Connect with us

News

Hubungan Indah Bersama-Nya

Published

on

Oleh: Makmun Rasyid

Suatu masa, kira-kira tahun 1920-an, saat mengeyam kuliah di Bandung. Bung Karno mengalami ragam kesulitan dan tantangan hidup yang luar biasa. Kondisi ini dimanfaatkan-Nya untuk mendekat pada Ilahi Rabbi. Dalam proses kehidupan di Bandung, Cindy Adams menulis, “selagi aku melangkah ragu pada awal jalan yang menuju kepada ketuhanan, aku tidak melihat Yang Maha Kuasa sebagai Tuhan seseorang”.

Tuhan milik semua hamba-Nya. Kehadiran Tuhan ada dalam diri setiap manusia. Perspektif penulis, sebab inilah, ketiadaan pembicaraan tentang wujud Tuhan secara eksplisit dalam kitab suci, disebabkan wujud-Nya teramat jelas dan dirasakan—bagi mereka yang jujur. Kejelasan akan kesaksian dan ketauhidan murni manusia, direkam dalam Qs. Al-A’râf [7]: 172. “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menyaksikannya”. Sebuah kesaksian antara Dia dengan manusia sebelum ruh dimasukkan ke dalam jasad.

Qur’an merekam sosok Fir’aun yang terus berucap akan ketiadaan Tuhan dalam kehidupannya. Namun saat nyawa akan meninggalkan jasadnya. Dia berkata, “saya percaya bahwa tidak Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil. Dan saya termasuk orang-orang yang yang berserah diri (kepada Allah)” (Qs. Yûnus [10]: 90-91). Ayat ini menegaskan bahwa fitrah bertuhan adalah keniscayaan milik semua manusia, termasuk bagi mereka yang mengingkari adanya wujud Tuhan.

Ketauhidan seseorang harus dipupuk secara konsisten. Ia bisa melemah dan naik, sesuai kondisi hati dan kejiwaan. Di dalam Ramadan, secara tak sadar, Allah menegur orang-orang yang berlebih-lebihan dalam beribadah. Dalam bahasa kekinian disebut: “al-Ghuluwwu fî al-Ibâdah wa al-Dîn” (berlebih-lebihan dalam beribadah dan beragama). Teguran ini menyebabkan manusia harus menyeimbangkan keteguhan spiritualnya dengan keteguhan akan tindakan sosial-muamalah.

Nabi pun pernah menegur istrinya kala ia menjumpai sebuah tali yang membentang dari satu dinding ke dinding lainnya. Nabi keheranan, “untuk apakah ini?”. Sahabat yang ada menjawab, “aku melihat, istri Rasul salat dengan berpegangan di tali itu semalam”. Rasul pun memerintahkan sahabatnya, “copotlah tali-tali ini”. Maknanya, Nabi menginginkan kepada siapa, proses mendekati-Nya dan bercengkrama dengan-Nya tidak perlu memaksakan dan mengada-ngada.

Dalam beragama pun demikian. Proses mendekati-Nya yang melewati banyak jalur dan banyak cabang, walau akarnya satu, Tuhan menginginkan proses menuju akar itu natural. Tidak ada paksaan dalam memeluk (sebuah) agama. Sebab, keterpaksaan akan memalingkan tujuan menuju akar yang telah dihujamkan-Nya. Setiap peniti jalan kebenaran, akan menemukan ketersingkapan seluruh keanggunan dan sejuta makna yang terpancar dari akar.

Saat tahapan di lembah pencarian atau “talab”, setiap manusia akan menemukan kepuasan hati dan ketakjuban. Kepuasan itu didapatkan melalui gelombang dan badai yang mengitarinya. Dalam gelombang kehidupan menuju-Nya, laksana kondisi seseorang dalam berpuasa. Pada hari pertama, sulit; pada hari kedua, keasyikan mulai terasa; dan hari berikut-berikutnya terasa ringan dan membuat jiwa tenang lagi tentram. Begitulah, perjalanan menuju Sang Khaliq.

Gelombang itu bisa berupa apa saja, termasuk gejolak dunia dan gejolak bumi. Saat manusia mulai ‘melupakan-Nya’ dan melibatkan-Nya dalam segala aktivitas, Tuhan mendatangi secara khusus. “Sesungguhnya Aku untuk kalian secara khusus memberi peringatan yang jelas” (Qs. al-Dzâriyât [51]: 50)). Tatkala Dia datang, dia hanya memberi peringatan, bukan memaksa—walau Dia memiliki kemampuan itu. Disinilah hakikat “bersegeralah menuju-Nya” bukan dalam pemaknaan beribadah semalaman suntuk. Dialog indah yang populer dalam Islam, bisa membuat kita merenung atas fenomena berlebih-lebihan dalam beribadah.

Dalam salah satu kunjungan Salman al-Farisi ke rumah Abu Darda, ia mendapati istri Abu Darda bermuka muram dan kusut. Salman bertanya, “ada apa denganmu, sehingga engkau tampak seperti ini”. Istri Abu Darda menjawab, “suamiku, sudah tidak menginginkan dunia sama sekali…, siang hari ia berpuasa dan sepanjang malam terus menunaikan salat”.

Tidak berselang lama, Abu Darda menjumpai Salman, seraya menyuguhkan penganan ala kadarnya. “Sila dinikmati. Mohon dimaklumi! Aku sedang berpuasa”, ungkap Abu Darda. Salman pun segera menimpalinya, “mustahil aku sentuh penganan itu kecuali jika engkau mau menikmati bersamaku”. Abu Darda pun turut menyantap secara bersama-sama.

Sampai tibalah malam hari. Tepatnya di sepertiga malam, yang dalam benak kaum Muslimin sebagai waktu indah dalam bermunajat kepada-Nya. Melihat Abu Darda yang bersiap-siap menuju tempat ibadahnya, Salman berucap, “tidurlah dulu”. Lagi-lagi Abu Darda mengurungkan niat, demi menghormati permintaan sahabatnya. Abu Darda tiba-tiba terbangun dari tidurnya, dan segera kembali ingin menunaikan salat. Salman menyuruhnya “tidurlah kembali”.

Di saat menjelang waktu sahur. Barulah Salman membangunkannya. Seraya berkata, “sesungguhnya Tuhanmu memiliki hak atas dirimu. Namun demikian, jiwamu juga memiliki hak. Dan keluargamu pun demikian. Maka, penuhilah kewajibanmu atas semua itu secara seimbang” (Hadis). Inilah yang saya maksud agar dalam proses mendekati-Nya berkembang secara wajar.

Proses berkembang itu akan menjadikan hamba-Nya terbebaskan dari rasa terbebani dalam ibadah dan telah merintis sebuah jalan secara berkala-kala, laksana turunnya wahyu Tuhan ke Nabi Muhammad. Tahapan demi tahapan yang dilalui secara konsisten akan meneguhkan dan mendidik jiwa seorang salik, kemudian akan memperoleh kenikmatan bersama-Nya. Bahkan oleh sebagian peniti jalan berucap, proses ini akan dilalui dengan “semponyongan” tapi akan menjadikan kebetahan berada di jalan-Nya, sebagai kebutuhan yang tak tertahankan. Salik akan melewati dari fase paksa, biasa dan bisa.

Ketiga tahapan itulah yang sedang diajarkan-Nya selama puasa Ramadan. Sampai puncak bisa dan konsisten itulah, kesungguhan akan dibayar oleh-Nya dengan derajat “muttaqîm”. Yang derajat ini tidak semua yang berpuasa bisa mendapatkannya, kecuali bagi mereka yang melebur dan menyeimbangkan satu kewajiban dengan kewajiban lainnya. Peleburan diri pada Ramadan secara bersungguh-sungguh, akan menggiring kepada jalan hakiki: rindu ingin selalu bersama-Nya. Kerinduan yang membuahkan komunikasi transendetal yang aktif, kreatif dan progresif. Dengan begitu, hubungan indah bersama-Nya akan dituai setiap insan.

Gorontalo

Pengamen Gorontalo Ini Siap Ukir Prestasi di Indonesian Idol 2025

Published

on

Gorontalo – Semangat dan ketulusan seorang pemuda asal Gorontalo, Adrianto Ibrahim (24), yang akrab disapa Dion, tengah menyita perhatian publik. Dengan latar belakang sebagai pengamen jalanan sejak September 2023, Dion kini mantap melangkah mengikuti audisi Indonesian Idol 2025, mengusung harapan besar: mengangkat derajat kedua orang tuanya melalui musik.

Dion bukanlah sosok dengan kemudahan dalam hidup. Namun di tengah keterbatasan ekonomi, ia tak pernah goyah mengejar cita-cita. Baginya, musik bukan sekadar hobi atau hiburan, melainkan sarana perjuangan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan bukti nyata bahwa impian bisa diraih oleh siapa saja.

“Saya pengen naikin derajat kedua orang tua saya lewat prestasi saya dalam mengikuti audisi Indonesian Idol,” ujar Dion penuh haru saat diwawancarai.

Setiap hari, Dion tetap turun ke jalan mengamen demi mengumpulkan biaya persiapan mengikuti audisi. Namun perjuangannya tidak ia jalani sendiri. Dukungan datang dari berbagai kalangan: musisi lokal, kreator konten Gorontalo, hingga Wali Kota dan Bupati Gorontalo, yang turut memberikan dukungan moral dan materiel.

“Untuk sisanya, saya bantu dengan cara ngamen setiap hari, untuk persiapan Indonesian Idol ini,” katanya.

Lebih dari sekadar suara dan nada, musik bagi Dion adalah kekuatan jiwa.

“Musik bisa meningkatkan semangat, membuat orang rileks, dan memberi ketenangan,” ungkapnya.

Dengan keyakinan itu, Dion berharap perjuangannya bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda, khususnya mereka yang tumbuh dalam keterbatasan, bahwa mimpi tak pernah mengenal batas ketika disertai tekad dan ketulusan.

“Saya ingin membanggakan kedua orang tua, menaikkan derajat mereka, dan suatu saat bisa membantu orang-orang yang kurang mampu. Itu alasan saya ingin sukses,” tutup Dion.

Langkah Dion menuju panggung Indonesian Idol 2025 kini mendapat sambutan hangat. Publik Gorontalo dan warganet di berbagai platform media sosial menyuarakan dukungan, menjadikan Dion sebagai simbol harapan dan semangat pantang menyerah anak muda Gorontalo.

Continue Reading

Gorontalo

Aktivis Lingkungan Tolak Revisi Palsu UU Kehutanan: “Jangan Jadikan Bioenergi Kedok Perampasan

Published

on

Pohuwato – Rencana revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (RUUK) harus dijadikan momentum untuk melakukan perubahan paradigma secara menyeluruh dalam tata kelola hutan Indonesia. Seruan tersebut mengemuka dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan secara daring oleh Forest Watch Indonesia (FWI), yang turut melibatkan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan anggota DPR RI.

Dalam forum itu, Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye FWI, menegaskan bahwa paradigma lama yang memposisikan hutan sebagai milik negara secara sepihak—warisan dari era kolonial—telah usang dan terbukti gagal menjawab krisis ekologi dan konflik agraria yang terus berlangsung.

“UU Kehutanan perlu direvisi total. Dengan rata-rata kerusakan hutan mencapai 689 ribu hektare per tahun, kita tidak bisa terus bertahan dengan kerangka hukum yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan lokal,” tegas Anggi.

FWI menekankan tiga poin krusial dalam revisi RUUK:

  1. Mengakhiri dominasi negara atas kawasan hutan, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 45/PUU-IX/2011, yang mensyaratkan penunjukan, tata batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan harus melibatkan masyarakat.

  2. Menolak kamuflase pembangunan berkelanjutan, seperti proyek food estate dan bioenergi, yang justru menjadi instrumen perampasan ruang hidup masyarakat lokal.

  3. Mengakomodasi putusan-putusan MK yang menjamin pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat sebagai subjek hukum yang sah.

Dukungan terhadap agenda revisi juga datang dari Riyono, Anggota DPR RI Fraksi PKS, yang menyebut revisi ini sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional negara terhadap masyarakat adat.

“Ini bukan hanya mandat hukum, tapi juga mandat moral untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat atas ruang hidup mereka,” tegas Riyono.

Perwakilan masyarakat sipil dari berbagai daerah turut menyampaikan realitas ketimpangan di lapangan. Raden dari WALHI Kalimantan Selatan menyoroti nasib masyarakat adat Meratus yang terus terpinggirkan oleh ekspansi industri.

Syukri dari Link-Ar Borneo menilai proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya menjadi kedok untuk perluasan perkebunan monokultur. Sementara itu, Darwis dari Green of Borneo memperingatkan bahwa tanpa prinsip PADIATAPA (Pengakuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak) serta jaminan perlindungan sosial, revisi UU justru bisa memperluas konflik dan kriminalisasi warga di Kalimantan Utara.

“Jika RUUK tak berpihak pada rakyat dan ekosistem, yang lahir bukan solusi, tapi legalisasi krisis,” tegas Afifuddin dari WALHI Aceh.

Sejumlah aktivis juga mengingatkan bahaya penyalahgunaan narasi transisi energi hijau. Oscar Anugrah dari WALHI Jambi menyebut bahwa proyek-proyek energi terbarukan tak boleh menjadi dalih baru dalam menggusur masyarakat dari ruang hidupnya.

Defri Setiawan dari WALHI Gorontalo mengungkap bahwa investasi bioenergi di Gorontalo telah meminggirkan masyarakat lokal dari lahan-lahan yang mereka kelola secara turun-temurun.

Hal senada disampaikan Zul dari KORA Maluku, yang menyuarakan kondisi masyarakat adat di pulau-pulau kecil seperti Buru yang kerap diabaikan dalam perencanaan program nasional.

“Masyarakat adat tidak boleh hanya diajak berpartisipasi. Mereka adalah pemilik sah hutan yang telah mereka jaga secara turun-temurun,” tegas Zul.

Dari kalangan akademisi, Dr. Andi Chairil Ichsan dari Universitas Mataram menegaskan pentingnya pengelolaan hutan yang adil, tidak lagi dimonopoli negara, dan berpihak pada keadilan ekologi dan sosial.

Dessy Eko Prayitno dari Universitas Indonesia menambahkan bahwa prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas harus menjadi roh UU Kehutanan yang baru. Hal ini harus terlihat mulai dari proses pengukuhan kawasan hutan, pengawasan, hingga penegakan hukum.

Revisi UU Kehutanan menjadi momentum penting untuk mengembalikan fungsi hutan tidak hanya sebagai sumber ekonomi, tetapi juga sebagai ruang hidup dan warisan ekologis yang dikelola secara adil oleh negara bersama masyarakat.

Continue Reading

Gorontalo

Pungli di Balik Skripsi? UNIPO Didesak Bersih-Bersih Pejabat Kampus

Published

on

Pohuwato – Dunia akademik Universitas Pohuwato (UNIPO) tengah diguncang isu tak sedap. Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang menyeret dua pejabat fakultas kembali mencuat ke publik, setelah sebuah unggahan viral dari akun Facebook Lintas Peristiwa pada Kamis (26/06/2025) menandai langsung nama kampus tersebut.

Dalam unggahan itu, dua pejabat kampus yang merupakan pasangan suami istri—masing-masing menjabat sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)—dituding terlibat dalam praktik pungli dalam proses akademik mahasiswa, mulai dari proposal hingga skripsi.

Sejumlah mahasiswa dari kedua fakultas mengaku, mereka dimintai biaya di berbagai tahapan akademik. Tak hanya itu, mereka menyebut adanya tekanan berupa ancaman nilai gagal jika tidak memenuhi permintaan tertentu dari oknum dosen. Bahkan, muncul pula dugaan praktik joki akademik yang dianggap mencederai nilai-nilai keilmuan.

“Kami dipungut biaya saat proposal, skripsi, hingga revisi. Bahkan ada permintaan pribadi yang harus dipenuhi. Kalau tidak, kami diancam dapat nilai E atau error,” ungkap salah satu mahasiswa semester akhir, yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Beberapa mahasiswa mengaku telah menyimpan bukti berupa rekaman suara dan video, dan menyatakan siap menyerahkannya jika ada penyelidikan resmi dari pihak eksternal.

Menanggapi isu tersebut, RD, Dekan FKIP UNIPO, membantah keras semua tudingan. Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada permintaan pungutan liar kepada mahasiswa, dan semua kebijakan yang ia jalankan selalu merujuk pada aturan akademik kampus.

“Kalau soal proposal dan skripsi, itu sepenuhnya tanggung jawab mahasiswa. Saya selalu siap membimbing jika diminta. Tidak pernah ada paksaan, apalagi permintaan uang,” jelas RD kepada media, Jumat (27/06/2025).

Hal senada disampaikan oleh U, Dekan FISIP UNIPO. Ia menyebut tudingan yang diarahkan kepadanya tidak berdasar.

“Tidak pernah ada tekanan, apalagi jual beli nilai. Saya selalu terbuka membantu mahasiswa, dan semua proses akademik dilakukan transparan,” tegasnya.

Dugaan pungli ini menimbulkan keresahan luas di kalangan sivitas akademika. Banyak pihak mendorong agar Yayasan UNIPO, Pembina Yayasan, serta LLDikti Wilayah XVI Gorontalo segera turun tangan melakukan audit menyeluruh dan evaluasi total terhadap tata kelola kampus.

Desakan ini muncul bukan hanya untuk menindak pelanggaran, melainkan juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi di Pohuwato.

“Kampus adalah tempat menumbuhkan ilmu, bukan tempat menumbuhkan transaksi. Bila ada oknum yang mencemari integritas akademik, maka harus segera dibersihkan hingga ke akar-akarnya,” ungkap salah satu aktivis mahasiswa.

Hingga berita ini diturunkan, pihak rektorat Universitas Pohuwato belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi Barakati.id tetap membuka ruang hak jawab kepada semua pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler