Connect with us

Ruang Literasi

Di Duga Geser Beasiswa Mahasiswa Protes Ke Gubernur

Published

on

Oleh : Ahmad Musa

Kebijakan PTN dan PTS yang ada di provinsi Gorontalo harus di ikuti dan di suport oleh pemerintah dalam hal mencarikan solusi kepada mahasiswa yang terkena dampa covid 19 .

UNG dan PT lainnya sudah melakukan langkah langkah solutif untuk meringankan beban mahasiswa tentu ini harus didukung oleh pemerintah bukan malah menggeser anggaran beasiswa sebagimana itu adalah hak mereka sebagai penerima,belum lagi mereka telah melengkapi semua berkas yg menjadi syarat dan kritereria sebagai penerima .

Saya berharap ini harus menjadi evalusi terhadap pemerintah untuk tidak menggeser anggaran ini ,Masi bayak aggaran yg bisa di alokasikan untuk penanganan covid 19.

Langkah yang diambil oleh pemerintah daerah provinsi Gorontalo dalam rangka penangan covid 19 dengan menggeser anggaran beasiswa daerah kurang lebih senilai 8 M itu sangat tidak tepat.

seharusnya pemerintah segera merealisasikan beasiswa yg telah di usulkan melalui Dikbudpora untuk segera di cairkan, mengingat situasi saat ini para orang tua mahasiswa itu betul betul sangat terkena dampak dari pada pandemi ini.

belum lagi dari data yang menjadi penerima tersebut reta rata memiliki penghasilan dibawa rata rata . Bila perlu pemerintah harus menambah anggaran tersebut sehingga pemanfaatannya bisa di rasakan oleh mahasiswa lainnya.Sangat di sayangkan pemerintah saat ini tidak hadir dalam mengambil kebijakan untuk merealisasikan beasiswa yang sudah di anggarkan tersebut.

Bagi saya untuk menyelamatkan yang lain tidak harus mengorbankan yang lain ,ada beberap pekerjaan pemerintah yang saya pikir belum terlalu urgen untuk dilaksanakan tahun ini ,misalnya renovasi gedung kantor kejaksaan tinggi Gorontalo dengan nilai proyek 3,7 M ,ini kan renovasi artinya gedung ini Masi bisa di gunakan sehingga bagi saya ini belum terlalu prioritas .

Sebagaimana kita ketahui mahasiswa adalah satu entitas masyarakat yang notabennya adalah mereka yang belajar di perguruan tinggi negri maupun swasta. Sebagai mana satu institusi atau kampus tanpa mahasiswa tentu perguruan tinggi tersebut tidak akan berjalan sebagamana yang kita harapkan. dari sinilah hubungan antara mahasiswa dan kampus itu terbangun.

Adanya covid 19 ini membawa dampak yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Dampak yang serius juga dirasakan pada sektor pendidikan, ada sebuah kebijakan pemerintah yang dibuat pemerintah yang dampaknya sangat dirasakan oleh mahasiswa, yaitu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara daraing.hal ini merupakan langkah kongrit dari pemerintah untu memutuskan penyebaran virus corona dan jumlah kasus yang semakin bertambah. Dari aspek ekonomi tentu ini sangat memberatkan para mahasiswa dimana mahasiswa tersebut harus dibebankan biaya paket data untuk melangsungkan perkuliahan .

Berbagai formulasi kebijakan oleh masing masing kampus telah dilakukan sebagai langkah kongrit sehingga mahasiswa dapat melangsungkan perkuliahan. sebagaimana kampus dimana saya kuliah (Universitas Negeri Gorontalo) telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang menurut saya itu bagian dari langkah solutif. Diantaranya memberikan mahasiswa paket data ,memberikan mahasiswa sembako,bahkan baru baru ini rektor ung telah menyampaikan tentang keringanan pembayaran ukt mahasiswa ini serta merta untuk menjawab kegalaun mahasiswa.

Sayangnnya kebijakan kampus ini tidak dibarengi dengan langkah pemerintah daerah provinsi gorontalo dalam hal menjawab keresahan tadi, saya berharap kepada anggota DPRD provinsi Gorontal,TAPD, untuk mengadakan pertemuan kembali dengan gubernur Gorontalo untuk membahas kembali terkait dengan pergeseran anggaran tersebut

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ruang Literasi

Media Sosial dan Rasa Tidak Cukup

Published

on

Penulis : M.Z. Aserval Hinta

Di jaman ini, tiap orang seolah hidup di dua dunia sekaligus. Di satu sisi, kita punya kehidupan nyata dengan segala rutinitas yang kadang membosankan. Tapi di sisi lain, ada dunia digital yang selalu hidup—selalu ada hal baru yang muncul setiap kita buka layar. Kadang kita hanya ingin lihat sebentar, tapi tiba-tiba sudah habis waktu berjam-jam tanpa sadar. Scroll sedikit jadi scroll panjang, cuma mau cek notifikasi malah berakhir di video acak yang entah kenapa terasa menarik.

Buat Generasi Z seperti saya, media sosial itu semacam panggung kecil. Tempat menunjukkan versi terbaik dari diri sendiri—foto yang sudah diedit sedikit, caption yang dipikirkan matang, atau story yang sengaja dipost biar terlihat “oke”. Kita tahu itu hal biasa, tapi tetap aja kadang muncul perasaan aneh, seperti kita harus selalu terlihat baik-baik saja. Padahal, di balik layar, hidup ya nggak selalu semulus feed Instagram.

Di sana juga ada semacam dorongan untuk membandingkan diri. Melihat teman yang sudah sukses, jalan-jalan ke mana-mana, punya pasangan harmonis, atau karier yang seakan cepat banget naik. Dan tanpa sadar, kita merasa tertinggal. Padahal yang kita lihat cuma potongan kecil dari hidup orang lain—sekedar highlight, bukan keseluruhan cerita. Tapi media sosial memang pintar membentuk ilusi, sampai-sampai lupa bahwa setiap orang punya ritme masing-masing.

Meski begitu, media sosial juga punya sisi yang bikin kita tetap bertahan. Ada komunitas-komunitas kecil yang bikin kita merasa nggak sendirian. Ada tempat belajar hal baru, dari tips keuangan sampai cara foto biar aesthetic. Ada orang-orang baik yang tanpa sadar menguatkan kita lewat postingan sederhana. Di tengah ramainya dunia maya, kita tetap bisa menemukan hal-hal yang memberi arti.

Akhirnya, media sosial bukan cuma soal tampilan. Ia adalah cermin yang memperlihatkan siapa kita ketika sedang mencari tempat di dunia yang makin cepat berubah. Kita mungkin belum sempurna, masih belajar, masih jatuh bangun. Tapi selama kita tetap ingat bahwa hidup asli lebih penting daripada likes dan views, dunia digital ini bisa jadi ruang yang bukan hanya menghibur, tapi juga membentuk kita jadi pribadi yang lebih sadar dan lebih manusia.

Gen Z

Continue Reading

Gorontalo

Medsos, Ladang Manfaat yang diubah Fungsi

Published

on

Oleh : Sudirman Mile

Sejak facebook bisa menghasilkan uang dg merubah akun biasa menjadi akun profesional, begitu banyak yg jadi tidak profesional dalam menghadirkan konten di setiap postingan mereka.

Dari hak cipta hingga adab dan etika dalam mengkomposisi dan menyebarkan sebuah konten, tidak dipelajari dan diperhatikan oleh orang-orang ini, dan hasilnya, viral secara instan namun gaduh dan membuat polemik di tengah masyarakat.

Beberapa contoh kasus telah sering terjadi, dan yg menyedihkan adalah, para pegiat medsos lain ikut serta di dalam kolom komentar seolah menjadi wasit maupun juri tentang hal yg menjadi pembahasan.

Booming dan menjadi pembicaraan dimana-mana. Setiap orang merasa bangga krn bisa terlibat dalam konten-konten viral tersebut walaupun jauh dari manfaat dan nilai-nilai edukasi.

Di kalangan milenial dan gen z yg awam, ini membentuk opini mereka bahwa, trend polemik dalam bermedsos hari ini adalah sebuah kewajaran hingga membuat mereka menormalisasi keadaan tadi di aktifitas kesehariannya.

Akibatnya, para pegiat media sosial yang tidak memperhatikan isi kontennya secara baik tadi, menciptakan musuh dan lawan di kehidupan nyatanya, bahkan saling melaporkan satu sama lain akibat tindakan yg tidak menyenangkan dari sesama pegiat medsos lainnya.

Olehnya, dalam menjadi kreator konten di jaman yg serba cepat segala informasinya, kita butuh belajar dan memahami banyak aspek, agar bermedsos dan monetisasi selaras dg nilai-nilai edukasi yg seharusnya menjadi tujuan dalam bermedia sosial, yakni menyambung tali persaudaraan melalui dunia internet.

Continue Reading

Gorontalo

Yang Menyatukan Warga Ternyata Bukan Kafe Mewah, Tapi Kursi Lipat

Published

on

Oleh: Zulfikar M. Tahuru

Gorontalo – Pelataran Pasar Sentral di Kota Gorontalo belakangan menjadi ruang berkumpul yang semakin ramai. Pada malam hari, area yang siang harinya dipenuhi aktivitas jual beli kebutuhan dapur itu berubah menjadi titik temu warga. Kursi lipat, booth portabel yang bisa pasang-bongkar dengan cepat, serta deretan pedagang UMKM membentuk suasana yang hangat dan cair. Di sini, orang-orang merasa cukup hadir apa adanya — tanpa desain interior, tanpa tema suasana, dan tanpa batasan sosial tak kasat mata.

Fenomena ini menunjukkan perubahan kebiasaan warga dalam memilih ruang perjumpaan sosial. Jika sebelumnya banyak aktivitas berkumpul berlangsung di kafe dan ruang privat yang menonjolkan estetika visual, kini ruang terbuka dengan biaya rendah justru lebih diminati. Selain pertimbangan harga, ruang terbuka memberi kenyamanan: siapa saja dapat hadir tanpa tekanan penampilan dan tanpa tuntutan minimal order.

Namun ada pertanyaan yang perlu dicermati lebih lanjut. Apakah keramaian ini merupakan perpindahan dari ruang yang lebih mahal menuju ruang terbuka? Ataukah sejak awal banyak warga yang memerlukan ruang sosial yang lebih ramah, dan baru sekarang ruang itu tersedia?

Demikian pula, siapa yang berjualan di sana: pelaku UMKM baru yang sedang membangun usaha, atau pelaku usaha yang sudah mapan yang memperluas cabang usahanya di ruang terbuka?

Pertanyaan-pertanyaan di atas layak diteliti secara lebih rinci oleh kalangan akademisi dan kaum terpelajar.

Yang jelas, Kota Gorontalo sedang menunjukkan arahnya. Ruang hidup itu tumbuh dari bawah. Dan sejauh ini, Pemerintah Kota memilih untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhannya. Ruang publik tidak langsung dikenakan retribusi, tetapi dibiarkan menemukan bentuknya terlebih dahulu.

Tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa ruang tersebut tetap inklusif, terbuka, dan tidak mengambil bentuk yang hanya menguntungkan sebagian kecil pihak.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler