News
Perjuangan Harus Kita Segarkan!
Published
6 years agoon

Oleh : Muhammad Makmun Rasyid
Tanpa perbedaan, tak ada kemajuan. Kemajuan tanpa keluhuran, tak ada kemenangan. Kemenangan tanpa tanggung jawab, tak ada kebahagiaan”
—Makmun Rasyid
“Cambuklah Aku! Lakukan jika aku benar-benar pernah melakukan tindakan salah padamu”, ungkap Nabi Muhammad. Sebuah penggalan kisah penuh isak tangis histeris dan kekaguman yang dicontohkan Nabi kepada Ukasyah. Ukasyah tidak melakukan balasan cambukan seusai Nabi membuka bajunya. Ia justru mencium kulit bagian perut Nabi.
Begitulah Nabi. Penyerahan tubuh untuk menjemput balasan dari orang-orang yang merasa tersakiti olehnya merupakan bentuk keikhlasan. Sebuah pelajaran penting dalam Islam, yang kemudian diabadikan oleh Allah melalui firman-Nya, pada surah ke 112. Sebuah surat tentang ketauhidan dan ketuhanan. Allah hanya ingin berkata sederhana, untuk menuju-Nya, syarat manusia yang utama adalah keikhlasan. Merubah gumpalan-gumpalan keras dalam hati sampai menjadi cairan putih. Merubah titik-titik hitam dalam hati menjadi putih murni seperti kemurnian seorang bayi yang lahir ke muka bumi.
Iya, menjalaninya tak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Tapi Allah memberikan panduan untuk memperjuangkan sesuatu yang susah. Termasuk memberi maaf kepada orang yang “bersalah”. Sebuah permohonan maaf dari Husni Al-Ghorontaly kepada segenap masyarakat yang terluka, khususnya Nahdliyyin, harus kita sambut dengan uluran tangan penuh kedewasaan dan kebijaksanaan.
Di sisi lain, Husni harus ingat. Satu kader NU yang disenggol, ibarat membangunkan harimau yang sedang tidur. Mengapa demikian? NU, sebagai organisasi yang “made in Indonesia” bersamaan dengan Muhammadiyah, sudah cukup terlalu sering diusik oleh kelompok-kelompok transnasional—apapun itu jenisnya. NU bukan organisasi “ngamukan”, tapi bukan pula organisasi yang di dalamnya terdapat kader-kader yang “lembek”. Slogan “NU berada di garda terdepan menjaga NKRI” itu merupakan slogan yang bukan tanpa makna.
Namun saya sadar, menumbangkan satu pohon—walau setinggi apapun—itu sangat mudah sekali. Mudah sekali! Banyak bukti kongkrit kiprah saya terkait hal sejenis. Saya memiliki prinsip, “jikalaulah pedang bisa menumbangkan banyak orang, maka tulisan pun juga demikian”. Prinsip inilah yang saya buktikan melalui buku saya, “HTI: Gagal Paham Khilafah” (2016). Tidak saja di Indonesia menjadi perbincangan, tapi di luar negeri pun sama. Tapi bukan itu tujuan kita bersama. Problematika nalar di lingkungan akademik harus teratasi dengan cara-cara elegan. Gorontalo dibangun oleh persemaian diskursus dan dialektika warga-warganya yang cerdas. Masyarakat Gorontalo harus menjunjung tinggi otonomi pengetahuan dengan sempurna. Tantangan debat saya merupakan upaya menjaga nalar akademik yang sehat dan segar. Lebih-lebih, Husni juga merupakan seorang lulusan luar negeri.
Tapi, lagi-lagi saya pun teringat oleh sajian al-Qur’an yang menarik. Saat Qur’an menjabarkan kata “taubat” (Qs. al-Baqarah [2]: 186, ada upaya dan perjuangan manusia yang cukup keras untuk sampai pada titik suci. Sebaliknya, saat Qur’an menjabarkan kata “maaf” (al-‘Afw), tak ada usaha sama sekali dari orang yang bersalah. Maknanya apa? Disini ada relasi emosional dari objek lainnya, yaitu tempat orang yang bersalah. Memang, semula kata maaf diperuntukkan untuk “yang berlebih dari keperluan” (Qs. al-Baqarah [2]: 219), namun berkembang menjadi “keterhapusan”. Menghapus sebuah gumpalan besar dalam diri dengan ragam cara agar kembali seperti semula: tak berbenjolan, tak luka, tak berbekas dan sejenisnya. Membuat gumpalan menjadi hilang membutuhkan keikhlasan dan kelapangan dada, yang dalam bahasa Qur’an disebut “al-Shafh”, tapi empat dari delapan yang ada didahului oleh perintah memberi maaf. Disini “al-Shafh” lebih tinggi dari kata “al’Afw”. Semoga kita bisa…!
*
Tentunya ini bukan tentang “Lombo…! nyanda ada power”. Bukan! Ini tentang kedewasaan, merawat nalar akal sehat, cakrawala Islam, pasar raya intelektual di Gorontalo. Sebab itulah, “kesalahan” Husni saya sambut dengan tantangan debat di forum ilmiah, yang bersifat akademik—sebagaimana yang saya tulis di media sosial dan wawancara saya dengan media nasional.
Perdebatan-perdebatan konseptual atau ide-ide yang melekat dalam diri seseorang, memang tak layak dihakimi dengan satu paragraf di sebuah status, yang besar kemungkinan dengan melupakan pisau analisis akademik. Respon “liberalisme”, misalnya, tidak cukup direspon dengan sepenggal kalimat “substansinya ditolak karena pengetahuan tentang sosok mahluk namanya Ulil sudah diketahui sebelum wacana ini”. Liberal, yang semula merupakan perdebatan sengit di tatanan ilmu pengetahuan ditarik ke sebuah ruang penghakiman tanpa dasar yang mapan. Ini lagi-lagi, persoalan budaya kita yang belum merangjak ke budaya seperti yang pernah dipertontonkan oleh Imam Ghazali versus Ibnu Rusyd. Perdebatan akademik yang menyenangkan. Inilah yang saya inginkan kepada Husni. Tapi sudahlah…!
Fenomena Husni dan sejenis membuat kita semua belajar. Apa-apa yang terkadang bersandar pada pijakan transendensi harus berkecamuk dengan hal-hal imanensi. Ini harus disadari…! Sebuah pertukaran dialektika yang berkecamuk dalam alam nyata dengan sekejap direspon oleh perangkat-perangkat sosio-politik dan sosio-kultural bahkan teologis-ideologis. Di sisi lain, sebuah pembacaan terhadap objek yang ada di sela denyut nadi kita dengan melepaskan perangkat-perangkat intelektual akan melahirkan keretakan-kerekatan dan memisahkan satu benang dengan lainnya.
Merajut kembali benang yang terurai tidak mudah, tapi tidak sulit pula. Dibutuhkan kedinginan kedua belah pihak dan upaya sungguh-sungguh dari yang bersangkutan untuk mengulangi perbuatannya yang menyinggung banyak orang. Tak ada manusia tanpa kesalahan, termasuk saya pribadi bahkan kita semuanya. Tapi kesalahan bukanlah binatang ternak yang kita pelihara setiap harinya.
Nahdliyyin—sebutan untuk masyarakat NU—yang terlibat dalam fenomena ini harus menyusun dan membaca dengan lensa besar untuk kedepannya. Kiprah perlu diperluas di penjuru-penjuru Serambi Madinah. Tak mungkin kita terus menggurutu tanpa membenahi situasi di lapangan. Dengan apa? Merekonstruksi kembali dasar berorganisasi dan berdakwah di era 4.0 ini. Tentunya dengan berpijak pada kaidah, “menjaga warisan lama dan mengambil hal-hal aktual yang relevan”. Serambi Madinah membutuhkan kontribusi kongkrit dari warga Nahdliyyin. Tidak saja karena kesamaan spirit teologis dan ideologisnya, tapi cara membawa keduanya.
Kita harus jujur dengan sejujur-jujurnya. Pasca reformasi, yang ditandai dengan banyaknya gerakan transnasional masuk ke Indonesia, tak terkecuali Gorontalo dan sekitar, membuat kita harus menyiapkan amunisi. Amunisi itu berupa penyiapan kader yang tangguh, seperti: kader yang mahir masalah keaswajaan; mahir membaca kitab gundul untuk membangun dialektika dengan kelompok-kelompok lainnya. Tidak sekedar berdebat dengan menggunakan buku terjemahan semata; mahir dalam teknologi, yang ditandai dengan penguasaan di media sosial; mahir dalam bermain logika. Ini juga penting, karena seluruh apa-apa yang terdapat di media sosial bisa dipatahkan oleh kematangan ilmu Mantiq kita; menyiapakan da’i-da’i dan penceramah yang handal; menyiapkan ustadh-ustadh yang membuka kajian-kajian tasawuf di masjid-masjid besar; dan lain sebagainya.
Masih ada tugas besar lagi? Ada! Melepaskan manusia dari sebuah penjara akibat penyajian doktrin yang tidak komprehensif, kemudian berakibat terpenjarakannya kreatifitas dan inovasi berpikir. Karena syarat daerah maju, tidak saja dihitung oleh infrastruktur yang berhasil, tapi ditandai oleh geliatnya masyarakat dalam berilmu pengetahuan yang bertanggung jawab. Lagi-lagi, melawan kemapanan berpikir di masyarakat bahkan di tingkat akademik pun bukan hal mudah. Tapi ia bisa diusahakan manakala kita memulainya dengan mentradisikan budaya berintelektual yang baik. Ini sedikit banyak akan menghilangkan budaya “tutuhiya” (saling menjatuhkan). Sebuah budaya—khususnya dalam ilmu pengetahuan; baik yang materil maupun immateril—yang di dalamnya tidak memiliki kekuatan ontologis, epistemologis dan aksiologis yang sempurna.
Salam persahabatan…!
You may like
-
Hilang Saat Memancing, Aba Nage Ditemukan Selamat di Atas Rakit oleh Tim SAR Gabungan
-
Mikson Yapanto Desak Bulog Gelar Operasi Pasar, Beras Oplosan Rugikan Negara Triliunan
-
Sampah Jadi Komoditas Potensial, Meyke Kamaru Soroti Kebutuhan Armada Pengangkut
-
Sambut Mahasiswa Baru, UNG Tegaskan PKKMB Tanpa Perpeloncoan
-
Perjuangkan Hak Penambang, Ridwan Usul Anggaran Amdal WPR Naik Jadi Rp1 Miliar
-
UNG Kukuhkan 16 Dokter Baru, Warek Akademik Tegaskan Tugas Mulia Pengabdian
Gorontalo
Hilang Saat Memancing, Aba Nage Ditemukan Selamat di Atas Rakit oleh Tim SAR Gabungan
Published
17 hours agoon
22/07/2025
Gorontalo – Tim SAR Gabungan berhasil menemukan seorang nelayan bernama Aba Nage (56), yang sebelumnya dilaporkan hilang saat memancing di atas rakit di Perairan Teluk Tomini, Kecamatan Lemito, Kabupaten Pohuwato. Korban ditemukan dalam keadaan selamat pada Selasa (22/7/2025), setelah tiga hari dilaporkan hilang.
Kejadian bermula pada 20 Juli 2025, saat korban bersama tiga rekannya memancing di atas rakit. Sekitar pukul 20.00 WITA, dua rekannya mengajak pulang, namun korban memilih untuk tetap memancing. Keesokan harinya, salah satu rekannya kembali ke rakit untuk mengambil ikan, namun mendapati rakit tersebut sudah tidak berada di tempat semula.
Setelah upaya pencarian mandiri tidak membuahkan hasil, pemilik rakit melaporkan kejadian tersebut ke Danpos SAR Marisa, yang kemudian diteruskan ke Kantor SAR Gorontalo.
Kepala Kantor SAR Gorontalo, Heriyanto, S.Adm., mengungkapkan bahwa pihaknya segera menurunkan 9 personel Pos SAR Marisa dan membagi tim dalam dua regu pencarian.
“Regu 1 melakukan pencarian menggunakan RIB 03 Gorontalo di perairan Teluk Tomini, sementara regu 2 melakukan penyisiran darat menggunakan mobil hilux untuk mengumpulkan informasi tambahan,” jelas Heriyanto.
Setelah pencarian intensif, korban ditemukan dalam keadaan selamat di atas rakit pada koordinat 0°15’59.10″N – 121°19’17.46″E, sekitar 14 nautical mile (NM) dari lokasi terakhir korban terlihat. Korban segera dievakuasi menggunakan RIB 03 dan diserahkan ke pihak keluarga.
Gorontalo
Dugaan Kepanikan ESDM dan Kejanggalan Izin PT Gorontalo Minerals, Ini Buktinya!
Published
6 days agoon
17/07/2025
Bone Bolango – Sebuah surat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru-baru ini diungkap dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Gorontalo, menimbulkan polemik baru dalam kasus pertambangan PT Gorontalo Minerals (PT GM).
Surat yang terbit 21 Agustus 2014, dengan nomor 1131/31.02/DBM/2014, ditandatangani oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral saat itu, Edi Prasodjo, dan menyatakan bahwa dokumen studi kelayakan PT GM diterima secara teknis dan ekonomis.
Namun, munculnya surat ini justru mengundang lebih banyak pertanyaan, karena beberapa kejanggalan serius ditemukan dalam distribusi dan substansi dokumen tersebut.
Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa tembusan dikirim ke beberapa instansi, termasuk Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo, serta Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan, dan Energi Kabupaten Bone Bolango.
Namun dalam rapat Pansus yang digelar pekan lalu, perwakilan Dinas ESDM Provinsi Gorontalo menyatakan tidak pernah menerima surat tersebut.
“Kami tidak pernah menerima surat itu sebelumnya. Baru pertama kali kami melihat dokumen ini dalam forum Pansus,” ujar salah satu pejabat Dinas ESDM Provinsi Gorontalo, seperti yang dicatat dalam notulensi resmi rapat.
Padahal, surat ini menjadi syarat utama bagi PT GM untuk melangkah ke tahap produksi dalam wilayah konsesi seluas 36.070 hektare di Proyek Sungai Mak, Bone Bolango.
Pengacara Rongki Ali Gobel, menilai temuan ini bukan hal sepele. Ia menyebut ada indikasi kuat terjadinya maladministrasi yang sistemik, yang berpotensi menggugurkan keabsahan operasional tambang.
“Bagaimana mungkin surat yang katanya menjadi dasar izin produksi, tidak pernah diterima oleh Pemda? Ini bukan sekadar kelalaian, ini bisa jadi pintu masuk untuk memeriksa ulang seluruh legalitas perusahaan,” kata Rongki Ali Gobel dalam keterangannya, Kamis 17 Juli 2025.
Tak hanya soal distribusi, sebelumnya ada juga temuan tentang dokumen yang menyebutkan proyek PT GM berada di Sungai Mak, Provinsi Kalimantan Selatan padahal faktanya, operasional tambang berada di Kecamatan Suwawa Timur dan Kec, Bulawa, kec, Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
“Ini sangat fatal. Jika lokasi dalam surat saja salah, maka seharusnya seluruh proses evaluasi tekno-ekonomi pun dipertanyakan. Evaluasi dilakukan untuk wilayah yang mana? Kalimantan atau Gorontalo?” tegas Rongki.
Yang juga menjadi sorotan adalah waktu kemunculan surat ini. Dokumen ini baru muncul ke permukaan setelah DPRD dan publik menyoroti keabsahan dokumen perizinan PT GM.
Muncul dugaan bahwa surat tersebut baru didistribusikan atau bahkan disiapkan ulang untuk merespons tekanan dari lembaga pengawasan.
“Kami melihat ada indikasi kepanikan. Ketika Pansus mulai menggali, tiba-tiba dokumen muncul. Tapi isinya pun bermasalah,” imbuh Rongki.
Rongki Ali Gobel mendesak agar DPRD, Ombudsman, dan Komisi Informasi segera membuka seluruh dokumen perizinan PT Gorontalo Minerals ke publik, termasuk dokumen AMDAL, studi kelayakan, dan surat-surat dari kementerian terkait.
Ia juga mengajak masyarakat sipil untuk mendorong moratorium aktivitas tambang PT GM, sambil menunggu hasil audit legal dan administratif.
“ini menyangkut kedaulatan daerah. Ketika izin tambang dibangun di atas surat yang tidak jelas, maka negara harus hadir untuk menghentikannya,” pungkasnya.

Oleh Penulis : Lion Hidjun (Aktivis Forum Perjuangan Rakyat Bone Bolango)
Gorontalo — Di balik kehijauan bukit dan tenangnya aliran sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat, luka besar tengah menganga di jantung Bone Bolango.
Luka itu bernama tambang emas.
Kehadiran PT Gorontalo Minerals (PT GM), perusahaan tambang yang digadang-gadang akan menjadi berkah bagi daerah, justru berubah menjadi sumber konflik yang tak kunjung padam.
Janji manis tentang kesejahteraan, lapangan kerja, dan kemajuan daerah yang sejak 17 tahun lalu digaungkan, kini justru menjelma menjadi mimpi buruk yang terus menghantui warga.
Sementara izin konsesi tambang seluas 24.995 hektare mencengkram tanah-tanah adat, akses masyarakat atas sumber daya alam yang selama ini diwariskan secara turun-temurun, perlahan dikunci rapat.
Teriakan Penolakan dari Kampung ke Kampung
Gelombang perlawanan mulai muncul dari kampung-kampung. Suara rakyat menuntut satu hal: kembalikan tanah ini ke rakyat.

Lion Hidjun (Aktivis Forum Perjuangan Rakyat Bone Bolango)
20 Agustus 2013: Ribuan penambang tradisional yang tergabung dalam Forum Penambang Mandiri Bone Bolango mengepung kantor PT GM. Pagar dan pos satpam dirobohkan.
Mereka marah, karena wilayah garapan mereka disita dan peralatan ditahan..
20 Juli 2023: Warga Desa Alo menggelar forum dialog terbuka. PT GM datang, tapi hanya mengirim perwakilan menengah. Warga merasa dilecehkan. Suasana memanas, dialog gagal.
3 Agustus 2023: Demonstrasi warga di Suwawa Timur pecah menjadi kericuhan. Pagar kantor kembali roboh.
Bentrok warga dengan aparat tak bisa dihindari. Korban berjatuhan di dua kubu..
28 Januari 2025: Warga Desa Alo memblokade jalur tambang dengan bambu dan kayu, menuntut ganti rugi atas lahan yang diklaim diambil tanpa musyawarah.
PT GM menyatakan telah membayar lahan tersebut, namun warga menolak klaim itu.
16 Februari 2025: Di Desa Mootawa, warga mengusir alat berat PT GM dari lahan yang masih dalam proses sengketa hukum.
Aparat pun membenarkan bahwa lahan tersebut belum bisa dioperasikan.
14 Mei 2025: Ratusan penambang rakyat dari berbagai kecamatan mengepung Gedung DPRD Provinsi Gorontalo. Mereka menuntut penghentian aktivitas PT GM dan percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Ini bukan lagi konflik lokal, tapi telah menjalar ke pusat kekuasaan daerah.
Pemerintah Daerah Mulai Bergerak karena ditekan rakyat…
3 Juni 2025: Gubernur Gorontalo mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas PT GM, merujuk pada Keppres No. 41 Tahun 2004 yang diperbarui melalui Keppres No. 3 Tahun 2023, di mana PT GM tidak termasuk dalam 13 perusahaan yang diizinkan beroperasi di kawasan hutan lindung.
7 Juli 2025: Gubernur Gusnar Ismail bersama Bupati dan Wakil Bupati Bone Bolango menemui manajemen PT GM di Bakrie Tower, Jakarta.
Mereka menyampaikan kekhawatiran bahwa gesekan antara rakyat dan perusahaan bisa memicu konflik horizontal yang lebih luas.
Tanah Warisan Leluhur Bukan Milik Pemodal
Ironi konflik ini terletak pada kesenjangan antara narasi pembangunan dan realitas di lapangan.
PT GM memang menjanjikan investasi dan kesejahteraan. Namun siapa yang benar-benar merasakan manfaatnya?
Mayoritas pekerja berasal dari luar daerah. Warga lokal hanya kebagian remah bantuan sosial dan program CSR yang tak sepadan dengan kerusakan yang ditinggalkan. Bahkan, hutan dan sungai tempat mereka mencari hidup kini terancam rusak permanen.
Pertanyaannya sederhana namun menyakitkan: Untuk siapa sebenarnya tambang ini?
Rakyat Bone Bolango sadar, mereka hanya menjadi korban dari proyek ambisius yang lebih mementingkan grafik pertumbuhan ekonomi ketimbang keselamatan generasi mendatang.
Konflik antara PT Gorontalo Minerals dan warga Bone Bolango bukan sekadar perselisihan lahan. Ia adalah potret klasik pertarungan antara kapital dan kehidupan.
Di satu sisi, negara dan investor bicara soal investasi dan pertumbuhan.
Di sisi lain, rakyat berbicara tentang air, tanah, dan masa depan anak-anak mereka.
Jika suara rakyat terus dikecilkan, sejarah akan mencatat bahwa tambang ini tak pernah membawa emas bagi Bone Bolango, hanya luka, air mata, dan kemarahan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Satu suara, Kembalikan ke Rakyat, Bone Bolango Berdaulat…

Hilang Saat Memancing, Aba Nage Ditemukan Selamat di Atas Rakit oleh Tim SAR Gabungan

Mikson Yapanto Desak Bulog Gelar Operasi Pasar, Beras Oplosan Rugikan Negara Triliunan

Sampah Jadi Komoditas Potensial, Meyke Kamaru Soroti Kebutuhan Armada Pengangkut

Sambut Mahasiswa Baru, UNG Tegaskan PKKMB Tanpa Perpeloncoan

Perjuangkan Hak Penambang, Ridwan Usul Anggaran Amdal WPR Naik Jadi Rp1 Miliar

Warisan Budaya Terabaikan, Tim Langga Gorontalo Kesulitan Dana Menuju Ajang Nasional

CSP XVIII 2025 Sukses Digelar: Ribuan Scooterist Ramaikan Bone Bolango

Dugaan Kepanikan ESDM dan Kejanggalan Izin PT Gorontalo Minerals, Ini Buktinya!

Pengukuhan 11 Guru Besar UNG: Simbol Keunggulan Akademik di Kawasan Timur Indonesia

Dunia Akademik Tercoreng, UNIPO Disorot Terkait Dugaan Pungli Proposal dan Skripsi

PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT

Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia

PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI

PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI

Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo2 months ago
Aleg DPR RI Rusli Habibie Nyatakan Dukungan Penuh untuk Pelaksanaan CSP XVIII di Gorontalo
-
DPRD PROVINSI2 months ago
Limonu Hippy : Digitalisasi dan harga Gabah yang stabil kunci Swasembada Pangan di Gorontalo
-
Gorontalo1 month ago
Gerindra Sambut Tokoh Baru, Indra Gobel Resmi Bergabung
-
DPRD PROVINSI2 months ago
Iqbal Al Idrus Desak Pemprov Gorontalo rampungkan kesiapan Lahan Sekolah Rakyat
-
Gorontalo2 months ago
LSM Labrak Soroti Putusan Kasus Pupuk Subsidi: Diduga Ada Ketidaksesuaian Fakta dan Penanganan Tak Profesional
-
Gorontalo Utara3 months ago
BMKG Pastikan Gempa Pohuwato Tidak Picu Tsunami, Satu Gempa Susulan Terdeteksi
-
Gorontalo2 months ago
Seorang Suami di Randangan Tikam Istri Usai Mabuk, Keluarga Tuntut Proses Hukum Tegas
-
Daerah2 months ago
SATRIA Provinsi Gorontalo Gelar Bakti Sosial dalam Rangka HUT ke-17