Connect with us

News

PH Samsul Kolonta Ajukan Banding Ke Pengadilan Tinggi Gorontalo

Published

on

GORONTALO – Usai ditetapkannya Samsul Kolonta sebagai tersangka pada putusan Pengadilan Negeri Marisa terkait penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi, Penasehat Hukum (PH) dan keluarga tersangka mengajukan banding perkara ini ke Pengadilan Tinggi Gorontalo, Nomor 95/PEN.PID/2022 PT GTLO, pada tanggal 15 september 2022 kemarin.

Diketahui tersangka dijatuhkan pidana penjara selama 6 ( enam ) bulan dan denda sejumlah Rp. 15.000.000 ( lima belas juta rupiah ), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak di bayar maka di ganti dengan pidana kurungan selam 2 bulan.

Menurut Stenli Nippi selaku Kuasa Hukum tersangka, menyampaikan beberapa pertimbangan yang menurutnya ada kekeliruan dalam pengambilan putusan yang dilakukan saat proses persidangan.

“Beberapa point penting yang didalam pertimbangan (judex factie) sebagai dasar diajukan memori banding pertama, keberatan atas dakwaan dan tuntutan JPU yang tidak sesuai fakta dipersidangan, atas keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh JPU terhadap terdakwa, dimana pada faktanya terdakwa hanya orang yang orang merupakan pekerja (kurir) yang diperintahkan anggota polisi yang dibayar dalam bentuk upah harian Rp. 100 Ribu..,”

“Tentunya pencermatan hakim dalam melihat UU Cipta kerja tidak secara parsial namun harus keseluruhan UU Cipta kerja yang mengomnibuslaw hampir 72 UU, salah satunya undang-undang ketenaga kerjaan. Sebagai semangat lahirnya UU Cipta kerja yang melindungi para pekerja dari tindakan pihak pemberi kerja,” Ujar Stenli.

Selaku kuasa hukum terdakwa, Stenli keberatan atas putusan judex factie, karena terdakwa hanya merupakan pelajar/mahasiswa, yang tentunya harus diberi perlindungan, mengingat putusan judex factie berdasar pada hukuman preventif maka hal itu tidak cukup adil buat terdakwa dimana muatan putusan tidak memuat hukuman yang lebih edukatif

“Terdakwa harus ditempatkan sebagai korban bukan sebagai pelaku utama karena ada pihak lain yang harusnya lebih bertanggung jawab terhadap perbuatan terdakwa yang diminta dan diperintah memuat BBM bersubsidi jenis Solar,” Katanya.

“Kami pula keberatan dengan putusan Hakim yang tidak mempertimbangkan keadaan terdakwa, yang mana masih dalam proses pengajuan proposal penelitian akhir studi. Tidak diberikan keringanan, sebagai informasi klien kami ditangkap dan ditahan pada saat ia pulang dari KKLP (kuliah kerja lapangan plus) yang merupakan bagian proses pembelajaran dan penilaian mahasiswa akhir studi,” Tukasnya.

Putusan pengadilan terkait dasar hukum penuntutan JPU menggunakan UU Cipta kerja, dimana yang kami persoalankan kedudukan UU cipta kerja yang inkonstitusional bersyarat, dimana majelis mencermati UU masih dapat digunakan sebagai dasar penuntutan.

“Dan menurut pendapat kami UU tersebut belum tepat diterapkan sebagai dasar penuntutan. Namun pada putusan judex factie tidak menjelaskan secara terperinci jelas, seharusnya putusan Hakim selain mencerminkan keadilan, harusnya mempertimbangkan pembelaan karena ditingkat elit intelektual para pakar hukum atas putusan MK terhadap UU cipta kerja masih terjadi silang pendapat, terhadap kedudukan UU Cipta kerja pasca putusan MK, masih terjadi debatable/belum ada yang pasti,” Jelasnya.

“Soal inkonstitusional bersyarat dimana pembuat undang undang (pemerintah dan DPR) diminta untuk memperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun setelah putusan paling lambat kepastian hukum atas kedudukan UU cipta kerja, apakah konstitusional dan inkonstitusional paling tidak akan dilihat nanti pada 26 November 2023. Seharusnya terhadap putusan tersebut tidak terjawab oleh JPU, maka seharusnya pembelaan kami seharusnya dapat dipertimbangkan,” Pungkasnya.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News

SUSNO & USMAN : PENANGKAPAN RIBUAN DEMONSTRAN DINILAI MELANGGAR HUKUM

Published

on

Jakarta – Penangkapan massal ribuan peserta aksi demonstrasi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Mantan Kepala Bareskrim Polri, Susno Duadji, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa banyak dari penangkapan tersebut tidak berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Seperti dikutip dari sesi wawancara mereka di Kompas Tv, Menurut Susno Duadji, “Hukum acara kita kalau dia tidak tertangkap tangan harus diawali dari penyelidikan. Nah, setelah terkumpul minimal dua alat bukti baru dijadikan tersangka. Ya.” Namun, dalam praktiknya, banyak penangkapan secara paksa terjadi tanpa surat perintah atau penjelasan yang memadai, bahkan ada yang dilakukan secara mendadak dini hari. Hal ini menimbulkan keresahan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

Usman Hamid menambahkan bahwa “Mengajak unjuk rasa, termasuk terhadap anak itu dibolehkan. Ingat waktu 2019 ada perdebatan ketika anak-anak SMA turun ke jalan. Pemerintah dan jajaran kepolisian melarang. Tiba-tiba muncul pernyataan pers dari kantor PBB yang menegur pemerintah Indonesia mengatakan bahwa anak-anak pun berhak untuk berunjuk rasa. Justru negara wajib melindungi mereka.” Tuduhan penghasutan terhadap aktivis yang mengorganisasi demonstrasi tidak selalu berdasar, terutama bila ajakan tersebut tidak mengandung unsur kekerasan.

Kedua tokoh ini juga menyoroti bahwa tindakan represif terhadap demonstran justru dapat memperburuk situasi dan mengurangi kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Mereka mengajak pemerintah dan kepolisian untuk membentuk “tim gabungan pencari fakta… tim gabungan investigasi independen. Ada unsur kepolisian, ada unsur masyarakatnya, ada unsur tokoh-tokoh yang punya integritas, punya keahlian… sehingga kita sama-sama bisa mengetahui apa sih sebenarnya yang sesungguhnya terjadi.”

Data dari Amnesty International mencatat bahwa selama gelombang aksi demonstrasi, lebih dari 3.000 orang ditangkap di berbagai daerah dengan jumlah terbanyak di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Namun, banyak penangkapan yang dianggap tidak sesuai prosedur, seperti tidak adanya surat perintah penangkapan, intimidasi saat penangkapan, serta kurangnya akses hukum bagi para tahanan.

Susno dan Usman juga menegaskan pentingnya menghormati hak konstitusional masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dengan damai, serta menuntut penyelesaian akar masalah sosial yang memicu demonstrasi, seperti ketidakadilan sosial dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, serta Kritik terhadap institusi kepolisian dan pemerintah juga disuarakan agar segera melakukan evaluasi dan perbaikan prosedur agar tindakan hukum berjalan adil dan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi demokrasi dan keamanan negara.

Continue Reading

News

Hotman Paris Tantang Presiden Prabowo: Buktikan Nadiem Tak Terima Selembar Rupiah Pun!

Published

on

Jakarta – Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea secara tegas membantah tuduhan bahwa kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, menerima uang satu sen pun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek. Hotman Paris bahkan meminta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk turun tangan secara langsung dalam kasus ini.

Dalam pernyataannya, Hotman Paris menyampaikan permohonan kepada Presiden Prabowo untuk memanggil Kejaksaan dan dirinya sebagai kuasa hukum Nadiem untuk menggelar perkara secara terbuka di Istana Presiden. Ia yakin dapat membuktikan bahwa Nadiem tidak melakukan tindak pidana korupsi hanya dalam waktu 10 menit.

“Tolong gelar perkaranya di Istana, saya akan buktikan: satu, Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Dua, tidak ada mark-up harga dalam pengadaan laptop. Tiga, tidak ada pihak yang diperkaya,” tegas Hotman Paris.

Hotman juga menegaskan bahwa dalam proses pengadaan laptop tersebut, tidak terdapat praktik mark-up harga, dan tidak ada pihak yang diuntungkan atau diperkaya dari pengadaan senilai Rp 9,3 triliun itu. Hotman menambahkan bahwa proyek tersebut menggunakan harga resmi e-catalog yang dikelola pemerintah sehingga tidak ada indikasi penggelembungan.

“Saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo yang pernah menjadi klien saya selama 25 tahun,” kata Hotman Paris yang juga mempertanyakan alasan penahanan terhadap Nadiem.

Kasus ini tengah dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka sejak 4 September 2025. Hotman Paris berpendapat bahwa kasus kliennya mirip dengan kasus mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong yang pernah divonis meskipun tidak menerima dana korupsi.

Hotman Paris menutup pernyataannya dengan mengingatkan hubungan panjangnya selama 25 tahun sebagai pengacara Presiden Prabowo dan mengharapkan agar keadilan ditegakkan secara transparan dan adil bagi Nadiem Makarim.

Continue Reading

Kesehatan

Ingatan Hilang, Aktor Bruce Willis Jalani Perawatan Secara Terpisah Bersama Keluarga

Published

on

Aktor legendaris Hollywood, Bruce Willis, kini tinggal di sebuah rumah satu lantai yang telah disesuaikan untuk kebutuhan medisnya. Keputusan ini diambil oleh istrinya, Emma Heming Willis, setelah kondisi kesehatan sang aktor memburuk akibat frontotemporal dementia (FTD) yang didiagnosis pada Februari 2023.

Emma menegaskan bahwa meski fisik suaminya masih “sangat sehat dan mobile”, kemampuan bahasa serta daya ingat Willis mengalami penurunan drastis. Willis, yang awalnya diumumkan menderita afasia pada 2022, kini kesulitan berbicara dan berkomunikasi. Namun, keluarganya tetap menemukan cara untuk berkomunikasi dengannya, termasuk melalui bahasa tubuh, senyuman, hingga tawa khas yang kadang muncul sekejap.

Keputusan memindahkan sang aktor ke rumah khusus bukan tanpa alasan. Emma menjelaskan, hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas kehidupan dua putri mereka, Mabel (13) dan Evelyn (11). Meski Bruce berada di tempat terpisah dengan tim perawatan medis 24 jam, Emma tetap rutin membawa kedua putrinya untuk makan bersama ayah mereka di pagi dan malam hari. “Kami masih menikmati momen sederhana, seperti menonton film dan tertawa bersama,” ujar Emma.

Dalam wawancara eksklusif bersama Diane Sawyer di ABC News, Emma mengaku bahwa awalnya ia merasa sangat terisolasi dan sendirian setelah mendengar diagnosa suaminya. Ia bahkan sempat menutup diri dari dunia luar, hingga akhirnya menyadari bahwa dirinya juga membutuhkan dukungan. Dukungan itu datang dari keluarga besar, termasuk Demi Moore—mantan istri Bruce—yang juga menyerukan pentingnya kesadaran publik mengenai FTD.

Selain berperan sebagai pengasuh utama, Emma kini menulis buku berjudul The Unexpected Journey: Finding Strength, Hope and Yourself on the Caregiving Path, yang akan terbit pada 9 September 2025. Buku ini berisi pengalaman pribadinya merawat Bruce sekaligus panduan bagi keluarga lain yang menghadapi situasi serupa.

Meski FTD belum memiliki obat, keluarga Willis berharap perhatian media terhadap kondisi Bruce bisa mendorong riset lebih lanjut dan meningkatkan kesadaran publik. “Momen-momen kecil seperti tawa atau kilau mata Bruce adalah hadiah berharga bagi kami,” tutup Emma.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler