Connect with us

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Provinsi Gorontalo Yang Mencemaskan

Published

on

Dr. Funco Tanipu, ST.MA

Oleh : Funco Tanipu (Founder The Gorontalo Institute)

“Di sini kami berdiri di ambang subuh jaman baru, jaman yang akan membawakan terang ke seluruh tanah air. Dan sekali jaman itu terbit, akan lebih banyak dituntut perjuangan, penderitaan, berperang dan memenangkannya”
——- Kartini, Een Gouverneur-Generaalsdag

Surat Kartini begitu tepat. Ia telah mengerjakan sesuatu yang begitu berharga bagi bangsa ini. Ia menubuahkan adanya kebebasan, sebuah yang lapang. Kartini adalah seonggok sejarah yang menjadi inspirasi kita untuk merdeka, tepatnya bebas.

Kronik Provinsi

Tepat 5 Desember 2000, inspirasi dari ambang subuh jaman baru Kartini telah berbuah hasil. Provinsi ini genap berusia 21 tahun. Banyak hal yang telah terjadi, banyak hal yang telah dilakukan. Di samping itu, banyak pula kenangan dan kepahitan yang telah kita lalui bersama. Kita, dan sebagian besar rakyat Gorontalo telah berada dalam strip kebebasan yang telah lama kita nantikan. Kebebasan yang juga kemerdekaan, adalah tanah air dan laut semua suara, kata Toto Sudarto Bachtiar.

Kita, di 23 tahun yang lalu pernah bersama melahirkan ‘ambang subuh jaman baru’. Di tengah kepedihan himpitan kolonial baik koloni sesama maupun koloni asing. Kita, melewati “ambang subuh jaman baru” ini dengan penuh lebam. Semenjak era Matoduladaa, Eyato, Botutihe, hingga Nani Wartabone, telah banyak pejuang tanah ini dipenjarakan, hilang tak tentu rimbanya, atau diterjang peluru tajam karena berpikir merdeka, mereka saling genggam tangan, coba satukan suara dan pikiran, lalu melangkah maju. Mereka berjuang hingga berkalang tanah. Ketika Orde Lama yang durjana kita lewati, kita mempererat genggaman jari. Pun dimana kita mesti melewati Orde Baru yang penuh dusta, kita dengan keyakinan menjanjikan bahwa ‘tirani harus tumbang!’.

Telah 23 tahun yang lalu sejak kemerdekaan “administratif” ini dipekikkan, sejak banyak ibu relakan uang beli susu anaknya untuk membayar ongkos pembentukan Provinsi, sejak derap kaum muda (Presnas, KP3G, HPMIG, HMI, PMII, IMM, GMNI dan berbagai organisasi kaum muda dan masyarakat) menggetarkan jalan-jalan utama dengan ‘bergerak dan bersatu, mendirikan Gorontalo baru’.

Dan di 23 tahun yang silam, kita pernah buka paksa gembok jeruji pagar RRI untuk menyiarkan kemerdekaan ini. Kita kuasai ruang-ruang terbuka dan penuhi mereka dengan impian dan harapan kita tentang Provinsi Gorontalo. Kita berkejaran dengan aparat. Kita ditelikung politisi oportunis (yang ingin menggagalkan Provinsi) dan jengkal demi jengkal mereka terdesak ke pinggir.

Di lubuk hati terdalam kita percaya bahwa Tuhan berpihak pada kemanusiaan dan demokrasi. Dan, seketika itulah Gorontalo secara administratif mampu menjejakkan identitas di negeri yang bernama Indonesia. Kita membukukan sejarah pemekaran tanpa tumpahan darah. Kita melalui itu dengan sungguh hati dan tekad yang kuat.

Mencemaskan Gorontalo

Tentu, saya tidak sedang mengajak Anda sekadar bernostalgia. Kronik yang baru saya sampaikan mengandung pertanyaan tak terhingga. Kita baru sadar bahwa saat ini kita sedang ditelikung oleh kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan sepenuhnya ruang-ruang yang sudah kita buka dengan susah payah, kekuatan-kekuatan yang selalu berniat memenjarakan pikiran dan tubuh kita.

Bagi kita sekalian, proses selama 23 tahun tak bisa dilewatkan begitu saja. Ada banyak peristiwa, ada kisah, ada memori, ada darah dan juga air mata. 23 tahun bukan usia yang singkat. Ada 4 kali Pemilu, ada 4 kali pilgub, ada belasan kali pilkada di tingkat kabupaten/kota. Ada beberapa Gubernur dan Wakil Gubernur, ada beberapa Bupati dan Wakil Bupati serta puluhan hingga ratusan anggota legislatif yang dilahirkan dalam kurun waktu 23 tahun ini. Ada puluhan Profesor dan ratusan Doktor serta ribuan Master dan puluhan ribu Sarjana yang lahir setelah 23 tahun berjalan.

Dalam kurun waktu itu, ada puluhan triliun yang mengalir dan membasahi tanah ini. Tanah ini dikunjungi berkali kali oleh Presiden dan Wakil Presiden Indonesia dan ratusan kali kunjungan Mentri. Pun ada ribuan studi banding Pemerintah Daerah ke jazirah ini. Hingga puluhan dan bahkan ratusan ribu manusia datang ke Gorontalo baik sebagai wisatawan maupun urusan lainnya. Selama ini pula, Gorontalo telah memproduksi jutaan ton beras dan jagung serta hasil bumi lainnya. Gorontalo juga telah memproduksi banyak hasil ternak, juga jutaan ton hasil laut.

Pada 23 tahun yang berjalan ini , bermilyar milyar paket data internet dan pulsa yang telah dihabiskan, jutaan daya lisrik yang telah terpakai, hingga milyaran meter kubir air yang telah habis untuk segala keperluan. Di sisi lain, ada ratusan ribu hektar hutan telah dikonversi menjadi areal perkebunan sawit, tambang dan tanaman industri lainnya.

Pada saat yang sama, selama kurun waktu ini, ribuan anak berada dalam kondisi gizi buruk, puluhan ribu anak yang putus sekolah, ratusan ribu anak yang tidak menikmati pendidikan yang berkualitas. Dalam pada itu, ribuan remaja mengkonsumsi narkoba, ribuan remaja melakukan seks bebas, puluhan hingga ratusan ribu lainnya dengan gaya hidup yang mengkhawatirkan.

Lebih miris lagi jika kita membaca data mengenai puluhan milyar kerugian keuangan negara yang hangus dibakar nafsu, hingga ribuan orang terlibat kasus korupsi. Selama ini pula, ratusan orang kehilangan nyawa, ribuan lainnya harus masuk tahanan karena kasus kriminal. Serta puluhan ribu liter minuman keras yang telah membasahi tenggorokan manusia Gorontalo. Hingga pada titik 23 tahun berjalan, jumlah jamaah masjid berkurang drastis, jumlah yang menghadiri majelis taklim pun makin turun. Perayaan Dikili dan Meeraji pun hanya dihadiri kalangan uzur.

Setelah 23 tahun, sepertinya banyak kisah dan peristiwa yang telah kita lalui. Banyak lorong kehidupan yang kita lewati, baik gelap maupun terang. Semua bercampur keharuan dalam menjalani 23 tahun Provinsi Gorontalo. Setelah 23 tahun ini, banyak hal yang bisa kita banggakan, tapi hampir setara dengan apa yang membuat kesal.

Tentu, saya tidak sedang mengajak anda sekadar bernostalgia. Kronik yang baru saya sampaikan mengandung kenyataan dan pertanyaan tak terhingga. Kita baru sadar bahwa saat ini kita sedang ditelikung oleh kekuatan-kekuatan yang memanfaatkan sepenuhnya ruang-ruang yang sudah kita buka dengan susah payah, kekuatan-kekuatan yang selalu berniat memenjarakan pikiran dan tubuh kita.

Saya mengajukan kenyataan ini karena saya melihat bahwa gagasan-gagasan yang kita tawarkan dalam proyek masa depan Gorontalo berbenturan dengan sikap curang sebagian orang yang hendak memperdagangkan apa yang kita cita-citakan dulu. Mereka menelikung kita di tikungan administrasi, prosedur demokrasi. Mereka membabat harapan kita dengan kekuatan modal yang bergelimang. Kita, secara tidak langsung telah membiarkan mereka mengoyak-ngoyak kain renda masa depan tanah ini. Sekelompok manusia bengis memanfaatkan kesusahan kita membuka jeruji kebebasan ini.

Saya mengajukan ini di tengah kecemasan yang melanda. Masa depan Provinsi ini cukup mencemaskan. Bukankah hanya dengan mencemaskan kita bisa melakukan refleksi akan kekurangan, keteledoran dan kebingungan kita selama 23 tahun ini? Saya cukup cemas dengan Provinsi ini. Di 23 tahun yang telah lalu, Gubernur dan Bupati di negeri ini tak pernah dipilih langsung. Kini, kita bisa memilih mereka secara terbuka. Kini pula kita hanya bisa cemas mobilisasi kapital telah merusak akar nurani politik lokal. Uang telah menjadi alat jual beli dalam praktik demokrasi.

Kita juga mahfum bahwa Provinsi tidak menjanjikan adanya kesempurnaan. Provinsi tentu bukan untuk menyempurnakan segala sesuatu. Provinsi adalah keinginan untuk memperbaiki diri selalu. Provinsi dimulai dari kekurangan. Kita akui bahwa 23 tahun ini belumlah ada yang sempurna. Provinsi ini kita lahirkan untuk membuka jalan ke arah perbaikan yang damai dan teratur. Dan sesungguhnya bukan untuk melahirkan kesempurnaan. Dan saya kira itu yang sedang terjadi sekarang.

Namun, angin kecemasan mesti ditiupkan. Mesti ada semangat kecemasan. Tetap perlu ada orang yang mengeluh. Keadaan tidak akan sempurna, memang. Seperti sekarang, Pemerintah Daerah abai dengan kekurangan yang selama ini terjadi. Mereka salah karena tidak antisipasi. Tapi menyalahkannya pada Pemerintah Daerah sepenuhnya? Tidak bisa. Dengan kata lain, Gorontalo yang sekarang masuk dalam satu arena yang berbeda, tidak bisa dibandingkan dengan daerah yang telah berdiri lebih dulu. Tapi tak berarti kita tidak salah.

Kita menikmati angin segar desentralisasi, yang juga merupakan revolusi diam-diam dari Indonesia. Provinsi ini berubah, tapi orang tidak sadar kalau itu perubahan besar. Kalau dibilang 23 tahun itu tidak menghasilkan, itu tidak benar. “jangan kutuk kegelapan, nyalakan lilin”. Tetapi, harapan kita jangan pula seperti lilin, awalnya terang, ujungnya padam dan meleleh. Memang, dunia tak akan berubah drastis. Tapi, dunia kan memang tidak pernah berubah drastis.

Saya ingin menegaskan bahwa ancaman yang kita hadapi saat ini bukanlah Gorontalo yang baik atau buruk. Kita seharusnya tidak terjebak dalam perang wacana itu, karena sekali lagi Provinsi yang kita perjuangkan adalah proses menuju yang lebih baik. Yang kita hadapi adalah pertarungan politik dan kultural. Kita sedang berebut ruang dan pengaruh untuk menentukan rambu-rambu kekuasaan politik dan merumuskan ke-Gorontalo-an.

Dalam arena pertarungan ini kita perlu membangun gerakan kebudayaan yang memungkinkan tumbuhnya imajinasi tentang dunia baru yang kita dambakan dengan cita-cita politik yang jelas. Kita tidak bisa bertahan dengan posisi-posisi anti a atau b sebagai reaksi terhadap provokasi ‘pihak sana’. Kita tidak boleh membiarkan gerak kita ditentukan oleh manuver-manuver yang mereka rancang untuk mengacak-acak kesatuan dan keteraturan derap kita. Kita harus tegaskan posisi kita terhadap hal-hal fundamental yang menjadi landasan dan kerangka tegaknya Provinsi ini.

Sekali lagi, kita bukan makhluk lemah yang tak berakal-budi. Kita bukan obyek penerima amplop sedekah dan tindakan karitatif lainnya untuk dukungan politik sempit. Kita mesti tolak mereka mulai menghancurkan urat nadi demokrasi yang telah kita buka paksa di sepuluh tahun silam.

Sepanjang sejarah peradaban manusia Gorontalo, kita selalu punya cara untuk bertahan, melawan dan mencari celah-celah pembebasan. Kalau tidak, kita sudah punah sebagai spesies. Minimal, perlawanan yang terbaik adalah melawan lupa. Bahwa kita tidak melupakan Provinsi ini didirikan diatas nurani dan setumpuk keyakinan pada tegaknya kemanusiaan Gorontalo.

Advertorial

FIS UNG Gelar Sosialisasi Tarif Layanan Akademik, Pastikan Civitas Paham Kebijakan Baru

Published

on

UNG – Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menggelar sosialisasi Tarif Layanan Penunjang Akademik Tahun 2025, Rabu (13/8/2025) di Aula FIS. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WITA ini dipimpin langsung Wakil Rektor II UNG, Dr. Moh. Hidayat Koniyo, S.T., M.Kom., selaku narasumber utama.

Dalam paparannya, Dr. Hidayat memaparkan secara rinci ketentuan dan penyesuaian tarif yang akan mulai berlaku tahun depan. Ia menegaskan, kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan kualitas layanan akademik sekaligus menunjang proses pembelajaran di UNG.

Dekan FIS, Dr. Drs. Zuchri Abdussamad, S.I.K., M.Si., mengapresiasi kehadiran Wakil Rektor II dalam kegiatan tersebut.

“Sosialisasi ini penting agar seluruh civitas akademika memahami kebijakan yang berlaku. Transparansi dan pemahaman bersama akan mendorong penerapan kebijakan secara efektif,” ujarnya.

Kegiatan dihadiri pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan, dan perwakilan mahasiswa. Antusiasme peserta terlihat dari diskusi interaktif yang membahas dampak implementasi tarif terhadap aktivitas akademik.

FIS UNG menegaskan, sosialisasi ini merupakan wujud komitmen fakultas dan universitas dalam menjaga keterbukaan informasi serta memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh civitas akademika.

Continue Reading

Advertorial

Kolaborasi Internasional: UNG dan PAIR Siap Kembangkan Riset Kawasan Teluk Tomini

Published

on

UNG – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menerima kunjungan Tim Partnership for Australia–Indonesia Research (PAIR) Sulawesi bersama Konsulat Jenderal Australia di Makassar, Selasa (12/8). Rombongan dipimpin Direktur Indonesia untuk PAIR, Dr. Hasnawati Saleh, dan disambut langsung Rektor UNG, Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, S.T., M.T., di ruang kerja rektor.

Turut hadir mendampingi Rektor, Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi Prof. Dr. Harto Malik, M.Hum., Kepala LPPM UNG Prof. Lanto Ningrayati Amali, S.Kom., M.Kom., Ph.D., serta tim peneliti UNG.

Rektor UNG, Prof. Eduart, menyampaikan apresiasi atas kunjungan tersebut dan menegaskan bahwa kolaborasi riset internasional ini sejalan dengan fokus pengembangan daerah berbasis kawasan, khususnya di Teluk Tomini.

“Kehadiran Tim PAIR dan Konjen Australia menjadi langkah penting memperkuat jejaring penelitian yang memberi kontribusi langsung bagi masyarakat. UNG akan memberikan dukungan penuh agar kolaborasi ini berjalan optimal,” ujar Eduart.

Sementara itu, Dr. Hasnawati Saleh menjelaskan bahwa kunjungan ini bertujuan mempererat komunikasi dengan mitra universitas dan stakeholder di Gorontalo, sekaligus memperkenalkan program PAIR kepada peneliti UNG yang menjadi mitra kerja.

Pertemuan akan dilanjutkan dengan kunjungan ke pusat riset di Desa Biluhu, daerah pesisir Gorontalo, sebagai bagian dari implementasi riset berbasis kawasan.

“Kami berterima kasih atas dukungan Rektor UNG dan berharap kerja sama ini menjadi awal yang baik antara seluruh pihak,” pungkas Hasnawati.

Continue Reading

Advertorial

UNG Sambut Mahasiswa Baru dengan Pembekalan Intensif Selama 5 Hari

Published

on

UNG – Sebanyak 5.281 mahasiswa baru resmi menjadi bagian dari keluarga besar civitas akademika Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Mereka dibekali pengenalan kehidupan kampus melalui kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025, yang berlangsung selama lima hari mulai 11–15 Agustus 2024.

Dalam arahannya, Rektor UNG, Prof. Dr. Ir. Eduart Wolok, S.T., M.T., menegaskan pentingnya PKKMB sebagai langkah awal bagi mahasiswa baru untuk beradaptasi dengan dunia perkuliahan.

“Kehidupan kampus sangat berbeda dengan masa sekolah. Melalui PKKMB, mahasiswa akan memahami sistem pembelajaran, budaya akademik, dan berbagai aktivitas yang akan dijalani selama masa studi,” ujar Eduart.

Rektor menekankan bahwa momen ini bukan sekadar seremonial, tetapi wadah strategis untuk membentuk kesiapan mental dan akademik mahasiswa dalam menghadapi dinamika perkuliahan selama empat tahun ke depan.

Ketua Panitia PKKMB 2025, Dr. Melan Angriani Asnawi, S.Pd., M.Si., menjelaskan kegiatan ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, dan dilaksanakan di tingkat universitas serta fakultas.

Selama pelaksanaan, mahasiswa baru dibekali materi penting, antara lain kehidupan berbangsa dan bernegara, jati diri bangsa dan bela negara, sistem pendidikan tinggi di Indonesia, perguruan tinggi di era digital dan revolusi industri, pengembangan karakter, serta muatan lokal dan kearifan lokal Kawasan Teluk Tomini.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler