GORONTALO – Sering menjual obat Trihexyphenidyl tanpa ijin seorang pemuda berinisial ADW (28), warga Kelurahan Pohe, Kecamatan Hulonthalangi, Kota Gorontalo diamankan oleh Opsnal Narkoba Bivi Itam di kelurahan Huangobotu, Kecamatan Dungingi, Kota Gorontalo.
Kapolresta Gorontalo Kota Kombespol Dr. Ade Permana, S.I.K.,M.H., melalui kasat narkoba AKP Cecep Ibnu Ahmadi, SH,SIK mengatakan, ADW diamankan berdasarlan informasi dari masyarakat jika yang bersangkutan sering menjual obat-obatan secara ilegal.
“Setelah mendapat laporan informasi, team bivi itam melakukan penyelidikan dan berhasil mengamankan ADW (28) sedang membawa 20 (dua puluh) streap obat Trihexyphenidyl,” ujar AKP Cecep.
Ditambahkan AKP Cecep, setelah melalui proses penyelidikan dan penyidikan ADW ditetapkan sebagai tersangka dengan dijerat dengan penyalahgunaan obat-obatan, yakni Pasal Pasal 197 jo pasal 106 ayat (1) sub pasal 198 Jo pasal 108 (1) UU no 36 Tahun 2009 tentsng kesehatan dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00.
Kasat Narkoba menghimbau agar masyarakat lebih berhati-hati dan tidak melakukan tindak pidana penyalahgunaan obat-obatan. Ia menegaskan, pihak Kepolisian tidak main-main dalam hal pemberantasan dan peredaran obat-obatan terlarang.
“Sayangi diri kita. Ingat, narkoba hanya akan merusak masa depan dan juga membunuhmu. No narkoba, yes prestasi,” Tutup Akp Cecep
Pohuwato – Kasus dugaan percobaan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur mengguncang masyarakat Kabupaten Pohuwato. Insiden tersebut terjadi pada Senin dini hari, 9 Juni 2025 sekitar pukul 01.12 WITA, dan telah dilaporkan secara resmi melalui Laporan Polisi Nomor: LP/91/VI/2025/SPKT/Res-Phwt/Polda-Gtlo.
Korban dalam peristiwa ini adalah seorang remaja perempuan berinisial YPM, sementara pelaku diketahui berinisial YT. Berdasarkan keterangan Kapolres Pohuwato, AKBP Hi. Busroni, S.I.K., M.H., pelaku masuk ke kamar korban melalui jendela rumah dengan menggunakan gunting yang diambil dari dapur.
“Saat berada di dalam kamar korban, pelaku membuka celananya dan berupaya melakukan tindakan asusila. Namun, korban yang terbangun langsung berteriak histeris. Pelaku kemudian panik dan melakukan penganiayaan sebelum akhirnya melarikan diri dari lokasi,” jelas Kapolres Busroni dalam keterangan resmi, Minggu (15/06/2025).
Pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti di lokasi kejadian, antara lain satu buah gunting, sepasang sandal jepit, serta rekaman CCTV yang turut beredar luas di media sosial dan memicu perhatian publik.
Saksi pertama dalam kasus ini adalah DYM, seorang pelajar/mahasiswa yang berdomisili di Desa Sipatana, Kecamatan Buntulia.
Setelah sempat buron selama beberapa hari, pelaku YT akhirnya menyerahkan diri ke Polres Boalemo pada Minggu (15/06/2025), dengan didampingi pihak keluarga. Tim Resmob Polres Pohuwato langsung menjemput dan mengamankan pelaku untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penyidik telah melakukan pemeriksaan awal, pengumpulan alat bukti, dan gelar perkara untuk memberikan kepastian hukum kepada korban dan keluarganya.
“Kami tegaskan bahwa kasus ini akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Ini adalah bentuk komitmen kami dalam melindungi anak-anak dan menjaga keamanan masyarakat,” tegas AKBP Busroni.
Kasus ini mendapat perhatian luas masyarakat, terutama karena menyangkut korban di bawah umur dan disertai bukti visual yang telah tersebar di publik.
NEWS – Gusti Irwan Wibowo, atau dikenal publik sebagai Gustiwiw, dikabarkan meninggal dunia pada Minggu, 15 Juni 2025, pada usia 26 tahun. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh stasiun radio JAK 101 FM lewat unggahan di Instagram mereka, “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, Gusti Irwan Wibowo, meninggal dunia.”
Di media sosial, banyak rekan sejawat seperti Rigen dan Ananta Rispo juga mengungkapkan belasungkawa serta mendoakan sang sahabat agar mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Hingga saat ini, penyebab meninggalnya belum diungkap publik .
Di India, Aditya Tiwari mencetak sejarah sebagai pria lajang pertama yang berhasil mengadopsi anak berkebutuhan khusus—melebihi batas usia hukum—demonstrasi cinta, keberanian, dan aksi nyata untuk inklusivitas.
Aditya (28) bertemu Avnish, bayi dengan Down Syndrom, di panti asuhan saat usianya baru enam bulan. Sepintas, ini tampak seperti momen spontan; namun perjalanan panjang menanti demi bisa menyatukan mereka secara legal sepanjang 18 bulan penuh tantangan.
Aditya awalnya dikenalkan dengan Avnish pada 13 September 2014 di sebuah panti asuhan di Bhopal. Setelah mengetahui kondisi sang anak yang punya cidera fisik, tumor, dan Down syndrom, ia bertekad: “Berikan dia padaku.”
Salah satu rintangan terberat adalah terkait dengan undang-undang di India yang mengizinkan adopsi orang tua tunggal baru pada usia minimal 30 tahun. Selain itu, ia menghadapi juga tekanan dari keluarga dan masyarakat. Dia dianggap “membuang-buang waktu” sebagai pria yang akan mengurus anak.
Tuntutan Aditya dengan mengirimkan surat bahkan ke perdana menteri mendorong India merevisi regulasi usia minimum adopsi menurun menjadi 25 tahun. Pada 1 Januari 2016, ia resmi menjadi ayah Avnish.
Tidak berhenti sampai disitu, setelah pengangkatan, muncul masalah kesehatan terhadap Avnish. gangguang kesehatan seperti sembelit akut, gangguan tiroid, strabismus, dan jantung berlubang. Aditya harus pun mengambil cuti selama lima bulan untuk pendampingan penuh, dan Avnish akhirnya bisa berjalan, dan lubang di jantungnya dapat tertutup.
Kini Aditya berfokus pada advokasi memfasilitasi pekerjaan dan rumah bagi anak berkebutuhan khusus, memberikan konseling pengasuhan, hingga menjadi pembicara di India, Bhutan, Nepal, Myanmar, dan PBB (2019).
Pada Hari Perempuan Internasional 2020, Aditya dinobatkan “Ibu Terbaik Dunia” oleh WEmpower Bengaluru, sebuah penghargaan yang menghapus batasan gender pengasuh. Ia menolak dipanggil “ayah” atau “ibu”; bagi Aditya, dirinya adalah “orang tua”.
Di hari ulang tahun Avnish, Aditya menulis surat yang berisi pesan tentang kesabaran, doa, dan rasa syukur agar kelak sang anak menghargai perjuangan dan cinta di balik adopsinya.
Aditya berharap stigma “kesanggupan pengasuh berdasar gender” bisa musnah, dan menegaskan bahwa “Mengasuh anak tidak didasarkan pada jenis kelamin.” Ia berharap semua anak, tak terlepas kondisi fisik, dapat menyatu dalam keluarga penuh cinta.