GORONTALO-Sejak kasus korona pertama diumumkan di Indonesia pada Maret 2020, Organisasi Salam Puan telah bergerak cepat membantu mitigasi wabah dengan memberikan edukasi kepada masyarakat. Cara ini ditempuh baik melalui social media maupun secara langsung.
Selain edukasi seperti tata cara pencegahan wabah, PHBS, dan penggunaan masker, LSM ini juga telah menggalang donasi sebanyak 523 masker kain untuk dibagikan ke pekerja harian, seperti tukang bentor, tukang sayur, dan ibu-ibu.
Dan khusus pada Perayaan Hari Kartini yang jatuh pada 21 April 2020 ini, Salam Puan mengajak seluruh perempuan di Gorontalo untuk bersama dalam GerakanDapurKartini untuk melawan pandemi Covid-19.
Direktur Salam Puan Asriyati Nadjamuddin menyebutkan, gerakan ini berkaitan dengan penyediaan asupan gizi dalam keluarga sehingga mampu melawan ancaman virus korona yang semakin mengganas. Momentum ini memberikan peluang bagi perempuan untuk berdaya sebagai pihak yang memegang peranan penting dalam melawan Covid-19 melalui peningkatan nutrisi maupun produksi pangan. Sebab, keterkaitan pandemi Covid-19 sangat erat dengan pola hidup sehat di antaranya stabilitas kekebalan tubuh.
Di dalam #Gerakan Dapur Kartini sedikitnya memiliki empat misi utama yang harus dilakukan para ibu. Di antaranya dapur menyajikan makanan dengan standar gizi yang dibutuhkan keluarga, dapur mengolah tanaman obat keluarga (TOGA) sebagai suplemen keluarga, dapur menyisihkan sajian bergizi bagi warga miskin dan yang terdampak dengan Covid-19, dan dapur mengurangi polutan secara material (sampah plastik dan sejenisnya) serta bahan-bahan kimia yang berdampak buruk pada tubuh.
Selain itu, Asriyati Nadjamuddin juga mengimbau agar perempuan dapat kreatif dalam memanfaatkan lahan kosong sebagai tempat menanam tanaman pangan.
“Para ibu yang tinggal di pedesaan biasanya akan memanfaatkan tanah di sekitar rumahnya untuk menanam bermacam kebutuhan pangan. Ketela, cabe, sayuran, bumbu dapur, dan palawija biasanya ditanam di sekitar rumah untuk menunjang pangan keluarga. Mereka yang tinggal di perkotaan dengan lahan perumahan yang sempit bisa memanfaatkan pot untuk menanam beragam sayuran yang bermanfaat bagi keluarga,” ujarnya.
Perempuan juga lanjut Asriyati, dapat melakukan diversifikasi pangan, misalnya, seorang anak yang sejak kecil dibiasakan untuk mengkonsumsi karbohidrat dari beragam jenis makanan seperti ketela, jagung dan sagu kelak akan terbiasa mengonsumsi pangan non beras. Ini akan membantu dalam ketahanan pangan keluarga selama masa pandemi Covid-19 dan setelahnya.
Oleh: Asral Kelvin
Akademisi Fakultas Ekonomi IAIN Gorontalo
Saya ingin memulai tulisan ini dengan satu pertanyaan sederhana: apa salahnya membuat rakyat tersenyum?
Sebab, salah satu penghargaan tertinggi bagi seorang pemimpin adalah ketika rakyatnya tersenyum—bukan karena basa-basi, tetapi karena benar-benar merasakan kebijakan yang berpihak pada kehidupan mereka.
Beberapa waktu terakhir, saya memperhatikan perdebatan hangat soal pemanfaatan trotoar di Jalan Eks Panjaitan (kini Jalan Nani Wartabone) oleh para pelaku UMKM. Saya tidak hendak masuk dalam ranah hukum, karena itu bukan keahlian saya. Namun sebagai akademisi ekonomi, izinkan saya berbicara tentang perputaran uang, geliat ekonomi rakyat, dan peluang wisata kuliner kota.
⸻
1. Mengapa Harus Jalan Nani Wartabone?
Lokasi ini adalah salah satu kawasan paling hidup di Kota Gorontalo. Dalam teori ekonomi, keramaian adalah magnet utama perputaran uang.
Mari kita lihat secara sederhana: bila dalam satu malam saja kawasan ini dikunjungi 200 orang, dan masing-masing membelanjakan Rp50.000 untuk menikmati kuliner lokal, maka terjadi perputaran uang sebesar Rp10 juta hanya dalam satu malam.
Itu baru dari pembeli kuliner. Belum dari parkir, minuman, jasa musik, dan lain-lain. Artinya, trotoar yang hidup bukan hanya ruang ekonomi kecil, tetapi denyut ekonomi kota.
Jika 200 pelaku UMKM bisa tersenyum karena dagangannya laku, maka sesungguhnya ada 200 senyuman rakyat untuk pemimpinnya.
⸻
2. Adakah Kota di Dunia yang Membiarkan Trotoar untuk UMKM?
Banyak.
Mari lihat ke Bangkok, Thailand, tepatnya di Jalan Yaowarat—ikon kuliner jalanan paling populer di Asia Tenggara. Para pedagang memenuhi badan jalan dan trotoar, namun tidak menjadikan Bangkok kota yang semrawut. Sebaliknya, Yaowarat menjadi magnet wisata kuliner dunia, dikunjungi ribuan orang setiap malam.
Para wisatawan justru datang untuk menikmati streetfood itu—bukan menghindarinya.
⸻
3. Di Indonesia, Apakah Ada Contohnya?
Ada, bahkan sangat ramai.
Cobalah telusuri Jalan Pancoran, Glodok – Jakarta Barat. Di sana, trotoar telah menjadi ruang kreatif UMKM. Ada pedagang bakso viral yang antreannya mengular, ada pula aneka jajanan yang diulas oleh konten kreator nasional.
Artinya, ruang kecil di trotoar bisa menjadi panggung ekonomi besar bila diatur dengan baik. Tak sekadar tempat jualan, tapi juga destinasi wisata kuliner urban.
Apakah itu mungkin di Gorontalo? Saya percaya bisa.
⸻
4. Bayangkan Jika Itu Terjadi di Kota Gorontalo
Bayangkan ketika penerimaan mahasiswa baru Universitas Negeri Gorontalo tiba. Jalan Nani Wartabone menjadi salah satu destinasi utama—ramai, bersih, teratur, dan penuh aroma kuliner lokal.
Di sana bukan hanya makanan yang dijual, tapi cerita dan kebanggaan lokal.
Para wisatawan, mahasiswa, hingga warga luar daerah akan mengenal Gorontalo bukan hanya lewat Danau Limboto atau Benteng Otanaha, tapi juga lewat senyum para pedagang di trotoar Nani Wartabone.
⸻
Penutup: Antara Harapan dan Kolaborasi
Saya tidak sedang menggurui, dan saya tidak berpihak pada siapa pun. Saya mencintai Pak Gubernur dan Pak Wali Kota sebagai dua khalifah yang sedang berjuang untuk Gorontalo.
Saya hanya berharap, suatu hari keduanya bisa duduk bersama, membicarakan bagaimana mewujudkan kawasan ekonomi rakyat yang sekaligus menjadi ikon pariwisata kota.
Jika Thailand memiliki Jalan Yaowarat,
dan Jakarta memiliki Jalan Pancoran,
maka Gorontalo layak memiliki Jalan Nani Wartabone sebagai simbol ekonomi kreatif dan senyum rakyat yang hidup.
Sebab, pada akhirnya —
pembangunan bukan hanya soal beton dan gedung tinggi,
tapi tentang bagaimana rakyat bisa tersenyum dengan perut yang kenyang dan hati yang tenang.
Pohuwato – Di balik hiruk-pikuk aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, terungkap adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang berlangsung dengan modus “uang pengaman”. Sebuah pos penjagaan yang seharusnya berfungsi sebagai titik pengawasan malah diduga berfungsi sebagai “loket liar” yang mengenakan biaya kepada alat berat yang melintas menuju lokasi tambang ilegal.
Penelusuran Tim Barakati.id menemukan dua titik lokasi tambang ilegal di kawasan tersebut, yakni di Marisa Lima dan Desa Puncak Jaya (Marisa Enam). Namun, hanya di Desa Puncak Jaya ditemukan adanya pos yang diduga menjadi tempat pengumpulan retribusi liar. Setiap alat berat, terutama jenis eskavator, yang ingin menuju lokasi tambang ilegal tersebut dilaporkan wajib membayar uang pengaman sebesar Rp5 juta per unit. Uang ini dikatakan digunakan untuk “mengamankan” alat berat agar bisa melintas tanpa hambatan.
Fenomena pungutan liar ini memunculkan banyak pertanyaan. Siapa yang mengatur aliran “retribusi liar” ini, dan bagaimana mungkin praktik seperti ini bisa berlangsung lama tanpa adanya tindakan tegas dari pihak berwenang?
Tim Barakati.id hingga saat ini masih berupaya mengonfirmasi dugaan pungli ini dengan menghubungi pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait. Namun, respons dari pihak berwenang terkait hal ini masih belum diperoleh.
Dugaan adanya “bisnis pengamanan” yang terjadi di area tambang ilegal ini semakin mencoreng wajah Kabupaten Pohuwato yang dikenal sebagai penghasil emas. Praktik ini juga menambah panjang daftar persoalan terkait dengan aktivitas tambang ilegal yang sudah menjadi sorotan masyarakat.
Pohuwato – Kasus dugaan pembacokan yang terjadi di wilayah KM 18, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pohuwato. Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pohuwato pada Jumat (16/10/2025).
Dalam pelimpahan ini, tiga tersangka resmi diserahkan kepada pihak kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Ketiganya adalah:
Arlin Asumbo alias Lilin, warga Desa Telaga Biru, Kecamatan Popayato
Syarif Hemuto alias AY, warga Desa Marisa, Kecamatan Popayato Timur
Rano Nani, warga Desa Lemito Utara, Kecamatan Lemito
Pelimpahan ini dilakukan berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Pohuwato dengan nomor B-2301/P.5.14/Eoh.1/10/2025 tertanggal 16 Oktober 2025, yang menyatakan bahwa penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21).
Barang bukti yang turut diserahkan dalam proses pelimpahan tersebut antara lain:
Satu buah senapan angin berwarna merah silver dengan tabung hitam dan teleskop hitam
Satu pasang baju kaos berkerak abu-abu dan celana jeans panjang biru
Dua buah parang dengan panjang bilah berbeda
Penyerahan tersangka dan barang bukti diterima langsung oleh Jaksa Muda Adit Wibowo, selaku Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pohuwato. Dengan pelimpahan ini, penanganan perkara beralih sepenuhnya ke pihak kejaksaan untuk melanjutkan proses hukum lebih lanjut.