Ruang Literasi
Mencari-Nya di Tengah Kesunyian
Published
6 years agoon
Oleh : Moh. Makmun Rasyid – Penulis Buku-buku Islami
Hari-hari sejak wabah datang, lorong-lorong di belahan bumi pertiwi tampak sunyi. Masjid, Gereja, Kapel, Pura, Vihara dan Klenteng yang semula ramai, kini sunyi dari pergumulan manusia. Dalam benak manusia umumnya, rumah-Nya—dalam Bahasa Arab disebut baitullâh—menjadi tempat untuk menjumpai-Nya. Manusia saling bergegas menuju rumah-Nya, khususnya bulan Ramadan, agar bisa bermunajat dan bercengkrama dengan-Nya.
Manusia luput, menjumpai-Nya tidak hanya di rumah-Nya saja. Di rumah-Nya, seseorang datang tapi boleh jadi Dia tidak menemuimu; di rumah-Nya pula kalam Ilahi dikumandangkan, tapi boleh jadi engkau tak sadarkan diri, belum meminta izin pada-Nya. Suasana ini ingin memberitakan kepada kita semua, Tuhan ada dimana-mana.
Menggemuruhkan irisan bait wahyu dan agama bisa dimana saja. Di rumah-Nya, seseorang terfokus pada perbaikan personal, tak banyak yang berdampak pada relasi sosial.
Dalam beragama, kita defisit kesunyian. Suara lantang dan teriakan takbir diobral dengan meminggirkan makna sejatinya. Pekikan takbir ditujukan kepada sesama Muslim; Muslim lainnya pun menimpali dengan sami’allâhu li-man hamidah. Para peneriak itu menghilangkan kesakralan takbir, tahmid dan tahlil. Agama yang menghadirkan ketenangan berubah menjadi agama yang diekspresikan dalam kerumunan dan kebisingan. Ruh agama tersingkir, tampak tanpa kedalaman makna.
Kini kesunyian telah tiba. Tepatnya di bulan suci Ramadan. Di dalamnya penuh kenikmatan, keberkahan dan kebahagiaan. Ucapan “Marhaban Yâ Ramadân” bukan sekedar ucapan seperti “Ahlan wa Sahlan”. Terselip makna agung nan indah dalam “Marhaban Yâ Ramadân”; sebuah harapan agar jiwa raga kita diasah dan diasuh agar sampai ke pendakian tertinggi, bertemu dengan-Nya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam Madârij al-Sâlikîn melukiskan agar sampai ke pendakian itu. Demi menuju ke sana, akan banyak gunung yang menjulang tinggi untuk ditelusuri dan dilalui, tahap demi tahap, salah satunya nafsu. Di tengah perjalanan itu, setiap salik akan melewati lereng-lereng yang amat curam dan belukar yang lebat. Sesekali pula kita akan berjumpa dengan perampok ganas—yang disesuaikan dengan kapasitas diri kita—dan mengancam dengan mata melotot; ada pula iblis yang lihai merayu agar perjalanan menunju-Nya dihentikan dan bersamanya ke dalam ruang penuh kenikmatan sesaat.
Semakin tinggi pendakian, semakin curam dan ganas pula perjalanan. Hanya salik yang memiliki bekal iman yang membaja yang akan tangguh dalam pendirian. Ia terus melalui dengan bekal yang ada. Harapannya, ia akan sampai pada tempat-tempat indah dan nyaman untuk berteduh. Mereka akan disapa dalam lokasi dan dijamu di telaga-telaga yang jernih untuk melepaskan dahaga.
Melepas dahaga saat berbuka puasa begitu terasa nikmatnya. Satu di antara nikmat dalam Ramadan. Namun, Ramadan tidak saja memberikan kenikmatan itu saja. Di tengah kesunyian ini, kita bisa berjumpa dengan-Nya dalam konteks membangun hablun min al-Nâs; membangun persahabatan di alam raya dengan menjumpai manusia, yang Tuhan hadir dalam momen itu.
Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad bersabda, “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung akan berfirman pada hari kiamat”. Wahai putra-putri Adam (Ibnu Adam), Aku sakit, tetapi mengapa engkau tak mengunjungi-Ku? Ibnu Adam bertanya: “Ya Tuhan, bagaimana aku mengunjungi-Mu sedang Engkau adalah Tuhan seru sekalian alam?” Allah pun berfirman: “Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku si fulan sakit, mengapa engkau tidak menjenguknya? Tidakkah engkau tahu, sekiranya engkau menjenguknya, niscaya engkau akan menemukan Aku di sana”.
Wahai Ibnu Adam, Aku minta makanan kepadamu, tapi mengapa engkau tidak memberi-Ku makan? Ibnu Adam pun bertanya lagi: “Ya Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu makan, sedang engkau adalah Tuhan seru sekalian alam? Allah berfirman: “Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku si fulan telah meminta makanan kepadamu, mengapa engkau tidak memberinya makan? Tidakkah engkau tahu, seandainya engkau memberinya makan, niscaya engkau akan mendapatkan itu (ganjarannya) di sisiku?”
Wahai Ibnu Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi engkau tidak memberi-Ku minum? Lalu Ibnu Adam bertanya: “Ya Tuhan, bagaimana aku memberi-Mu minum, sedangkan Engkau adalah Tuhan seru sekalian Alam? Allah berfirman: “Tidakkah engkau tahu bahwa hamba-Ku si fulan telah minta minum kepadamu, tetapi mengapa engkau tidak memberinya minum? Seandainya engkau memberinya minum, niscaya engkau akan mendapatkan itu (ganjarannya) di sisi-Ku.”
Di tengah wabah seperti ini—merujuk hadis qudis di atas—sejatinya kita bisa menemui-Nya setiap saat. Di kiri-kanan kita, tetangga kita, kompleks perumahan kita, karib kerabat kita, banyak yang membutuhkan uluran tangan dan japaian. Sedekah yang kita berikan pada orang yang membutuhkan akan memadamkan dosa laksana air yang memadamkan api.
Perbuatan-perbuatan baik dalam Ramadan, yang dijanjikan berlipat-lipat pahalanya, disebabkan Tuhan langsung yang memberikan imbalannya. Puasa dalam bulan Ramadan begitu spesialis. Manusia bisa menjumpai-Nya dalam segala tindakan yang di dalamnya ada pengharapan ridha-Nya. Dengan begitu, kita tidak perlu meributkan kosongnya tempat ibadah, sebab itu hanya salah satu dari sekian jalan berjumpa dan bercengkrama dengan-Nya.
You may like
Gorontalo – Seratus tahun lagi, ketika orang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Gorontalo pada 2025, mereka barangkali tidak akan membuka laporan tahunan pemerintah daerah atau risalah rapat yang tersimpan rapi di arsip negara.
Mereka justru akan membuka jejak digital, potongan video pendek, unggahan media sosial, dan rangkaian komentar yang pernah memenuhi media sosial. Dari sana, mereka akan menemukan satu pola penting. Gorontalo 2025 adalah potret kecil negara yang sedang belajar hidup di tengah derasnya arus viralitas.
Tahun itu, berbagai peristiwa terjadi. Sebagian berdampak pada kebijakan, sebagian lain bersifat personal. Namun hampir semuanya memperoleh perhatian publik bukan karena prosesnya, tapi karena tampilannya. Kamera ponsel kerap lebih menentukan arah percakapan publik dibandingkan mekanisme formal yang tersedia.
Salah satu contohnya adalah beredarnya video perjalanan dinas anggota dewan yang disertai narasi keras tentang penyalahgunaan anggaran. Frasa yang digunakan menyebar lebih cepat daripada klarifikasi, dan emosi publik bergerak mendahului proses etik yang seharusnya ditempuh. Persepsi terbentuk oleh potongan visual, sementara penjelasan yang utuh datang belakangan.
Dalam konteks lain, sebuah ajang olahraga Gorontalo Half Marathon yang semestinya menjadi ruang kebersamaan, justru memunculkan perdebatan mengenai simbol dan representasi. Perhatian publik bergeser dari prestasi peserta ke persoalan nama yang tercantum pada medali. Olahraga, identitas, dan politik bertemu dalam ruang yang sama, dipercepat oleh media sosial.
Di Gorontalo Utara, sebuah video singkat menampilkan ekspresi seorang anggota legislatif yang kemudian dikenal sebagai “bibir viral”. Potongan visual itu beredar luas, memicu ejekan dan penilaian personal. Dalam hitungan jam, ekspresi wajah mengalahkan diskusi mengenai kinerja dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Di titik inilah publik sering lupa: demokrasi tidak pernah dirancang untuk bekerja secepat media sosial.
Fenomena tersebut menandai pergeseran cara publik menilai politik. Anggota DPRD Gorontalo Utara tidak lagi sepenuhnya dinilai melalui kerja legislasi atau keberpihakan anggaran, melainkan melalui momen visual yang kebetulan terekam dan berulang kali diputar.
Yang patut dicermati, sejumlah persoalan sosial dan kekerasan baru memperoleh perhatian serius setelah menjadi viral. Hal ini menunjukkan bahwa atensi publik dan sering kali respons institusi lebih cepat digerakkan oleh popularitas isu dibandingkan oleh mekanisme pelaporan yang sistematis. Keadilan, dalam kondisi tertentu, tampak bergerak mengikuti gelombang perhatian.
Jika seratus tahun lagi Gorontalo 2025 dipelajari, kemungkinan besar bukan daftar peristiwanya yang paling diingat, melainkan cara masyarakat bereaksi. Partisipasi warga meningkat, tetapi kedalaman dialog kerap tertinggal. Semua orang dapat bersuara, namun tidak selalu disertai kesediaan untuk mendengar dan memahami konteks.
Gorontalo tentu bukan satu-satunya daerah yang mengalami hal ini. Apa yang terjadi di sana merupakan miniatur tantangan demokrasi Indonesia di era digital. Media sosial memperluas ruang partisipasi, sekaligus menuntut kedewasaan baru dalam mengelola emosi, informasi, dan penilaian publik.
Seratus tahun ke depan, generasi berikutnya mungkin tidak lagi memperdebatkan siapa yang benar atau salah dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Namun mereka akan mencatat satu ciri zaman: pada 2025, demokrasi di banyak tempat dijalankan dalam bayang-bayang viralitas, di mana proses harus berjuang keras untuk tidak dikalahkan oleh potongan gambar. Pertanyaannya bukan seberapa cepat kita bereaksi, melainkan seberapa jauh kita mau berpikir sebelum ikut menyimpulkan.
News
Tak Ada Lagi TikTok untuk Bocah, Australia Resmi Sapu Bersih Akun Medsos Remaja
Published
2 weeks agoon
11/12/2025
NEWS – Pemerintah Australia memberlakukan larangan bagi semua anak dan remaja di bawah 16 tahun untuk memiliki atau mengakses akun di sedikitnya 10 platform besar seperti TikTok, Instagram, Facebook, X, Snapchat, YouTube, Reddit, dan lainnya. Undang-undang ini merupakan bagian dari perubahan aturan keamanan online dan mulai berlaku secara nasional pada 10 Desember 2025, setelah sebelumnya disahkan parlemen pada 2024.
Perusahaan yang tidak mengambil langkah “wajar” untuk menghapus atau mencegah akun pengguna di bawah 16 tahun terancam denda hingga 49,5 juta dolar Australia (sekitar 33 juta dolar AS). Pemerintah juga mewajibkan platform menerapkan verifikasi usia dan mekanisme teknis lain untuk memastikan anak tidak lagi dapat membuat akun baru maupun mengakses akun lama mereka.
Data pemerintah menunjukkan ada ratusan ribu akun milik anak usia 13–15 tahun yang terdampak langsung oleh aturan baru ini. Perdana Menteri Anthony Albanese menyebutkan terdapat sekitar 440.000 akun Snapchat, 350.000 akun Instagram, sekitar 150.000 akun Facebook, dan 200.000 akun TikTok yang dipegang anak berusia 13–15 tahun di Australia.
Secara keseluruhan, lebih dari satu juta akun milik pengguna di bawah 16 tahun diperkirakan harus dihapus atau dinonaktifkan oleh berbagai platform. Beberapa aplikasi perpesanan dan layanan tertentu seperti WhatsApp, Messenger, YouTube Kids, Discord, GitHub, dan sejenisnya dikecualikan dari larangan penuh, meski tetap berada di bawah pengawasan aturan keamanan online yang lebih ketat.
Pemerintah Australia menjustifikasi kebijakan ini sebagai langkah radikal untuk melindungi kesehatan mental dan keselamatan anak dari dampak algoritma media sosial yang dianggap adiktif dan sarat konten berbahaya. Lonjakan kasus perundungan siber, paparan konten kekerasan dan seksual, hingga kekhawatiran soal risiko grooming dan peningkatan angka bunuh diri di kalangan generasi muda menjadi dasar utama kebijakan ini.
Dalam berbagai kesempatan, Perdana Menteri Anthony Albanese menggambarkan hari berlakunya larangan ini sebagai momentum ketika keluarga Australia “merebut kembali kendali” dari perusahaan teknologi besar dan menyebut kebijakan tersebut sebagai perubahan sosial dan budaya besar bagi negaranya. Ia menegaskan bahwa efek kebijakan ini tidak hanya akan dirasakan di Australia, tetapi juga berpotensi mendorong negara lain mengambil langkah serupa dalam beberapa bulan ke depan.
Media internasional seperti BBC, Reuters, Al Jazeera, Time, dan NPR menyoroti kebijakan ini sebagai larangan media sosial untuk anak yang pertama di dunia dengan cakupan sangat luas. Laporan mereka menekankan bahwa 10 platform terbesar dunia kini wajib memastikan tidak ada akun pengguna Australia di bawah 16 tahun di layanan mereka, atau berhadapan dengan denda besar dari otoritas Australia.
Negara lain mulai menimbang langkah serupa, dengan Malaysia sudah mengumumkan rencana melarang akses media sosial bagi anak di bawah 16 tahun mulai 2026, dan beberapa negara Eropa seperti Prancis, Denmark, Norwegia, serta Uni Eropa memantau atau menyiapkan kebijakan pembatasan usia yang lebih ketat. Di sisi lain, UNICEF dan sebagian pakar kebebasan berekspresi mengingatkan bahwa larangan usia saja tidak cukup dan bisa mendorong anak beralih ke ruang daring yang lebih sulit diawasi, sehingga perbaikan desain platform dan moderasi konten tetap mutlak diperlukan.
Tabel ringkas poin kebijakan
| Aspek | Rincian utama |
|---|---|
| Usia yang dilarang | Anak dan remaja di bawah 16 tahun. |
| Platform utama | TikTok, Instagram, Facebook, X, Snapchat, YouTube, Reddit, dsb. |
| Dasar hukum | UU/aturan perubahan keamanan online dan usia minimum media sosial 2024. |
| Mulai berlaku | 10 Desember 2025. |
| Sanksi untuk platform | Denda hingga 49,5 juta dolar Australia jika tak cegah akun di bawah 16. |
| Perkiraan jumlah akun | Lebih dari satu juta akun anak terdampak. |
Ruang Literasi
“BUMI” Mengajak Publik Mendengar Bumi Berbicara Lewat Seni
Published
3 weeks agoon
04/12/2025
Gelaran seni bertajuk BUMI: Integralitas Tubuh–Rasa resmi dibuka di Galeri Dewan Kesenian Surabaya (DKS) pada malam 1 Desember 2025. Pameran ini langsung menarik minat publik karena menyoroti isu ekologi melalui pendekatan lintas disiplin seni. Pameran berlangsung selama satu pekan, 1–7 Desember 2025, dengan menghadirkan puluhan seniman dari berbagai kota.
Pembukaan dilakukan oleh Syaiful Mudjib, seniman dan tokoh Surabaya. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pameran ini menjadi ruang penting untuk membaca kondisi bumi melalui bahasa seni. Menurutnya, karya-karya yang ditampilkan menawarkan cara baru memahami kerusakan ekologi tanpa terkesan menggurui.
Pameran BUMI menampilkan lebih dari 35 karya, dari berbagai seniman antara lain Uret Pariono, Caulis Itong, Radillah, Hananta, Merlyna AP, Adhik Kristiantoro, Risdianto, hicak, Lanjar Jiwo, EFKA Mizan, S.E. Dewantoro (Gepeng), Imam Rastanegara, Bang Toyib, Hendra Cobain, Agus Cavalera, Ibob Susu, Robi Meliala, Dani Croot, Afif, Helmy Hazka, Suki, Rinto Agung, Susilo Tomo, Dwest, Biely, Bayu Kabol, Anggoro, Mie Gemes, Gopel, Rusdam, Miki, Boy Tatto, Arsdewo, Heri Purnomo, Syalabia Yasah, Hallo Tarzan, Rinto Agung. Selain itu, beberapa komunitas turut ambil bagian, seperti BAKAR (Batalyon Kerja Rupa) SeBUMI, Family Merdeka, INJAK TANAH, MOM, BOMBTRACK, ATOZ.
Dukungan penuh hadir dari Dewan Kesenian Surabaya, Dewan Kesenian Jawa Timur, Slamet Gaprax, Irma, Paksi, AKA Umam, komunitas pengamen Bungurasi A minor, Pokemon, Mak Yati (teater Api), Hose Of P studio, Pena Hitam, Kopi Sontoloyo & Sontoloyo Gubeng Surabaya, Organized Chaos Sound, Art Cukil Tshirt, serta makhluk tak terlihat di balik karya.
Karya-karya tersebut mengisi galeri dengan instalasi, lukisan, teks, arsip suara, puisi, hingga performa yang bergerak di antara isu tubuh, tanah, dan perubahan ekologis. Konsep pameran dirumuskan oleh Hari Prajitno, M.Sn., yang menempatkan tanah sebagai medium utama eksistensi manusia. Ia menjelaskan bahwa seluruh karya berangkat dari gagasan bahwa tubuh manusia dan bumi memiliki keterhubungan material. “Tubuh dan tanah bukan dua hal yang terpisah. Kita berasal dari tanah, dan suatu hari akan kembali ke tanah,” tegasnya.
Salah satu fokus yang dinikmati pengunjung adalah instalasi visual yang menampilkan citra tanah retak, tekstur bumi yang rusak, serta bunyi-bunyian yang memotret suasana ekologis terkini. Karya-karya tersebut menciptakan atmosfer yang membuat pengunjung merasakan kondisi bumi secara langsung, bukan sekadar membaca data atau kampanye. Selain itu, terdapat kegiatan seperti penanaman pohon di hutan kota, workshop cukil dan batik di Gang Dolly, serta diskusi seni.
Selain pameran karya, acara ini juga menayangkan film dokumenter garapan Daniel Rudi Haryanto. Film tersebut menampilkan potret kerusakan lingkungan di berbagai daerah tanpa narasi berlebihan, namun cukup kuat membangun kesadaran penonton tentang kondisi yang sedang berlangsung. Tepuk tangan panjang mengiringi pemutaran film perdana malam itu.
Pada hari sama, panggung performance di galeri diisi oleh Pandai Api, Family Merdeka, Bombtrack, Magixridim, Arul Lamandau, dan pembawa berkah Aulia. Mereka tampil dengan gaya khas masing-masing dan membawa energi yang memperkuat pesan pameran: manusia dan bumi tidak terpisah; krisis ekologi adalah krisis tubuh itu sendiri.
Pameran dipandu oleh Deni Indrayanti dan Caulis Itong. Pameran ini tidak menampilkan poster ajakan menyelamatkan lingkungan atau slogan klise. Pesan ekologis disampaikan melalui pengalaman inderawi: suara gesekan, cahaya redup, tubuh performer, aroma material bumi, hingga keheningan yang sengaja dihadirkan. Pendekatan inilah yang membuat BUMI tampil berbeda dibanding pameran bertema lingkungan pada umumnya.
Pengunjung pembukaan tampak menikmati rangkaian karya sambil berdiskusi santai di area galeri. Beberapa mengaku memperoleh pengalaman baru dalam melihat isu lingkungan. “Rasanya seperti diajak melihat bumi dari dalam tubuh sendiri,” ujar seorang pengunjung.
Pameran BUMI: Integralitas Tubuh–Rasa masih berlangsung hingga 7 Desember di Galeri DKS, Jl. Gubernur Suryo No.15, Embong Kaliasin, Surabaya. Panitia memastikan pameran tetap dibuka setiap hari hingga penutupan. Acara ini menjadi salah satu agenda seni paling reflektif di akhir tahun, dan menekankan pesan tegas bahwa bumi sedang berbicara—tinggal bagaimana manusia mendengarnya.
Bukan Sekadar Imbauan! Wali Kota Gorontalo Tegas Larang Petasan di Malam Tahun Baru
Aksi Brutal di Salon, Polisi Amankan Satu Terduga Pelaku Penganiayaan di Marisa
Di Tengah Era Digitalisasi, LPK-GPI Gorontalo Dorong Penguatan SDM dan Solidaritas Anggota
Heboh di Pohuwato! Kasus Dugaan Penganiayaan di Salon Kini Ditangani Polisi
Viral di medsos, dugaan kekerasan di salon Pohuwato usai cekcok harga
JIKA 100 TAHUN LAGI ORANG MENCARI GORONTALO 2025
Abai dan Bungkam: Refleksi Elit Gorut Atas Tragedi Julia
Berawal dari Arahan Wali Kota, Kelurahan Biawao Raih Juara Pemungutan PBB-P2
Potret Ironi Wisata Gorontalo, Akses ke Molowahu Rusak Parah
Demi Layanan Lebih Baik! Saipul A. Mbuinga Ajukan Peningkatan RS Bumi Panua
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo1 month agoMenolak Lupa: Tragedi 2 Januari 2025, Ketika Keadilan untuk Julia Belum Datang
-
News3 months agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo1 month agoBukan Rapat Biasa, Instruksi Gerindra Tegaskan Kader Harus Kompak dan Berdampak untuk Mayoritas Rakyat
-
Gorontalo2 months agoWarga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
-
Gorontalo1 week agoJIKA 100 TAHUN LAGI ORANG MENCARI GORONTALO 2025
-
Gorontalo2 months agoMenakar Fungsi Kontrol di DPRD Kota Gorontalo
-
Advertorial2 months agoPanasnya Konflik Sawit! DPRD Provinsi Gorontalo dan KPK Turun Tangan
-
Kesehatan3 months agoDukung Palestina, Bandar Besar Ganja Maroko Boikot Pengedar Narkoba Israel
