Korea Selatan kembali mencuri perhatian dunia dengan inovasi kebijakan yang menggabungkan unsur ekonomi dan sosial untuk memerangi krisis menurunnya angka kelahiran. Kali ini, Pemerintah Distrik Saha di kota Busan meluncurkan program unik yang memberi insentif besar bagi warga yang memulai hubungan melalui perjodohan resmi, dengan tujuan meningkatkan angka pernikahan dan kelahiran.
Program ini memberi insentif bertahap kepada pasangan yang menjalani proses mulai dari pacaran hingga menikah. Warga yang memulai hubungan lewat acara perjodohan resmi akan mendapatkan dana sebesar 500 ribu won atau sekitar Rp5,7 juta. Jika hubungan mereka berlanjut ke tahap pertunangan atau pertemuan keluarga, insentif tersebut akan meningkat menjadi dua juta won (Rp23 juta). Selanjutnya, pasangan yang akhirnya menikah akan memperoleh hadiah sebesar 20 juta won (Rp230 juta), bahkan ada tambahan bantuan tempat tinggal berupa uang muka hingga 30 juta won (lebih dari Rp340 juta) dan subsidi sewa selama lima tahun.
Target utama dari program ini adalah mengatasi menurunnya angka kelahiran di Korea Selatan yang saat ini menjadi salah satu negara dengan tingkat kelahiran terendah di dunia. Dengan total paket dukungan mencapai 53 hingga 71 juta won per pasangan, pemerintah berharap mampu mendorong lebih banyak pasangan muda membangun keluarga dan membeli rumah.
Disebutkan juga bahwa langkah ini mendapat berbagai reaksi, mulai dari apresiasi hingga kritik. Banyak pihak menilai bahwa langkah inovatif ini harus didukung sebagai solusi jangka panjang mengingat tingginya angka perceraian dan rendahnya tingkat kelahiran yang menjadi tantangan besar bangsa Korea.
“Upaya menekan angka kelahiran rendah di Korea Selatan kini dilakukan dengan cara unik,” ujar sumber dari sosial media. Sementara itu, media internasional seperti The New York Times menyatakan bahwa kebijakan ini bisa menjadi inspirasi bagi negara lain yang menghadapi masalah demografi serupa.