Connect with us

News

Menggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital

Published

on

Zulfikar M. Tahuru Politisi muda Gorontalo || Foto istimewa

Oleh: Zulfikar M. Tahuru
Politisi muda Gorontalo

Demokrasi Indonesia hari ini tampak seperti arena besar yang ramai, tapi kehilangan arah moralnya. Setiap kali pemilu datang, semua pihak ikut berebut memberi “penyadaran” — lembaga swadaya masyarakat dengan kampanye moralnya, media dengan liputan heroiknya, dan warganet dengan idealismenya di dunia maya. Semua merasa berperan dalam menjaga demokrasi. Namun, di tengah hiruk-pikuk itu, satu kelompok yang justru paling senyap adalah kaum terpelajar.

Padahal, kalau menilik pemikiran klasik C. Wright Mills dalam The Power Elite (1956), kaum intelektual seharusnya menjadi kelompok yang memegang fungsi kontrol sosial dan moral terhadap kekuasaan. Mereka punya jarak kritis yang memungkinkan untuk menilai, mengingatkan, dan — bila perlu — menggugat. Namun, dalam praktiknya, banyak kaum terdidik justru memilih posisi aman: Mereka yang paham teori justru tidak banyak bicara. Mereka yang mengerti sistem justru takut dianggap berpihak.
Mereka lupa, netral di tengah ketidakadilan bukanlah kebijaksanaan, Tapi pembiaran.

Di sisi lain, demokrasi yang seharusnya berpijak pada kedaulatan rakyat kini makin dikuasai oleh kapital. Teori elite capture menjelaskan bahwa kekuasaan politik dalam sistem demokrasi kerap disandera oleh kelompok ekonomi kuat yang mampu mengendalikan narasi publik, kebijakan, bahkan hasil pemilu. Fenomena ini tampak jelas di Indonesia: biaya politik yang mahal membuat demokrasi bergantung pada donatur besar. Alhasil, demokrasi berubah dari ruang partisipasi menjadi pasar transaksi.

Lantas, di mana peran kaum terpelajar ketika demokrasi dirampas oleh modal?
Apakah mereka masih punya keberanian untuk menulis, bersuara, atau sekadar mengingatkan publik tentang bahaya sistem yang dikendalikan uang?

Ironisnya, ketika hasil demokrasi mengecewakan, kita dengan mudah menuding partai politik. Seolah seluruh dosa demokrasi berhenti di sana. Padahal, partai hanyalah satu organ dari sistem yang lebih besar. Demokrasi adalah tanggung jawab kolektif: rakyat, media, akademisi, dan kelas menengah — semua punya andil dalam menjaga kesehatannya. Ketika kaum intelektual memilih diam, demokrasi kehilangan akal sehatnya. Ketika rakyat apatis, demokrasi kehilangan ruhnya.

Dalam konteks ini, teori public sphere dari Jürgen Habermas relevan untuk diingat. Habermas menekankan pentingnya ruang publik yang rasional — tempat masyarakat berdialog secara setara, bukan berdasarkan uang atau kekuasaan. Kaum terpelajar seharusnya menjadi penjaga ruang itu: memastikan diskusi publik tidak tenggelam oleh propaganda, dan pengetahuan tetap menjadi cahaya bagi arah bangsa.

Demokrasi Indonesia tidak sedang kekurangan pemilih. Yang hilang justru para pendidik bangsa yang mau berpikir dan berbicara tanpa takut kehilangan posisi. Karena jika kaum terpelajar terus bungkam, maka suara nurani bangsa akan perlahan menghilang — dan demokrasi hanya akan menjadi pesta lima tahunan tanpa Ruh.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bone Bolango

Nyaman & Murah! Ini Daya Tarik wisata Botu Motolioluwo (sungai longalo) Gorontalo

Published

on

Foto Rolis Asi

Gorontalo – Sungai Longalo, dikenal juga dengan Botu Motolioluwo, kini menjelma menjadi salah satu destinasi wisata andalan di Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari pusat Kota Gorontalo, tempat ini menawarkan pesona alam yang masih asri serta udara pegunungan yang sejuk, jauh dari polusi dan hiruk pikuk perkotaan.​

Sejak dikembangkan dan dikelola oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Longalo pada 2021, kawasan Sungai Longalo semakin diminati oleh masyarakat lokal hingga wisatawan luar daerah. Memasuki kawasan wisata, pengunjung hanya perlu membayar tiket masuk Rp6.000 yang sudah termasuk fasilitas parkir serta akses ke kamar mandi dan mushola.​

Keistimewaan utama Sungai Longalo terletak pada kejernihan airnya serta kesegaran udara sekitarnya. Banyak pengunjung memanfaatkan lokasi ini untuk berkemah, bersantai bersama keluarga, atau sekadar menikmati gemericik air sungai di bawah rindang pepohonan. Tidak sedikit juga yang datang bersama rekan kerja untuk melepas penat usai pekan panjang bekerja.​

Sungai Longalo dulunya hanya digunakan untuk aktivitas arung jeram. Kini, fasilitas semakin lengkap sejak adanya perbaikan infrastruktur, mulai dari akses jalan yang sudah dibeton, gapura baru yang menyambut wisatawan, hingga tersedianya area perkemahan luas dan pondok-pondok istirahat. Pengelolaan kawasan juga melakukan inovasi tanpa menghilangkan nuansa alami sungai, sehingga tetap memberikan pengalaman wisata yang otentik dan menyejukkan bagi pengunjung.​

Ciri khas lain dari Sungai Longalo adalah suasana pagi yang sejuk, embun menerpa kulit, dan suara alam yang masih asri. Banyak wisatawan yang menginap hanya demi menikmati sensasi udara pagi sambil menyeruput kopi Pinogu khas Gorontalo. “Pokoknya alam sekitar memberikan apa yang kami harapkan saat berwisata. Kami disuguhkan dengan alam yang begitu asri,” ungkap salah satu pengunjung kepada barakati.​

banyak netizen menyoroti tempat wisata ini sebagai destinasi alternatif favorit dan primadona baru masyarakat Gorontalo. Tarif yang sangat terjangkau menjadi magnet bagi keluarga hingga komunitas camping urban.​

Dengan lahan camping ground yang luas, air sungai yang bening, serta panorama lanskap yang fotogenik, Sungai Longalo/Botu Motolioluwo siap menjadi tujuan liburan selanjutnya di Provinsi Gorontalo.

Continue Reading

News

Heboh! Pasutri ini Kembalikan Amplop Pernikahan di Acara Perceraian

Published

on

Foto Ilustrasi

NEWS – Sepasang suami istri asal Kota Shenyang, Tiongkok, Wu Liang dan Yuan Chen, menjadi sorotan publik setelah menggelar pesta perceraian yang tak biasa. Dalam perpisahan yang berlangsung pada Sabtu (1/11/2025), pasangan ini tak hanya mengundang keluarga dan kerabat, mereka juga melakukan hal unik: mengembalikan uang amplop pernikahan yang dulu diberikan tamu saat mereka menikah beberapa tahun silam.​

Acara tersebut berlangsung meriah, berbeda dari perpisahan konvensional yang lazimnya dilakukan secara tertutup. Pada layar besar terpampang tulisan “Upacara Perceraian” disertai foto Wu Liang dan Yuan Chen yang berdiri saling membelakangi, sebuah simbol dimulainya hidup baru masing-masing. Di bawah foto tersebut, tertulis jelas: “Tidak Ada Takdir, Tidak Ada Jodoh.” ungkapan yang mempertegas keputusan bersama mereka untuk berpisah tanpa permusuhan.​

Banyak tamu dan warganet mengaku terkejut sekaligus kagum atas langkah mereka. Menurut laporan media lokal, nama Wu Liang dan Yuan Chen sempat dipuji saat menikah karena dianggap melambangkan harmoni, namun pasca perceraian, gabungan nama tersebut diartikan sebagai “tidak berjodoh,” seolah takdir memang menulis jalan berbeda sejak awal.​

Kisah ini sontak viral di berbagai media sosial dan menuai beragam tanggapan. Sebagian menilai acara tersebut tak lazim, bahkan berlebihan, sebab perceraian kerap dianggap peristiwa menyedihkan dan tidak sepatutnya diumumkan secara terbuka. Namun, tak sedikit pula yang mendukung dan menilai keputusan mereka bentuk kedewasaan, cara elegan mengakhiri hubungan tanpa pertengkaran.​

Netizen juga memberikan komentar bahwa :
“Mereka menunjukkan bahwa perceraian tidak selalu berarti dendam. Bisa saja berpisah dengan cara yang sopan dan saling menghormati.”​

Fenomena pesta perceraian sebenarnya bukan kali pertama terjadi di dunia. Menurut laporan, tradisi serupa pernah terjadi di Jepang dan Amerika Serikat, di mana beberapa pasangan memilih merayakan perpisahan secara terbuka demi menandai awal baru tanpa konflik. Sumber lain juga pernah mengulas pesta perceraian sebagai tren baru untuk mengedepankan kebahagiaan dan saling menghargai di antara mantan pasangan.

Continue Reading

Gorontalo

Tak Berkutik! Pria Asal Sipayo Diciduk Polisi dengan Barang Bukti Sabu

Published

on

Pohuwato – Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Pohuwato di bawah pimpinan Kasat Resnarkoba IPTU Renly H. Turangan, S.H., kembali mencetak keberhasilan dalam pemberantasan peredaran narkotika di wilayah hukumnya.

Pada Kamis (30/10/2025), tim Satresnarkoba berhasil mengamankan seorang pria berinisial JYK (37), warga Desa Sipayo, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato. Ia diduga kuat sebagai pengedar narkotika jenis sabu.

Penangkapan bermula dari laporan masyarakat yang mencurigai adanya aktivitas peredaran narkoba di wilayah tersebut. Menindaklanjuti laporan itu, petugas melakukan penyelidikan mendalam hingga akhirnya berhasil mengidentifikasi serta menangkap JYK saat mengambil paket kiriman berisi sabu.

Hasil interogasi awal mengungkap bahwa JYK memesan sabu tersebut dari rekannya di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah, dengan harga sekitar Rp1.500.000. Polisi juga menemukan sejumlah barang bukti saat penangkapan, yakni:

1 sachet plastik sedang berisi diduga narkotika jenis sabu

1 buah dus berisi dinamo

1 unit telepon genggam

Kasat Resnarkoba Polres Pohuwato, IPTU Renly H. Turangan, S.H., menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan tersangka, pemesanan sabu telah dilakukan sebanyak dua kali untuk kebutuhan pribadi.

“Saat ini tersangka JYK bersama barang bukti telah diamankan di Mapolres Pohuwato. Kami akan melengkapi administrasi penyidikan dan melakukan pengujian barang bukti di BPOM Gorontalo sebagai langkah tindak lanjut,” ujar IPTU Renly.

Polres Pohuwato menegaskan komitmennya untuk terus memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba di wilayah hukumnya, serta mengimbau seluruh masyarakat untuk aktif melapor bila mengetahui aktivitas mencurigakan terkait narkotika.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler