Connect with us

Kesehatan

Alasan Perut Terus Merasa Lapar Meski Sudah Makan

Published

on

http://discovertheartofliving.com

Aneh rasanya saat perut masih meronta minta makan meski belum lama sepiring nasi Padang sudah disantap. Pengalaman ini tampaknya dialami sebagian banyak orang.

Tak sedikit orang yang merasa lapar tanpa henti. Rasa lapar bahkan tetap muncul meski perut baru saja diisi. Jangan heran, sebab tak semuanya rasa lapar berasal dari perut yang meronta.

Psikolog Susan Albers mengatakan, manusia dikelilingi makanan selama 24 jam dan dibanjiri rasa stres serta emosi. “Mayoritas, semua kegiatan makan dipicu emosi,” ujar dia.
Saat emosi terus memicu, tak aneh jika rasa lapar tak kunjung hilang. Selain emosi, beberapa hal juga menyebabkan rasa lapar tak kunjung berhenti. Berikut mengutip jurnal kesehatan Prevention.

1. Makan tidak kenyang
Rasa lapar setelah makan bisa disebabkan oleh asupan makanan yang kurang lengkap. Ahli gizi Alexandra Sowa mengatakan, untuk merasa kenyang lebih lama, Anda perlu menyertakan beragam nutrisi pada makanan termasuk protein, lemak sehat, dan serat.

“Makanan yang dipenuhi serat seperti sayuran dengan kepadatan tinggi dan karbohidrat kompleks seperti oatmeal memberi muatan pada lambung dan saluran pencernaan, sekaligus membuat Anda kenyang lebih lama,” jelas Sowa.

2. Stres
Stres membuat tubuh bereaksi dengan rasa lapar. Saat stres, kata Sowa, produksi hormon kortisol dan grelin meningkat hingga menimbulkan rasa lapar.

Mereka yang lapar karena stres umumnya akan mencari makanan dengan kandungan karbohidrat.

Albers merekomendasikan untuk melakukan relaksasi terlebih dahulu atau dengan berjalan-jalan di area hijau demi menghindari aktivitas makan yang dipicu stres.

3. Rajin melihat unggahan foto makanan
Menengok ragam foto makanan di media sosial seperti Instagram hanya akan membuat Anda lapar. Sejumlah riset mengamini hal tersebut.

“Semakin Anda mulai membayangkan makanan, seperti aroma dan rasanya di mulut, semakin Anda menginginkannya,” ujar Albers.

4. Makan terburu-buru
Pernah menggigit roti sembari menyetir atau makan nyaris tanpa mengunyah karena takut telat kerja? Diakui atau tidak, kebiasaan ini akan membuat Anda merasa lapar beberapa waktu setelahnya.

Sebuah riset menemukan, saat wanita mengonsumsi sereal seraya berjalan, mereka makan kalori lima kali lebih banyak saat santap berikutnya.

“Anda tidak fokus atas apa yang Anda makan, Anda terdistraksi,” ujar Albers. Dia menyarankan untuk mengambil waktu santai dan rileksasi sebelum aktivitas makan dimulai.

5. Rasa bosan
Ada hubungan antara rasa bosan dengan kebiasaan makan yang buruk. Saat semua orang merasa sibuk, Anda akan cenderung mencari makan sebagai pengganti teman.

Albers mengingatkan untuk pandai membedakan antara rasa lapar dan rasa bosan. “Saat Anda bosan, Anda tidak benar-benar lapar untuk sesuatu yang spesifik,” kata dia.

6. Resistensi insulin
Selain penyebab-penyebab di atas, rasa lapar menerus juga terjadi akibat kondisi resistensi insulin. Hal ini mengarah pada penyakit diabetes tipe-2.

Resistensi insulin adalah kondisi saat sel tubuh tidak bereaksi terhadap insulin sebagaimana harusnya. Pankreas akan memompa lebih banyak insulin untuk menyerap glukosa. “Insulin berlebih mendorong tubuh untuk makan lebih banyak,” jelas Sowa.

sumber : https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20190709112254-255-410426/alasan-perut-terus-merasa-lapar-meski-sudah-makan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Kesehatan

Ingatan Hilang, Aktor Bruce Willis Jalani Perawatan Secara Terpisah Bersama Keluarga

Published

on

Aktor legendaris Hollywood, Bruce Willis, kini tinggal di sebuah rumah satu lantai yang telah disesuaikan untuk kebutuhan medisnya. Keputusan ini diambil oleh istrinya, Emma Heming Willis, setelah kondisi kesehatan sang aktor memburuk akibat frontotemporal dementia (FTD) yang didiagnosis pada Februari 2023.

Emma menegaskan bahwa meski fisik suaminya masih “sangat sehat dan mobile”, kemampuan bahasa serta daya ingat Willis mengalami penurunan drastis. Willis, yang awalnya diumumkan menderita afasia pada 2022, kini kesulitan berbicara dan berkomunikasi. Namun, keluarganya tetap menemukan cara untuk berkomunikasi dengannya, termasuk melalui bahasa tubuh, senyuman, hingga tawa khas yang kadang muncul sekejap.

Keputusan memindahkan sang aktor ke rumah khusus bukan tanpa alasan. Emma menjelaskan, hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas kehidupan dua putri mereka, Mabel (13) dan Evelyn (11). Meski Bruce berada di tempat terpisah dengan tim perawatan medis 24 jam, Emma tetap rutin membawa kedua putrinya untuk makan bersama ayah mereka di pagi dan malam hari. “Kami masih menikmati momen sederhana, seperti menonton film dan tertawa bersama,” ujar Emma.

Dalam wawancara eksklusif bersama Diane Sawyer di ABC News, Emma mengaku bahwa awalnya ia merasa sangat terisolasi dan sendirian setelah mendengar diagnosa suaminya. Ia bahkan sempat menutup diri dari dunia luar, hingga akhirnya menyadari bahwa dirinya juga membutuhkan dukungan. Dukungan itu datang dari keluarga besar, termasuk Demi Moore—mantan istri Bruce—yang juga menyerukan pentingnya kesadaran publik mengenai FTD.

Selain berperan sebagai pengasuh utama, Emma kini menulis buku berjudul The Unexpected Journey: Finding Strength, Hope and Yourself on the Caregiving Path, yang akan terbit pada 9 September 2025. Buku ini berisi pengalaman pribadinya merawat Bruce sekaligus panduan bagi keluarga lain yang menghadapi situasi serupa.

Meski FTD belum memiliki obat, keluarga Willis berharap perhatian media terhadap kondisi Bruce bisa mendorong riset lebih lanjut dan meningkatkan kesadaran publik. “Momen-momen kecil seperti tawa atau kilau mata Bruce adalah hadiah berharga bagi kami,” tutup Emma.

Continue Reading

Kesehatan

BNN Siaga: Larangan Vape Masuk Agenda Kajian Serius

Published

on

Jakarta – Badan Narkotika Nasional (BNN) saat ini tengah mengevaluasi kemungkinan pelarangan rokok elektrik atau vape di Indonesia, menanggapi kebijakan larangan yang telah diterapkan di Singapura. Kepala BNN, Irjen Pol. Suyudi Ario Seto, menegaskan bahwa wacana ini masih dalam tahap penelaahan mendalam dan belum menjadi keputusan final.

Dalam dialog dengan media, Suyudi menyampaikan ketegasannya bahwa keputusan seperti ini tidak bisa diambil secara tergesa-gesa. “Tentunya akan menjadi bagian dari pendalaman kita, tentunya kita perlu duduk bersama dulu dan kita akan lihat ke depan seperti apa,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan pada Senin, 25 Agustus 2025.

Suyudi juga menyoroti bahwa vape kadang digunakan sebagai media peredaran narkotika, meski belum terbukti secara menyeluruh. Ia menegaskan pentingnya memiliki data akurat sebelum mengambil langkah hukum atau regulasi. “Kemungkinan itu pasti ada saja. Tapi kan kita harus lihat data yang sesungguhnya. Beri saya kesempatan untuk kita nanti mendalami hal ini,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menambahkan, “Yang jelas, narkoba harus kita tindak tegas. War on drugs for humanity, kita perang melawan narkoba untuk kemanusiaan,” sebagai bentuk komitmen penuh dalam pemberantasan narkotika di Indonesia.

Langkah ini muncul setelah Singapura melarang penggunaan vape dan menerapkan sanksi tegas bagi pelanggarnya. Di Negeri Singa, kepemilikan maupun penggunaan vape bisa dikenai denda hingga SGD 2.000 (sekitar Rp 25,1 juta), serta penambahan zat etomidate dalam daftar narkotika Kelas C—yang berarti pelaku bisa diwajibkan mengikuti rehabilitasi sama seperti kasus narkoba lainnya.

Continue Reading

Kesehatan

Ngeri! Tidur Kelamaan Ternyata Bisa Bikin Otak Lemot

Published

on

NEWS – Di balik kenyamanan kasur dan waktu istirahat yang panjang, ternyata ada bahaya tersembunyi bagi kesehatan otak. Sebuah studi terbaru dari University of Texas Health Science Center di San Antonio mengungkapkan bahwa tidur terlalu lama terutama lebih dari sembilan jam per malam berkaitan dengan penurunan fungsi kognitif, seperti daya ingat, kemampuan visual spasial, hingga fungsi eksekutif.

Temuan ini bukan sekadar opini. Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Alzheimer’s & Dementia pada April 2025, dan dilaporkan oleh Neuroscience News, menganalisis data dari 1.853 orang dewasa bebas demensia dan stroke, yang merupakan bagian dari Framingham Heart Study sebuah studi jangka panjang yang kredibel di dunia medis. Usia rata-rata peserta adalah hampir 50 tahun, dan mereka dievaluasi secara menyeluruh untuk mengukur fungsi kognitifnya.

Vanessa Young, penulis utama penelitian tersebut, menjelaskan bahwa hubungan antara durasi tidur berlebih dan gangguan kognitif terlihat paling kuat pada individu yang mengalami gejala depresi. “Ini bukan hanya soal tidur lama, tapi bagaimana tidur yang berlebihan ditambah dengan depresi mempengaruhi kesehatan otak secara menyeluruh,” ungkap Young dalam wawancara yang dikutip Neuroscience News.

Menariknya, efek negatif tidur berlebihan tetap muncul, baik pada mereka yang menggunakan obat antidepresan maupun yang tidak. Artinya, masalah ini tidak bisa diatasi hanya dengan perawatan medis standar, tetapi perlu pendekatan yang lebih holistik terhadap pola tidur dan kesehatan mental.

Sudha Seshadri, direktur Glenn Biggs Institute for Alzheimer’s & Neurodegenerative Diseases sekaligus salah satu penulis senior dalam penelitian tersebut, menekankan pentingnya memahami bahwa pola tidur ekstrem baik terlalu sedikit maupun terlalu banyak merupakan indikator masalah yang lebih dalam. “Terlalu sering kita mengabaikan tidur panjang sebagai sesuatu yang wajar, padahal bisa jadi itu adalah gejala dari depresi atau masalah otak lainnya,” jelasnya.

Hasil studi ini sekaligus memperkuat panduan dari Global Council on Brain Health yang menyarankan durasi tidur ideal antara 7 hingga 8 jam per malam. Tidur lebih dari sembilan jam, terutama bila dilakukan secara rutin, bisa menjadi tanda peringatan bahwa fungsi otak mulai menurun.

Jadi, jika Anda sering merasa butuh tidur lama dan tetap merasa lelah terutama jika disertai dengan gejala depresi mungkin sudah waktunya untuk berkonsultasi dan meninjau kembali pola tidur Anda. Karena, seperti yang disimpulkan dalam laporan Neuroscience News, tidur bukan sekadar soal istirahat, tetapi cermin dari kesehatan mental dan kognitif Anda.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler