kesempatan ini sebagai bekal dalam menggapai cita-cita sekaligus memberi manfaat yang luas bagi masyarakat,” tambahnya.

Dengan terselenggaranya Regional Meeting ini, penerima beasiswa YVDMI di UNG diharapkan semakin termotivasi menjaga prestasi, menumbuhkan rasa percaya diri, serta mempersiapkan diri menjadi generasi muda berdaya saing tinggi dan mampu memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Continue Reading

Advertorial

Ekspedisi Patriot: UNG Jadi Mitra Strategis IPB dalam Pemetaan Potensi Ekonomi Daerah

Published

on

UNG – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menunjukkan komitmen besarnya dalam mendukung program implementasi Ekspedisi Patriot, sebuah inisiatif Kementerian Transmigrasi yang melibatkan tujuh perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Dalam program ini, UNG berkolaborasi dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memperkuat peran akademisi lokal dalam mendukung riset dan pemetaan potensi ekonomi wilayah.

Komitmen ini diwujudkan melalui pertemuan antara Tim Ekspedisi Patriot IPB Pawonsari bersama tim akademisi UNG, yang disambut langsung oleh Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Abdul Hafidz Olii, M.Si., di Gedung Rektorat UNG, Rabu (27/08/2025).

Perwakilan IPB, Dr. Roza Yusfiandayani, S.Pi., menuturkan bahwa kolaborasi dengan UNG merupakan langkah strategis untuk memperkuat sinergi antara perguruan tinggi nasional dan daerah.

“Program ini merupakan wujud dukungan Kementerian Transmigrasi yang melibatkan IPB, ITB, UI, UGM, UNPAD, UNDIP, ITS, serta mitra lokal seperti UNG. Sinergi ini akan mempercepat terwujudnya misi Ekspedisi Patriot,” jelasnya.

Ekspedisi Patriot sendiri mengemban misi riset dan pemetaan potensi ekonomi wilayah sebagai bagian dari upaya mewujudkan Asta Cita Presiden RI – delapan cita-cita pembangunan nasional yang strategis untuk kemajuan bangsa dan pemerataan kesejahteraan.

Mewakili Rektor UNG, Prof. Abdul Hafidz Olii menyambut antusias kolaborasi tersebut dan menegaskan kesiapan UNG untuk berkontribusi aktif.

“Melalui inisiasi kolaborasi ini, UNG berkomitmen bersinergi dalam penelitian, pengabdian masyarakat, dan pengembangan sumber daya manusia yang mendukung kesuksesan Ekspedisi Patriot. Kami berharap hasil riset ini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan daerah maupun nasional,” ungkapnya.

Dengan sinergi antara perguruan tinggi nasional dan lokal, diharapkan program ini tidak hanya memperkuat basis akademik dan riset, tetapi juga menjadi motor penggerak percepatan pembangunan ekonomi dan sosial berbasis potensi daerah.

Continue Reading

Advertorial

Biologi FMIPA UNG Konsisten Jadi Andalan Universitas di Ajang ONMIPA

Published

on

UNG – Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) kembali menunjukkan konsistensi luar biasa dalam ajang Olimpiade Nasional Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (ONMIPA) Tingkat Universitas Tahun 2025. Melalui pencapaian yang solid, Jurusan Biologi berhasil mempertahankan posisinya sebagai perwakilan UNG di kompetisi tingkat wilayah.

Mahasiswa Jurusan Biologi berhasil meraih 1 medali perak, yang dipersembahkan oleh Harista Agustina (Program Studi Pendidikan Biologi) sebagai runner-up bidang biologi.

Ketua Jurusan Biologi FMIPA UNG, Dr. Yuliana Retnowati, memberikan apresiasi atas dedikasi dan prestasi mahasiswanya.

“Pencapaian medali perak dalam kompetisi ONMIPA tahun ini patut mendapat apresiasi tinggi. Bagi Jurusan Biologi, prestasi ini bukan sekadar medali, tetapi juga konsistensi kita dalam mempertahankan posisi sebagai wakil universitas di tingkat wilayah,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa keberhasilan ini menjadi bukti kekuatan fondasi pembinaan akademik di jurusan.

“Mahasiswa kita telah membuktikan bahwa Jurusan Biologi memiliki dasar yang kuat dalam mengembangkan kemampuan sains. Sistem pembelajaran dan pembinaan yang kita terapkan berjalan efektif, dan ini terbukti dengan capaian yang berkelanjutan,” tambahnya.

Harista Agustina akan kembali menjadi andalan UNG pada ONMIPA Tingkat Wilayah LLDIKTI XVI Tahun 2025. Persiapan strategis pun tengah disusun untuk memastikan performa optimal di ajang tersebut.

“Kami percaya diri dengan kemampuan mahasiswa. Pengalaman bertahun-tahun mewakili universitas memberi kita bekal yang berharga. Persiapan tidak dimulai dari nol, melainkan dari fondasi yang sudah kuat,” tegas Dr. Yuliana.

Prestasi berkelanjutan Jurusan Biologi FMIPA UNG ini tak hanya menjaga reputasi UNG sebagai institusi dengan program sains unggulan, tetapi juga menjadi inspirasi bagi mahasiswa untuk terus mengembangkan potensi akademik serta berkontribusi dalam penguatan sumber daya manusia di bidang sains.

“Konsistensi bukan berarti stagnan, tetapi kemampuan untuk terus berkembang sambil mempertahankan kualitas. Itulah yang akan terus kami lakukan ke depan,” pungkas Dr. Yuliana.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler