Connect with us

Gorontalo

HAMKA, ISMAIL DAN REFLEKSI PENJABAT GUBERNUR

Published

on

Dr. Funco Tanipu., ST., M.A

(Direktur Pusat Inovasi Universitas Negeri Gorontalo)

Sejak Ismail Pakaya dilantik oleh Menteri Dalam Negeri hari ini menjadi Penjabat Gubernur Gorontalo, saat itu Hamka Hendra Noer “dicukupkan”.

Selama setahun penuh kita menyaksikan bagaimana ihwal terpilihnya Hamka dan bagaimana ia berproses. Tentu, apa yang telah dan sedang berlangsung tidak bisa kita biarkan saja lewat tanpa kita jadikan sebagai bagian untuk merefleksikan kondisi sosial-politik Gorontalo, dalam rangka untuk pembelajaran kedewasaan berpolitik dan juga pengingat akan apa yang mejadi ketidaklaziman. Kronik yang saya ajukan adalah semacam upaya melintasi situasi dan kondisi atas proses sosial-politik yang kini sedang menghangat di Gorontalo.

HAMKA SEBAGAI “HIKMAH”

Hamka yang telah “dicukupkan” menjabat di Gorontalo, sebelumnya mengalami pasang surut dukungan dari berbagai elemen termasuk DPRD. Ada yang mendukung sepenuh hati, ada pula yang mengkritik dengan keras. Kedua belah pihak pada dasarnya “menyayangi” Hamka dari dua sisi perspektif dan juga metode. Tapi, Mendagri berkeinginan lain. Hamka yang memperoleh hasil “aklamasi” di DPRD Provinsi Gorontalo diminta untuk bertugas penuh kembali di Kemenpora, tempat dimana ia menjadi Staf Ahli, eselon satu. Mendagri berpendapat bahwa Ismail “eligible” untuk Gorontalo yang tinggal 200 hari memasuki Pemilu dan Pilpres.

Pertanyaan yang mengemuka sebelum pelantikan hari ini adalah apakah ada Hamka salah sepenuhnya dan keliru selama setahun ini? Tidak juga. Ia telah memulai konsolidasi pada semua belah pihak, yang sebelumnya telah terbelah. Keterbelahan itu bermula sejak pengusulan Penjabat Gubernur saat pada periode Rusli Habibie berakhir pada Mei 2022 silam. Sengketa pengusulan terasa hangat saat jelang penetapan oleh Mendagri Mei tahun lalu, hingga terpilihlah Hamka sebagai “jalan tengah” antara dua narasi usulan saat itu yang mengemuka. Hamka terpilih pada detik-detik terakhir jelang pengumuman.

Pada perjalanannya, Hamka dianggap tidak dapat “memenuhi” harapan semua orang, dalam beberapa kejadian (yang membuat beberapa pihak kecewa), Hamka dianggap mengabaikan banyak undangan dan seremoni yang mengharapkan kehadirannya tanpa diwakili. Belum lagi soal bagaimana ia harus melakukan “political gymnastic”diantara dua narasi besar ; Rusli Habibie vs Rachmat Gobel. Tapi begitulah situasi politik Gorontalo dan juga konteks sosiologisnya, Hamka dianggap sebagai Gubernur, bukan lagi sebagai Penjabat. Ia didudukkan dalam konteks memori sosiologis Gorontalo yang harus seperti Superman, bisa segalanya. Ia harus memenuhi semua kebutuhan dan mendengar segalanya, hingga harus menjalankan semuanya, apapun itu. Satu saja “lewat”, maka kala itulah luka pun mulai menganga. Mengobatinya pun kompleks. Apalagi ketemu dengan elit yang “banya mau” dengan “beken-beken diri” serta “suru iko mau”. Repot jadinya, padahal tugas dan kewenangan Hamka begitu terbatas sebagaimana tugas seorang Penjabat.

Hamka adalah salah satu tokoh pendiri Provinsi Gorontalo, tetapi jarak historisnya cukup jauh, sehingga ia kekurangan instrumen jaringan elit yang bisa mendukungnya sepenuhnya. Pada jarak yang hampa itu, Hamka memilih mengandalkan telinga kiri saja, “pendengaran satu pihak, dan “satu sisi”, ia tidak menggunakan telinga lain untuk mempertimbangkan suara-suara kritis, yang pada awalnya hanya rintihan tapi pada akhirnya terakumukulasi menjadi “teriakan” yang mendentum. Bahkan pada bulan-bulan terakhir masanya, suara kritis telah menjadi semacam komplikasi, “ma tilapalo”, hingga sulit untuk diobati. Beberapa aktor yang kritis bahkan sudah pada level, “tonu o otohilamu, ja otohilau”. Membatu, solid, beringas.

Hingga narasi di media pun terbelah, ada beberapa yang pro dan ada yang memang sudah pada level “asal bukan”. Walau kemudian Hamka memenangkan pertarungan politik dengan hasil “aklamasi” di DPRD Provinsi, tapi hal itu tidak linier dengan “aklamasi” suara kelas menengah, yang pada akhirnya menjadi penyeimbang “hasil aklamasi” DPRD. Narasi di pusat pun terbelah, dan itu telah menyudutkan Hamka.

Dengan segala kelebihan dan juga hal yang minimal lainnya, Hamka harus diakui telah bekerja dengan normatif, ada gagasan juga ada kinerja. Misalnya ia mengupayakan kegiatan internasional walaupun itu di mata sebagian orang bukan sesuatu yang membanggakan. Tapi apapun itu, Hamka telah memulai sesuatu yang tidak dilalui oleh Penjabat-penjabat sebelumnya seperti Tursandi dan Zudan, yang tantangan dan kompleksitasnya berbeda. Berbeda dengan Tursandi dan Zudan, Hamka dalam proses politiknya dianggap hanya menjadi “milik” sebagian kalangan, bukan banyak kalangan. Hamka dibebani memori politik dan aspirasi yang melampaui ekspektasi. Pada titik ini, waktu sepertinya sangat kurang untuk menjadi seorang “solidarity maker”

Apa yang saya tulis diatas adalah semacam refleksi untuk proses politik di Gorontalo, tentunya terkait proses pemilihan dan penunjukan Penjabat Gubernur Gorontalo. Hamka, dengan keadaanya, telah memberikan refleksi pendek yang bisa dijadikan pelajaran bagi pendewasaan demokrasi lokal, sebagaimana ia sering menulis paper di jurnal terkemuka tentang demokratisasi di Indonesia. Pada yang situasi “malimbuku” diatas, Hamka pun “mencukupkan” jabatannya seiring dengan ditayangkannya film tentang kisah Buya Hamka di XXI.

PILIHAN-PILIHAN ISMAIL

Bahwa keterpilihan Ismail Pakaya bukan saja tidak akan mengulangi apa yang telah dirasakan Hamka. Tantangan Ismail bahkan lebih kompleks dibanding Hamka. Bahkan jika bisa diprediksi akan semakin kritis.

Ismail Pakaya adalah birokrat tulen yang sejarahnya berasal dari Gorontalo. Ia telah melewati beberapa periode elit dan juga kepala daerah. Ia telah berkarir di Pemda Kabupaten Gorontalo dan Pohuwato. Dalam proses itu, Ismail adalah orang yang dikenal banyak orang, bahkan ia menyandang marga yang jumlah “pemiliknya” ribuan orang. Belum lagi ia telah menempati banyak jabatan yang bertautan dengan banyak orang. Untuk konsolidasi, jika dilakukan dengan metode yang tepat, akan baik, tapi sangat rentan jika salah kelola.

Ismail, jika berkaca pada pengalaman Hamka, tidak bisa hanya mau “dimiliki” sebagian kalangan, tapi harus semua kalangan. Tentu tidak menutup kemungkinan akan nada banyak klaim-klaim untuk Ismail, apakah itu keluarga satu marga, teman seangkatan, tetangga, teman satu kantor, lingkungan rumah, satu eselon, dan hingga klaim membantu lobby dan sebagainya. Upaya-upaya sebagian kalangan itu terasa biasa, apalagi dalam biduk “Ngala’a” Gorontalo yang semua merasa adalah kepala, dan semua harus diutamakan hingga memiliki serta pada akhirnya meminta bagian. Tapi begitulah konteks sosiologis Gorontalo, rasa kekeluargaan melintasi hirarki dan bahkan proses normatif (me’e pouda’a). Kalau dianggap normatif dan birokratis dianggap “biloli’o lo huta”, padahal hanya melaksanakan tupoksi sesuai norma birokrasi.

Bahkan dalam beberapa kondisi, pejabat atau orang yang memiliki kekuasaan, bagi keluarga dan juga pendukung, harus dan diwajibkan melakukan “tayade” dari hasil jabatan. Tidak boleh tidak, kalau tidak “nanti bakudapa di porlu”. Atau dianggap “bo pilo-pilo hisapatu ma’o liyo boti koluarga”. Hingga ekspresi politik yang disimpulkan dengan “Nandi yi’o”.

Maka, situasi yang kompleks (sebelum “malimbuku” dan “baku cako”) seperti diatas mesti dimaknai dan diresapi oleh setiap Penjabat/pejabat, khususnya Ismail.

Apa yang telah dijalani Hamka adalah hikmah bagi Ismail untuk memulai yang baru, walaupun kondisi Gorontalo bukan barang baru baginya, tapi berada sebagai Penjabat Gubernur yang pada pundaknya semua beban ditumpuk, menjadi akan beda dalam mengatasi serta mengelolanya.

Gorontalo yang akan memasuki masa Pemilu dan Pilpres akan membutuhkan kejelian membaca situasi dan kepekaaan politik Penjabat Gubernur. Kini, Daftar Calon Sementara (DCS) dari partai-partai politik telah dikirim ke KPU, aroma mengintervensi kekuasaan yang sedang diamanahkan pada Penjabat Gubernur semakin menghangat. Akan ada upaya-upaya ofensif terhadap Penjabat Gubernur untuk harus “berpihak” ke partai tertentu, bahkan harus menganaktirikan partai lain. Jika masalah ini tidak dikomunikasikan dan dikelola dengan baik, hal ini bisa menjadi awal dari problem besar bagi Ismail. Walaupun kita tentu tidak bisa menutup mata dan telinga, keterpilihan Ismail tidak lain dari irisan-irisan kepentingan politik jelang Pemilu. Pada irisan-irisan tersebut, kelihaian dan kecakapan Ismail dibutuhkan untuk “melampaui” itu semua.

Pada sisi yang seharusnya, Ismail juga dihadapkan pada kondisi ekonomi daerah yang kurang begitu bagus, seperti posisi Gorontalo yang berada di rangking daerah-daerah termiskin di Indonesia. Untuk hal ini, Ismail telah berpengalaman memimpin Bappeda Pohuwato yang kala itu mampu mengkonsolidasi agenda perencanaan hingga menurunkan angka kemiskinan Pohuwato sebesar 1.77 %. Tentu, dengan kewenangan sebagai Penjabat Gubernur yang “lebih” besar dan strategis daripada seorang Kepala Bappeda, Ismail diharapkan bisa mengatasi hal itu secara “gercep”.

Belum lagi dengan minimalnya program strategis yang diusulkan oleh Pemerintah Provinsi ke level nasional untuk bisa diintervensi melalui APBN. Maka sebagai penjabat eselon satu kementrian, keterampilan tingkat nasional Ismail dibutuhkan Gorontalo. Apalagi dalam satu dekade, Ismail berkarir di Kemenaker RI. Keterampilan “nasional” ini beririsan dengan data dari Badan Pusat Statistik Gorontalo yang menyebut adanya kenaikan jumlah orang miskin sebesar 1.9 ribu orang terhadap Maret tahun 2022 yang akumulasinya sebesar 187 ribu orang pada September tahun 2022.

Sebagai orang yang telah membukukan sejarah “perencanaan”, Ismail diharapkan untuk mulai fokus pada sektor perikanan dan kelautan yang selama ini menjadi potensi strategis Gorontalo. Sebagai potensi strategis, perlu ada hub yang menghubungkan hulu dan hilir sektor ini untuk bisa bisa mengurangi angka kemiskinan dan jumlah pengangguran. Potensi sektor yang sebesar 1.53 juta ton belum dianggap sebagai sektor strategis untuk mengentaskan kemiskinan.

Potensi yang melimpah akan sangat timpang jika membaca data produksi perikanan tangkap dan budidaya yang kurang lebih hanya 150 ribu ton. Itupun masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, sebab volume ekspor baru sekitar 15 ribu ton, sehingga sektor ini tidak terlalu berimbas pada pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran. Hal ini terlihat dari jumlah nelayan Gorontalo hanya sekitar 19 ribu orang, artinya ketertarikan orang pada sektor ini sangat kecil.

Dalam konteks kewilayahan, potensi dan posisi geostrategis Gorontalo cukup baik. Gorontalo diapit oleh dua wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang cukup luas dan potensial (715 dan 716). Tetapi, pengelolaan kawasan tidak dianggap sebagai isu strategis yang dimasukkan dalam dokumen perencanaan. Isu strategis kawasan masih dilihat secara parsial, sehingga kontribusi dari potensi kawasan ini tidak signifikan untuk kemakmuran, buktinya banyak desa-desa pesisir di Gorontalo malah berada dalam tubir kemiskinan.

Potensi kawasan baik itu dua WPP dan buffer zone dari Ibukota Negara yang baru serta kawasan industri Mangkupadi di Kalimantan adalah isu strategis yang perlu diseriusi Penjabat Gubernur. Sebab, posisi geostrategis tidak akan menjadi strategis jika desain kawasan tidak memiliki relevansi dengan IKN dan Mangkupadi. Koneksi kawasan ini terhubung pula dengan agenda strategis Brunei Darussalam Indonesia Malaysia Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA).

Belum lagi jika kita melihat sektor pertanian, perkebunan dan peternakan yang menjadi sektor penting di Gorontalo. Kita lebih terpukau pada industri jagung yang memiliki dampak negatif kepada lingkungan yang kurang maksimal dalam menggerakkan ekonomi. Padahal, Gorontalo memiliki komoditas strategis yakni kelapa yang jika ditakar potensi komoditas ini sangat besar dengan luas lahan mencapai 71.524 ha, jumlah tanaman 4.782.200 pohon, hingga total produksinya 575.864.000 butir per tahun.

Dari beberapa problem diatas, Ismail tentu membutuhkan soliditas birokrasi yang bisa membantu dia mewujudkan cita-cita Gorontalo untuk menjadi daerah yang maju. Soliditas birokrasi juga tidaklah cukup jika ia dirongrong oleh sekelompok orang yang tujuannya sempit. Maka, dalam hal tersebut, Ismail harus menunjukkan ketegasan dan kearifan untuk bisa berdiri di tengah semua kepentingan yang berpotensi mengganggu soliditas pemerintahan.

Dalam konteks itu, kita butuh seorang Ismail yang bisa menjadi “extraordinary leaders”, bukan lagi seorang “normal leaders”. Extraordinary leaders bukanlah seseorang yang ragu, lamban, flamboyan, kaku, emosional, apalagi korup. Apalagi yang berperilaku seperti dealer, tempat atau poros transaksional, “menjual” daerah dan menjadi kaki tangan kelompok tertentu.

Extraordinary leaders adalah seseorang yang handal menangani kebijakan, sigap dalam mengambil keputusan, judgement yang matang, intelektualitas tinggi, akhlak baik, berani mengambil resiko, adaptif, naluri tajam, tangguh mental, inovatif, mau introspeksi, mampu menentukan skala prioritas.

Kini, pilihan tersebut berada pada Ismail, yang pada pundaknya ada setumpuk harapan dan juga doa. Sebagaimana jazirah ini didoakan oleh leluhur pada masa silam.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

Bukan Rapat Biasa, Instruksi Gerindra Tegaskan Kader Harus Kompak dan Berdampak untuk Mayoritas Rakyat

Published

on

Koordinator Gerindra Regional Sulawesi, Abdul Karim Al Jufri.

Gorontalo – Rapat koordinasi Partai Gerindra di Gorontalo menjadi ajang konsolidasi penting untuk memperkuat soliditas kader dan memastikan gerak politik partai tetap berpihak kepada kepentingan mayoritas rakyat. Pertemuan ini tidak hanya membahas strategi elektoral, tetapi juga menegaskan komitmen untuk menghadirkan kebijakan nyata yang menyentuh langsung kesejahteraan masyarakat di berbagai daerah.​

Rapat koordinasi yang diinisiasi DPD Partai Gerindra Provinsi Gorontalo tersebut menghadirkan Koordinator Gerindra Regional Sulawesi dan mengundang seluruh kader, mulai dari struktur tingkat bawah hingga pengurus DPD. Hadir pula kader-kader yang kini menjabat sebagai anggota DPRD kabupaten, kota, dan provinsi, serta kepala daerah dari kader Gerindra, menjadikan forum ini sebagai pertemuan strategis untuk menyatukan langkah dan persepsi politik partai.​

Pertemuan yang digelar di Grand Q Hotel Kota Gorontalo ini dimaksudkan untuk menindaklanjuti instruksi khusus Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Prabowo Subianto, yang juga menjabat sebagai Presiden RI. Instruksi tersebut menekankan pentingnya kesiapan partai menghadapi dinamika politik nasional ke depan, termasuk konsolidasi program dan penguatan peran kader di tingkat daerah.​

Gerindra memandang bahwa konfigurasi politik menuju tahun 2029 berpotensi membawa perubahan signifikan terhadap perkembangan teknologi dan budaya di Indonesia, yang dampaknya akan langsung dirasakan oleh masyarakat, termasuk di Provinsi Gorontalo. Karena itu, partai menilai perlu ada kesiapsiagaan politik dan penguatan kapasitas kader agar tetap relevan dan responsif terhadap perubahan zaman.​

Koordinator Gerindra Regional Sulawesi, Abdul Karim Al Jufri, menegaskan bahwa seluruh kader Gerindra harus terus bergerak dan tidak boleh terlena dengan waktu. Menurutnya, tahun pemilu 2029 atau 2031 bukan lagi terasa jauh, melainkan semakin dekat sehingga kerja politik harus dilakukan sejak dini dan secara berkelanjutan.​

“Perkembangan teknologi sekarang ini sudah semakin canggih. Apalagi, seperti disampaikan Bendahara DPD Gerindra Provinsi Gorontalo, dunia AI sudah memasuki tahap yang mengkhawatirkan jika tidak diantisipasi dengan kebijakan yang berpihak kepada rakyat. Karena itu, semua kader Gerindra di Gorontalo harus terus bergerak dan hadir di tengah masyarakat, sebab Gerindra memiliki misi besar untuk bangsa dan negara ini, termasuk bagi daerah Gorontalo,” ujarnya.​

Pria yang akrab disapa Bang AK itu meminta seluruh kader Gerindra, baik yang duduk di legislatif maupun eksekutif, untuk bekerja sungguh-sungguh dan tidak takut berbuat yang terbaik bagi rakyat. Ia menekankan bahwa setiap kebijakan harus diuji sejauh mana berpihak pada kepentingan publik, khususnya kelompok mayoritas yang selama ini membutuhkan keberpihakan negara.​

“Saya minta seluruh kader Gerindra yang berada di legislatif dan eksekutif agar jangan takut memberikan kritik. Selama kebijakan di suatu daerah berpihak pada kepentingan masyarakat, maka itu sejalan dengan arah gerakan Gerindra. Namun jika kebijakan itu bertentangan dengan kepentingan rakyat, Gerindra harus tampil paling depan untuk melawan dan menyuarakan koreksi,” tegasnya.​

Di akhir penyampaiannya, Abdul Karim Al Jufri kembali mengingatkan pentingnya keterlibatan aktif kader Gerindra dalam menyukseskan tiga program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto, yakni MBG (Makanan Bergizi Gratis), Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat. Ketiga program ini dinilai sebagai instrumen strategis untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan memperkuat kemandirian ekonomi rakyat.​

“Kita tahu bersama, ada tiga program prioritas Ketua Umum Gerindra yang juga Presiden RI, Bapak Prabowo Subianto, yaitu MBG, Koperasi Merah Putih, dan Sekolah Rakyat. Realisasi tiga program prioritas ini mulai terlihat dan dirasakan masyarakat di berbagai daerah di Tanah Air. Saya minta seluruh kader Gerindra di Gorontalo berperan paling depan dalam mengampanyekan program ini dan ikut menyukseskannya di lapangan,” pungkasnya.

Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Provinsi Gorontalo, Hi. Adhan Dambea

Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat DPD Partai Gerindra Provinsi Gorontalo, Hi. Adhan Dambea, menyampaikan bahwa sisa usianya akan diabdikan sepenuhnya untuk Partai Gerindra dan masyarakat Gorontalo. Ia menegaskan komitmennya untuk turun langsung ke basis masyarakat melalui safari politik yang menjangkau berbagai wilayah.​

Adhan mengungkapkan rencananya melakukan safari politik dari ujung Kabupaten Pohuwato hingga ujung Kabupaten Bone Bolango, dengan pola kunjungan yang tidak hanya seremoni, melainkan menginap beberapa hari di tiap daerah. Langkah ini dimaksudkan agar ia dapat menyerap aspirasi warga secara lebih mendalam dan memperkuat kedekatan Partai Gerindra dengan masyarakat di akar rumput.​

Dalam rangka membesarkan Partai Gerindra di Gorontalo, Adhan berharap peran aktif seluruh kader, terutama yang saat ini duduk sebagai anggota legislatif di berbagai tingkatan. Menurutnya, keberadaan wakil rakyat dari Gerindra harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh konstituen sebagai bukti nyata bahwa gerakan partai berorientasi pada kepentingan publik.​

“Gerakan Partai Gerindra sangat jelas, yaitu hanya untuk kepentingan masyarakat. Karena itu, saya sampaikan kepada teman-teman, sisa umur saya ini saya baktikan untuk Gerindra dan masyarakat. Mulai awal tahun 2026, Insya Allah saya akan melakukan safari politik dari Pohuwato sampai Bone Bolango, bukan hanya kunjungan biasa, tetapi akan menginap beberapa hari. Maka dari itu, dalam rangka membesarkan Partai Gerindra, saya berharap peran semua kader Gerindra di semua wilayah benar-benar maksimal,” terangnya.

Continue Reading

Gorontalo

Ketika Suara Rakyat Berpihak pada Prajurit: Seruan dari Gorontalo

Published

on

Pohuwato – Dukungan terhadap peningkatan anggaran Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus bermunculan dari berbagai daerah. Kali ini, suara aspiratif datang dari kawasan wisata Pantai Pohon Cinta, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo.

Seorang warga setempat, Mohamad Taufik, secara terbuka menyampaikan harapannya kepada Presiden Prabowo Subianto agar memberikan perhatian lebih terhadap kesejahteraan prajurit TNI yang dinilainya sebagai garda terdepan penjaga kedaulatan bangsa.

Menurut Taufik, TNI memikul tanggung jawab besar dalam mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sehingga peningkatan alokasi anggaran untuk institusi pertahanan tersebut perlu menjadi prioritas utama pemerintah.

“Saya meminta agar anggaran TNI dinaikkan karena mereka bekerja keras mempertahankan negara ini. Tanpa dukungan memadai, tugas mereka tentu semakin berat,” ujarnya.

Taufik juga menyoroti sejumlah pejabat daerah yang dinilainya belum menjalankan tugas secara maksimal, namun tetap menerima anggaran besar tanpa manfaat nyata bagi masyarakat. Ia berpendapat, sebagian anggaran lembaga daerah seperti DPRD seharusnya dapat dialihkan untuk memperkuat sektor pertahanan nasional.

“Daripada anggaran diberikan kepada pihak yang kerjanya hanya duduk-duduk, lebih baik dialihkan untuk TNI,” tegasnya.

Aspirasi tersebut mendapat sambutan positif dari pengurus Forum Komunikasi Putra Putri TNI Angkatan Darat (FKPPI) Kabupaten Pohuwato. Wakil Sekretaris FKPPI Provinsi Gorontalo, Dumais Hasi Doda, menegaskan bahwa pihaknya siap menyalurkan suara masyarakat yang mendukung peningkatan kesejahteraan serta penambahan fasilitas bagi prajurit TNI.

Menurut Dumais, pengorbanan para pejuang bangsa serta keluarga besar TNI tidak boleh dilupakan begitu saja.

“Orang tua kami telah berjuang mati-matian untuk mempertahankan Republik Indonesia ini. Namun, perhatian terhadap anak-anak TNI dan para pejuang mulai terasa pudar,” ujarnya penuh harap.

Dumais juga mengapresiasi masyarakat yang masih menunjukkan kepedulian tinggi terhadap TNI dan berharap aspirasi tersebut dapat didengar langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Mudah-mudahan aspirasi ini menjadi bagian dari kebijakan pemerintah Republik Indonesia. Semoga pesan ini sampai kepada pimpinan kita, Bapak Presiden Prabowo,” pungkasnya.

Continue Reading

Gorontalo

Tambah Kekuatan, Kodim 1313 Pohuwato Sambut Komcad Lulusan Latsarmil

Published

on

Pohuwato – Kodim 1313 Pohuwato menyambut kedatangan empat personel Komponen Cadangan (Komcad) TNI KC yang baru saja menuntaskan Pendidikan Latihan Dasar Militer (Latsarmil) di Rindam XIII/Merdeka, Senin (24/11/2025). Penyambutan resmi tersebut dipusatkan di Markas Kodim (Makodim) 1313 Pohuwato dan berlangsung dalam suasana penuh kekeluargaan serta kedinasan.

Komandan Kodim 1313 Pohuwato, Letkol Inf Madyan Surya S. Hub, Int., M.Han., menyampaikan apresiasi kepada para personel Komcad yang dinyatakan lulus pelatihan dan kini siap mengabdi sebagai bagian dari komponen pertahanan negara. Dalam arahannya, Dandim menekankan bahwa kehadiran Komcad menjadi penguatan penting bagi sistem pertahanan semesta di wilayah Pohuwato.

“Harapan kami, kehadiran rekan-rekan Komcad dapat memperkuat sinergi pertahanan di Kabupaten Pohuwato. Tetap jaga disiplin serta semangat juang yang sudah ditempa selama pelatihan,” ujar Dandim dalam sambutannya.

Selain memberikan pengarahan, Dandim juga menegaskan pentingnya profesionalisme, loyalitas, dan kesiapsiagaan dalam setiap pelaksanaan tugas. Ia mengingatkan bahwa Komcad, meski berstatus komponen cadangan, tetap memegang peran strategis dalam mendukung tugas-tugas Kodim 1313 Pohuwato ketika dibutuhkan.

Empat personel Komcad yang diterima kali ini merupakan bagian dari upaya penguatan fungsi pertahanan di daerah, khususnya sebagai cadangan kekuatan TNI AD sesuai amanat Undang-Undang tentang Komponen Cadangan. Mereka diharapkan mampu menjadi ujung tombak dukungan pertahanan sekaligus jembatan kedekatan TNI dengan masyarakat.

Dengan bergabungnya personel Komcad di Kodim 1313 Pohuwato, diharapkan kolaborasi pertahanan antara TNI dan komponen masyarakat kian solid dalam menjaga keamanan dan stabilitas wilayah. Sinergi ini diyakini dapat memperkuat kesiapsiagaan daerah terhadap berbagai potensi ancaman, baik dari dalam maupun luar.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler