Gorontalo – Suasana khidmat menyelimuti Pantai Oluhuta Paradise, Bone Bolango, Ahad (17/08/2025). Ratusan pecinta alam membentangkan bendera Merah Putih sepanjang 80 meter usai menggelar upacara peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Pembentangan dipimpin langsung oleh Mapala Belantara Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo (UNG) yang menggagas rangkaian kegiatan kemerdekaan bersama pecinta alam dari seluruh Gorontalo.
Ketua Adat Mapala Belantara, Dewinta Berahima, menjelaskan bahwa panjang bendera melambangkan usia kemerdekaan yang telah memasuki delapan dekade.
“Ini adalah simbol syukur sekaligus pengingat bagi generasi muda agar selalu menjaga persatuan dan keberanian, seperti semangat para pejuang,” katanya.
Dewinta menambahkan, melalui kegiatan ini diharapkan nilai-nilai perjuangan dapat tertanam dalam diri anak muda, khususnya para pecinta alam, agar terus menjaga kelestarian lingkungan.
“Bendera 80 meter ini memiliki banyak makna. Bukan hanya simbolik, tetapi juga diharapkan mampu membawa semangat kemerdekaan bagi generasi muda, termasuk pecinta alam,” tutupnya.
Tulisan oleh Supriadi Alaina (Ketua Forum Penambang Rakyat Bone Bolango)
Gorontalo – Konflik ribuan penambang rakyat dengan PT Gorontalo Minerals (GM) kayaknya nggak bakal selesai hanya dengan janji-janji manis.
Jalan keluarnya cuma satu: lahan konsesi PT GM harus diciutkan, sebagian diserahkan jadi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Belakangan ini PT GM lagi rajin banget bikin pencitraan. Tumben. Entah karena mau nampak manis di mata investor biar gampang cari dana segar di bursa, atau karena bau amis perizinan mereka mulai terendus publik.
Isu yang mereka jual cuma dua: janji rekrut tenaga kerja dan peluang ekonomi lokal lewat rantai pasok.
Mari kita kupas satu-satu.
Pertama soal Janji Rekrut Tenaga Kerja
Kata PT GM, mereka bakal utamakan orang lokal. Tapi… coba perhatikan, mereka tidak berani sebut angka berapa persen.
Perusahaan sekelas mereka biasanya butuh tenaga kerja di dua tahap:
Fase Konstruksi.
Fase ini katanya bisa serap sampai 1.000 orang bahkan lebih. Tapi jangan salah, memang kedengarannya besar, tapi cuma kontrak beberapa tahun. Lagi pula posisi penting biasanya diisi orang luar.
Fase Produksi.
Nah, di sini jumlahnya makin kecil, paling 500 – 1000 orang. Dan yang diincar perusahaan jelas pekerja berpengalaman yang sudah keliling dari tambang satu ke tambang lain. Bukan warga lokal yang baru pegang palu..
Dan yang namanya perusahaan, pasti prioritaskan yang berpengalaman, karena jauh lebih efisien.
*
Masalahnya,…
data Tim 20 jelas: ada lebih dari 8.000 penambang rakyat yang sekarang cari makan di Suwawa dan sekitarnya.
Kalau cuma 1.000 yang direkrut, sisanya 7.000 mau makan apa? Mereka punya anak istri, bukan angka di atas kertas. Jadi kalau dibilang buka lapangan kerja, ya sebenarnya yang terjadi malah sebaliknya: bikin orang kehilangan kerja.
Kedua, Janji Ekonomi dari Rantai Pasok
Isu kedua: katanya ekonomi lokal bakal naik karena ada suplai makanan, transportasi, jasa, dan lain-lain.
Tapi realitanya? Itu cuma bisa diakses orang-orang bermodal. Rakyat kecil yang selama ini hidup dari tambang jelas ketinggalan.
Mau berdayakan BUMDes? Faktanya baru satu BUMDes yang disentuh. Itu pun dampak ekonominya tidak seberapa.
Perlu digarisbawahi:
rakyat penambang tidak anti-kemajuan. Mereka hanya menolak diperlakukan semena-mena.
Kalau soal pendapatan daerah, penambang rakyat juga bisa kok berkontribusi. Syaratnya satu: dilegalkan lewat WPR.
Mereka hanya minta tanah kecil, jauh lebih kecil dibanding luas konsesi PT GM. Tapi tanah kecil itu jadi penopang hidup 8.000 keluarga.
Sekarang, lahan itu terancam hilang. Mereka bisa diusir kapan saja dengan cap “ilegal”.
Jadi jangan heran kalau perlawanan rakyat nggak akan pernah padam. Selama hak mereka belum dikembalikan, mereka akan terus berdiri di barisan depan.
Mereka yang lagi terbuai dengan kemewahan dari perusahaan, silahkan menikmatinya selama yang kalian bisa..
yakinlah suatu saat ketika tidak berguna lagi, pasti akan dilepas juga..
Tapi, jangan menjadi duri di jalan perjuangan ini. Lebih baik diam, dari pada selamanya dicap sebagai pengkhianat saudara sendiri.
Perjuangan ini memang berat, tapi akan lebih berat ketika anak cucu kita hanya jadi penonton sementara kekayaan alamnya dijarah demi keuntungan pemilik perusahaan.
Gorontalo – Peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Pantai Oluhuta Paradise berlangsung berbeda. Pecinta alam Gorontalo yang tergabung dalam Mapala Belantara Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bersama komunitas lingkungan melakukan aksi transplantasi karang sebagai wujud kepedulian terhadap kelestarian laut.
Transplantasi karang dilakukan dengan teknik sederhana namun berdampak besar: mengambil sedikit karang sehat tanpa merusaknya, lalu merangkainya menggunakan kawat pada coran semen khusus yang siap ditenggelamkan ke area laut yang rusak.
“Caranya sederhana saja, kami hanya ambil sedikit karang lalu dirangkai di coran semen. Setelah itu kami tanam kembali di laut pada area yang rusak,” jelas Dewinta Berahima, Ketua Adat Mapala Belantara.
Menurutnya, kegiatan ini adalah cara generasi muda mengisi kemerdekaan dengan menjaga laut tetap hidup. Karang sehat akan menjadi rumah bagi biota laut, menjaga keseimbangan ekosistem, hingga mendukung kehidupan nelayan.
“Ini cara kami merayakan kemerdekaan. Kalau laut sehat, biota terlindungi, nelayan pun terbantu,” tambahnya.
Sementara itu, Pembina Mapala Belantara, Arifin Doank, memberikan apresiasi penuh atas semangat kader dan panitia dalam merancang kegiatan spektakuler ini.
“Saya selalu dukung upaya Mapala Belantara. Kegiatan ini luar biasa dan patut dicontoh karena memberi dampak nyata untuk lingkungan,” ujarnya.
Selain transplantasi karang, rangkaian peringatan HUT RI di Oluhuta juga diisi dengan upacara bendera, pembentangan bendera raksasa 80 meter, hingga pelepasan tukik. Dengan keindahan lautnya, Oluhuta Paradise semakin menunjukkan potensinya sebagai destinasi wisata bahari dan ekowisata edukatif di Gorontalo.
Gorontalo – Momentum peringatan HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia di Pantai Oluhuta Paradise, Bone Bolango, Ahad (17/8/2025), diwarnai dengan pelepasan puluhan tukik (anak penyu) ke laut.
Kegiatan ini diprakarsai oleh Mapala Belantara Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bersama komunitas pecinta alam sebagai bentuk kepedulian terhadap pelestarian satwa langka. Tukik yang dilepas diharapkan dapat bertahan hidup dan menjaga keseimbangan ekosistem laut.
“Penyu merupakan satwa yang terancam punah. Dengan melepas tukik ini, kami ingin mengingatkan bahwa menjaga kemerdekaan juga berarti menjaga kelestarian alam untuk generasi mendatang,” ujar Ketua Adat Mapala Belantara, Dewinta Berahima.
Dewinta menegaskan, penyu memiliki peran penting dalam keberlanjutan ekosistem laut. Karena itu, pelepasan tukik dipilih sebagai salah satu agenda utama dalam perayaan HUT RI ke-80.
“Semoga agenda ini bisa menginspirasi lebih banyak organisasi untuk melaksanakan kegiatan serupa. Tidak hanya pelepasan tukik, tapi juga diskusi agar pengetahuan tentang penyu makin meluas,” tambahnya.