Connect with us

News

Tak Disangka, KPK Bongkar Tambang Ilegal Dekat Mandalika Yang Dikuasai Pekerja Asing

Published

on

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap keberadaan tambang emas ilegal hanya satu jam dari Sirkuit Internasional Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Tambang tersebut mengejutkan karena mampu memproduksi hingga tiga kilogram emas per hari dan mempekerjakan orang-orang yang tidak bisa berbahasa Indonesia.

Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi KPK Wilayah V, Dian Patria, mengaku terkejut setelah melihat sendiri kondisi lapangan.
“Saya juga baru tahu. Saya tidak pernah menyangka di Pulau Lombok, satu jam dari Mandalika, ada tambang emas besar. Ini benar-benar baru bagi saya,” ujar Dian saat ditemui di Jakarta Selatan, Selasa (21/10/2025).​

Menurut Dian, KPK awalnya mendapatkan laporan tentang tambang tersebut sejak Agustus 2024, termasuk pembakaran basecamp tambang yang dihuni para pekerja diduga warga negara asing asal China. Kunjungan pada awal Oktober 2025 mengonfirmasi bahwa tambang di wilayah Sekotong, Lombok Barat, ini beroperasi secara ilegal dan menghasilkan emas berkadar tinggi.
“Ketika saya bertemu beberapa orang di sana, saya penasaran mengapa mereka tidak bisa berbahasa Indonesia. Jadi, saya tidak jelas siapa yang dimaksud dengan ‘rakyat’ dalam konteks ini,” ungkapnya.​

Tambang ini disebut berupaya diklaim sebagai pertambangan rakyat, namun faktanya menunjukkan praktik tak berizin dengan pola operasi industri berskala besar. KPK juga menduga ada upaya sistematis untuk menutupi aktivitas tambang ini.
“Kami mendorong pihak yang berwenang untuk menegakkan hukum. Jika mereka tidak melakukannya, bisa jadi mereka juga terlibat dalam masalah tersebut, mungkin dengan sengaja,” tegas Dian Patria.​

KPK menekankan, walau belum ditemukan indikasi langsung korupsi, pelanggaran hukum lingkungan dan kehutanan sangat jelas terlihat. Koordinasi segera dilakukan dengan instansi terkait untuk penegakan hukum dan pencegahan korupsi di sektor pertambangan.
“Kami tidak hanya bicara langsung apakah ada tindak pidana korupsi atau tidak. Bisa jadi ada tindak pidana sektoral, apakah kehutanan, lingkungan, pajak, kami dorong yang punya kewenangan, tegakkan aturan,” kata Dian.​

Dilansir dari CNBC Indonesia, tambang tersebut berlokasi di Dusun Lendek Bare, Sekotong, Lombok Barat, dengan tingkat produksi sekitar 3 kilogram emas setiap hari. Total, Indonesia kini memiliki lebih dari 1.500 titik pertambangan tanpa izin (PETI) yang tersebar di berbagai provinsi.​

Pemerintah Provinsi NTB menyebut tambang di Sekotong itu memang telah menjadi sorotan karena aktivitasnya yang tak berizin, namun menegaskan lokasinya cukup jauh dari kawasan wisata Mandalika. Meski begitu, temuan ini menyoroti lemahnya pengawasan tambang ilegal yang dapat merusak lingkungan dan menimbulkan potensi tindak pidana lintas sektor.

Gorontalo

Di Balik Hiruk-Pikuk Tambang Emas Taluditi: Pungli Menggunakan Alasan “Pengamanan”

Published

on

Pohuwato – Di balik hiruk-pikuk aktivitas tambang emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Taluditi, Kabupaten Pohuwato, terungkap adanya dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang berlangsung dengan modus “uang pengaman”. Sebuah pos penjagaan yang seharusnya berfungsi sebagai titik pengawasan malah diduga berfungsi sebagai “loket liar” yang mengenakan biaya kepada alat berat yang melintas menuju lokasi tambang ilegal.

Penelusuran Tim Barakati.id menemukan dua titik lokasi tambang ilegal di kawasan tersebut, yakni di Marisa Lima dan Desa Puncak Jaya (Marisa Enam). Namun, hanya di Desa Puncak Jaya ditemukan adanya pos yang diduga menjadi tempat pengumpulan retribusi liar. Setiap alat berat, terutama jenis eskavator, yang ingin menuju lokasi tambang ilegal tersebut dilaporkan wajib membayar uang pengaman sebesar Rp5 juta per unit. Uang ini dikatakan digunakan untuk “mengamankan” alat berat agar bisa melintas tanpa hambatan.

Fenomena pungutan liar ini memunculkan banyak pertanyaan. Siapa yang mengatur aliran “retribusi liar” ini, dan bagaimana mungkin praktik seperti ini bisa berlangsung lama tanpa adanya tindakan tegas dari pihak berwenang?

Tim Barakati.id hingga saat ini masih berupaya mengonfirmasi dugaan pungli ini dengan menghubungi pemerintah setempat dan pihak-pihak terkait. Namun, respons dari pihak berwenang terkait hal ini masih belum diperoleh.

Dugaan adanya “bisnis pengamanan” yang terjadi di area tambang ilegal ini semakin mencoreng wajah Kabupaten Pohuwato yang dikenal sebagai penghasil emas. Praktik ini juga menambah panjang daftar persoalan terkait dengan aktivitas tambang ilegal yang sudah menjadi sorotan masyarakat.

Continue Reading

News

Purbaya : PEMDA Itu Jangan Menabung (SILPA), Tapi Tumbuhkan Ekonomi Daerah

Published

on

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan agar pemerintah daerah (Pemda) tidak lagi menumpuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) di bank-bank pusat seperti Bank Indonesia (BI) atau Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Ia meminta agar dana tersebut disimpan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk menjaga likuiditas ekonomi di daerah.

Purbaya menyampaikan hal ini dalam Rapat Pengendali Inflasi Tahun 2025 di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025). Ia menjelaskan bahwa masih banyak dana daerah yang mengendap di akhir tahun dan membuat perputaran uang di daerah menjadi kering.

“Saya dapat kabar juga dari Pak Mendagri bahwa uang-uang daerah yang berlebih itu ditaruhnya di bank-bank di pusat. Jadi, daerahnya juga kering, nggak ada uangnya. Saya sarankan kalau bisa jangan ditaruh di bank pembangunan di pusat atau di bank-bank pemerintah pusat, tapi biarkan saja di BPD daerahnya,” ujar Purbaya.

Menurutnya, penempatan dana di bank pusat menyebabkan BPD kekurangan likuiditas, sehingga tidak leluasa menyalurkan kredit ke pelaku usaha lokal. Purbaya menilai hal ini bertolak belakang dengan upaya pemerataan ekonomi nasional.

“Kita kan selalu berusaha meratakan pembangunan ekonomi, meratakan sektor finansial. Tapi kalau daerah naruhnya semuanya di pusat, ya nggak rata-rata. Kita kirim ke daerah dari pusat, dia masih kirim lagi ke pusat. Di sana kering, di sini numpuk uangnya,” imbuhnya.

Data terbaru Bank Indonesia (BI) per 30 September 2025 menunjukkan dana pemerintah daerah yang tersimpan dalam perbankan mencapai Rp233,97 triliun. Rinciannya meliputi Rp178,14 triliun dalam bentuk giro, Rp48,40 triliun dalam bentuk simpanan, dan Rp7,43 triliun dalam bentuk tabungan.

Namun, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melaporkan data berbeda. Berdasarkan laporan dari 546 Pemda, per 17 Oktober 2025, dana kas daerah tercatat Rp215 triliun. Purbaya menyoroti adanya selisih Rp18 triliun antara data BI dan Kemendagri.

“Kalau dari Pak Mendagri katanya di cash-nya hanya Rp215 triliun. Jadi ada perbedaan Rp18 triliun. Yang pertama dicek, Rp18 triliun itu uang bedanya di mana, ke mana larinya?” ujar Purbaya.

Menteri Keuangan juga menambahkan bahwa biasanya masih tersisa sekitar Rp100 triliun di akhir tahun meski sebagian telah terpakai untuk membayar gaji dan kontrak awal tahun.

“Rp233 triliun itu biasanya dihabiskan di akhir tahun, selalu sisa Rp100 triliun di akhir tahun. Sebagian diperlukan untuk Silpa, untuk bayar gaji atau kontrak di awal tahun,” terang Purbaya.

Lebih lanjut, Purbaya mengungkap bahwa Kementerian Keuangan sedang menyiapkan reformasi mekanisme transfer ke daerah. Jika sebelumnya dilakukan secara bertahap tiap triwulan, ke depan akan diubah menjadi transfer sekaligus di awal tahun anggaran.

Tujuannya untuk mengurangi potensi Silpa dan mempercepat realisasi belanja daerah.

“Jadi kita sedang kembangkan sistem di mana daerah tidak lagi perlu Silpa. Sehingga minggu pertama, kedua setiap tahun langsung ditransfer dari pusat. Dengan begitu, Silpa di pusat maupun daerah tidak akan berlebihan lagi,” kata Purbaya.

Kebijakan ini berangkat dari persoalan lama mengenai dana mengendap di perbankan. Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati saat menjabat sebagai Menkeu juga pernah mengkritik dana Pemda yang menganggur mencapai Rp113,38 triliun pada akhir 2021.​

Di era Presiden Joko Widodo pun sempat menegur Pemda karena APBD 2022 sebesar Rp123 triliun tidak terserap.​ Kini di era Purbaya, masalah klasik tersebut kembali disorot karena dianggap menghambat pemerataan ekonomi serta memperlebar ketimpangan antara pusat dan daerah. Purbaya menegaskan bahwa kebijakan fiskal dan moneter harus saling melengkapi, bukan menumpuk dana di pusat. Ia berharap kepala daerah lebih progresif dalam penggunaan dana daerah dan mempercayakan pengelolaan keuangan pada BPD di wilayahnya. Dengan demikian, ekonomi lokal bisa bergerak, dan Silpa besar di akhir tahun dapat diminimalkan.

Continue Reading

Gorontalo

Tiga Tersangka Pembacokan KM 18 Resmi Diserahkan ke Kejaksaan Pohuwato

Published

on

Pohuwato – Kasus dugaan pembacokan yang terjadi di wilayah KM 18, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, resmi dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Pohuwato. Proses pelimpahan tersangka dan barang bukti dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pohuwato pada Jumat (16/10/2025).

Dalam pelimpahan ini, tiga tersangka resmi diserahkan kepada pihak kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. Ketiganya adalah:

  • Arlin Asumbo alias Lilin, warga Desa Telaga Biru, Kecamatan Popayato

  • Syarif Hemuto alias AY, warga Desa Marisa, Kecamatan Popayato Timur

  • Rano Nani, warga Desa Lemito Utara, Kecamatan Lemito

Pelimpahan ini dilakukan berdasarkan surat dari Kejaksaan Negeri Pohuwato dengan nomor B-2301/P.5.14/Eoh.1/10/2025 tertanggal 16 Oktober 2025, yang menyatakan bahwa penyidikan telah dinyatakan lengkap (P-21).

Barang bukti yang turut diserahkan dalam proses pelimpahan tersebut antara lain:

  • Satu buah senapan angin berwarna merah silver dengan tabung hitam dan teleskop hitam

  • Satu pasang baju kaos berkerak abu-abu dan celana jeans panjang biru

  • Dua buah parang dengan panjang bilah berbeda

Penyerahan tersangka dan barang bukti diterima langsung oleh Jaksa Muda Adit Wibowo, selaku Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Pohuwato. Dengan pelimpahan ini, penanganan perkara beralih sepenuhnya ke pihak kejaksaan untuk melanjutkan proses hukum lebih lanjut.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler