Oleh : Dr. Funco Tanipu, ST, M.A (Dosen Jurusan Sosiologi, FIS UNG)
Adhan Dambea, Wali Kota Gorontalo, dan Gusnar Ismail, Gubernur Gorontalo, kini berdiri di dua kutub yang berseberangan. Padahal, dalam perjalanan sebelumnya, mereka sempat berada di jalur yang sama. Saat pemilihan Ketua DPD I Golkar Gorontalo, sekitar tahun 2011, Adhan mendukung Gusnar menjadi Ketua, walaupun pada akhirnya dikalahkan oleh Rusli Habibie, hingga Adhan konsisten memberi dukungan penuh pada Gusnar saat Pilgub 2011.
Bagi yang mengikuti dinamika politik lokal sejak lama, hubungan Adhan dan Gusnar bukan sekadar kisah dua pejabat, tapi merupakan bagian dari generasi awal elit Gorontalo pascareformasi. Keduanya pernah menjabat posisi penting, sama-sama punya pengaruh kuat di tengah masyarakat, dan sama-sama membawa beban sejarah serta ekspektasi publik.
Tetapi sejak beberapa waktu terakhir, hubungan keduanya tegang. Pernyataan-pernyataan terbuka dari Adhan yang menyinggung kepemimpinan Gubernur Gusnar ramai dimuat di berbagai media online. Mulai isu kebijakan kepegawaian, RUPS BSG, pembagian bantuan, perluasan wilayah kota, bahkan menyentil hal-hal yang bersifat pribadi dan etika politik. Di sisi lain, Gusnar memilih jalan sunyi, tidak menjawab langsung serangan tersebut, tidak mengonfrontasi balik, tapi tetap melanjutkan tugasnya sebagai kepala daerah dengan pendekatan yang lebih tenang dan prosedural.
Bagi sebagian masyarakat, sikap Adhan mencerminkan keberanian dan keterbukaan. Ia berbicara apa adanya, menyuarakan keresahan banyak pihak, terutama para ASN di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo. Namun bagi yang lain, langkah itu dinilai terlalu frontal dan berpotensi memperkeruh hubungan kelembagaan antara kota dan provinsi.
Sikap Gusnar yang cenderung diam juga menuai beragam tafsir. Ada yang menganggapnya sebagai bentuk kedewasaan politik, tidak mau meladeni dinamika yang dianggap tidak produktif. Tapi tak sedikit pula yang berharap gubernur tampil lebih terbuka di ruang publik untuk menjelaskan langsung arah kebijakan dan menjawab kritik dengan penjelasan yang menyejukkan. Sebagai koordinator kepala daerah di Gorontalo, Gusnar juga diharapkan bisa mengayomi.
Dinamika ini menjadi kompleks karena melibatkan dinamika relasi antar partai dan tokoh-tokoh lain yang sebelumnya pernah bersama-sama mendukung Gusnar. Koalisi besar yang dulu terdiri dari Partai Gerindra, Golkar dan Demokrat kini tampak meregang. Rusli Habibie, tokoh Golkar yang sebelumnya menjadi motor utama kemenangan Gusnar bersama istrinya, Idah Syahidah, cenderung menjauh dari pusat kekuasaan provinsi, dan di saat yang sama Rusli tampak akrab dengan Adhan Dambea. Di sisi lain, Elnino Mohi, Ketua DPD Gerindra, terlihat tetap merawat hubungan baik dengan Adhan, bahkan memberi ruang bagi kritik itu agar muncul di permukaan.
Hal ini tentunya mengundang konsekuensi bagi Gusnar. Serangan terbuka dari wali kota menantangnya untuk keluar dari cara kerja yang terlalu administratif. Gusnar dituntut menunjukkan posisi dan keberpihakan, tidak hanya melalui kebijakan, tapi juga melalui komunikasi politik yang lebih hidup. Diam yang terlalu panjang bisa diartikan sebagai ketidakpedulian atau bahkan kehilangan arah.
Sementara Adhan, dengan segala ketegasannya, juga menghadapi risiko yang memiliki dampak negatif bagi dirinya. Artinya, kritik yang berulang dan keras bisa melelahkan publik jika tidak disertai solusi dan kerja nyata yang terasa langsung. Apalagi sebagai wali kota, ia juga bertanggung jawab menjaga sinergi pemerintahan yang sehat, bukan sekadar menyuarakan ketidakpuasan.
Hari ini, publik menyaksikan dua jalur kepemimpinan yang sama-sama kuat, tapi tidak lagi berhubungan. Publik tentu berharap lebih dari sekadar adu pendapat. Mereka ingin kinerja yang konkret baik dari pemerintah kota dan provinsi, terutama di tengah banyaknya tantangan pembangunan dan pelayanan publik serta situasi ekonomi yang belum pulih.
Keduanya, baik Adhan dan Gusnar masih memiliki modal sosial dan legitimasi yang cukup besar di mata masyarakat. Tapi, di saat yang sama, waktu terus berjalan, dan publik makin kritis. Yang dibutuhkan hari ini bukan siapa yang paling keras bersuara atau siapa yang paling tenang menghadapi, melainkan siapa yang paling mampu menyatukan arah, membangun kepercayaan, dan menunjukkan bahwa perbedaan bisa diolah menjadi kekuatan bersama.
Atau, jika masing-masing memiliki kalkulasi politik tentang perlunya “kontestasi secara terbuka”, maka yang ditunggu publik adalah kontestasi kinerja pelayanan publik; berapa warganya yang keluar dari garis kemiskinan, berapa orang yang mendapatkan pekerjaan, berapa yang mendapatkan jaminan kesetahan, dan hal-hal yang sangat dibutuhkan publik hari ini.
Hari ini mereka memang berada di persimpangan jalan, tapi tentu saja ini bukan hasil akhir. Tapi jika keduanya tak kunjung saling membaca niat, yang rugi bukan hanya mereka, melainkan seluruh warga Gorontalo yang berharap pada kepemimpinan yang tidak saling melemahkan, apalagi meniadakan.
Gorontalo – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Gorontalo menegaskan dukungan penuh terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah.
Pandangan umum tersebut disampaikan dalam Sidang Paripurna DPRD Kota Gorontalo yang digelar hari ini, dihadiri Wali Kota Gorontalo Adhan Dambea, Wakil Wali Kota, unsur Forkopimda, kepala OPD, camat, lurah, staf ahli, anggota DPRD, serta perwakilan masyarakat Kota Gorontalo.
Dalam pandangan resminya, Fraksi Gerindra menyatakan bahwa penyesuaian perangkat daerah harus memberi dampak langsung pada pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
“Kami tidak ingin perubahan ini hanya sebatas penyesuaian nama dinas atau jabatan. Rakyat harus merasakan pelayanan yang lebih cepat, transparan, dan berkualitas. Politik bagi kami adalah jalan pengabdian, dan tugas pejabat adalah melayani, bukan dilayani,” tegas juru bicara Fraksi Gerindra.
Gerindra juga memberikan catatan penting terkait langkah reformasi birokrasi di Kota Gorontalo, di antaranya:
•Penempatan aparatur harus berdasarkan integritas dan kompetensi, bukan kepentingan politik;
•Kecamatan dan kelurahan sebagai ujung tombak pemerintahan harus diperkuat sumber daya dan anggaran;
•Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi dasar setiap kebijakan daerah.
“Kami mendukung penuh kebijakan Wali Kota Gorontalo untuk memperkuat birokrasi daerah, asalkan orientasinya jelas: memudahkan rakyat dan mempercepat pembangunan,” lanjut pernyataan Fraksi Gerindra.
Sidang paripurna ini menjadi langkah awal pembahasan Ranperda, yang diharapkan segera rampung dan membawa perubahan nyata untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di Kota Gorontalo.
Gorontalo – Masyarakat Desa Parungi, Boalemo berhasil mengungkap aksi penyelundupan kekayaan Mineral, Batu Hitam yang diduga berasal dari Suwawa, Bone Bolango, Senin 1 September 2025 malam.
Dari informasi masyarakat, tiga truk masing-masing bernomor polisi DM 8314 BF, DM 8335 EC, dan DM 8475 CA semula berhasil ditahan namun berhasil kabur karena masyarakat terkendala terhadap wewenang atau otoritas.
Namun dari informasi masyarakat yang sempat menahan menyebut bahwa ketiga truk tersebut akan menuju ke Pelabuhan Pantoloan, Palu.
Berdasarkan hal ini, informasi yang coba dihimpun juga menduga bahwa batu hitam selundupan tersebut milik salah satu investor bernama Djolie Trisno.
Alhasil, karena telah jadi komsumsi publik, masyarakat meminta agar pihak otoritas Pelabuhan Pantoloan di Palu beserta APH setempat menindak tegas truk yang memuat batu hitam ilegal.
“Semoga dorang dapa tangkap di Pelabuhan Palu sana, APH juga harus bertindak tidak boleh mo kase biar bagini terus,” ketus Masyarakat yang berhasil mengendus aktivitas ilegal tersebut.
Jika hal tersebut lagi-lagi dibiarkan, maka ini membuktikan lemahnya pengawasan dari pihak Aparat Penegak Hukum (APH).
Sebelumnya, temuan penyelundupan batu hitam asal Suwawa juga menjadi sorotan publik saat pihak Bea Cukai di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta juga berhasil membongkar aktivitas ilegal tersebut beberapa waktu silam.
Gorontalo – Arus lalu lintas di kawasan Simpang Lima Kota Gorontalo kembali normal pasca kericuhan demonstrasi yang digelar Aliansi Mahasiswa Merah Putih, Senin (09/01/2025).
Aksi unjuk rasa yang dimulai sejak pukul 13.00 Wita sempat membuat lalu lintas dari berbagai arah menuju Simpang Lima terhambat. Namun, pada malam harinya, kendaraan roda dua, roda empat hingga kontainer sudah kembali bisa melintas di lokasi tersebut.
Meski demikian, aparat keamanan dengan perlengkapan lengkap masih terlihat berjaga di sekitar area demonstrasi untuk mengantisipasi potensi gangguan.
Dalam kericuhan yang terjadi, tidak ada korban jiwa. Namun, beberapa mahasiswa dilaporkan diamankan pihak kepolisian dan dibawa ke Polda Gorontalo. Selain itu, sejumlah massa aksi harus mendapat perawatan di rumah sakit akibat sesak napas setelah menghirup gas air mata yang ditembakkan aparat untuk membubarkan demonstrasi.