Connect with us

Gorontalo

Di balik Pernyataan Rochmad yang Biasa-biasa saja

Published

on

Oleh : Nurmawan Pakaya

Sebelumnya saya ucapkan terima kasih kepada saudara yang telah sudi membaca tulisan saya, kemarin hari. Terlepas tulisan itu ada atau tidak sama sekali bermanfaat bagi saudara-saudara sekalian, setidaknya saya dan tentunya kita semua telah memberanikan diri membuka ruang-ruang pemikiran baru terhadap situasi politik yang ada di Kabupaten Boalemo.

Sebelum saya lanjutkan, ijinkan saya mengutip sebuah adagium yang fenomenal di kalangan orang-orang yang menganggap kiri adalah jalan terbaik nun abadi.

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati, patah hati dan ditipu para politisi”

Sampai di sini mohon kiranya bagi saudara pembaca yang manis dan budiman untuk sejenak merenungkan adagium itu. Saya berikan waktu selama 60 detik.

Bagaimana? Sudakah saudara merenungkan? Jika sudah tak perlu saudara jelaskan kepada saya. Cukuplah saudara mendiskusikan dengan teman setongkrongan di warung kopi.

Saya mulai…

Adalah Rochmad Dai yang membikin saya kembali mencorat-coret catatan ini dan lalu kemudian mengirimkannya kepada tim redaktur.

Mulanya saya beranggapan bahwa sosok Rochmad Dai bisa dikatakan sebagai Nizam Dai Reborn di zaman ini. Sebab bagaimanapun darah “politik” seorang Nizam Dai mengalir deras di nadi sang Rochmad. Namun kenyataanya berbanding terbalik dari sosok sang ayah.

Padahal sejarah telah mencatat, dalam percaturan politik di Boalemo, Nizam Dai adalah sosok politisi yang ulung. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Boalemo pada periode 2004 – 2009, di mana pada saat itu Boalemo sedang bergejolak, mengalami gelombang protes besar-besaran dari Forkot Boalemo (Forum Kota Boalemo) yang dinahkodai sejumlah aktivis. Sebut saja Lahmudin Hambali, Hardi Mopangga, Herman Bater, Hendra Saidi, Sunaryo Abbas, dan lainnya. Lantas kemudian nama-nama tersebut menjadi pembesar di daerah.

Dalam catatan, Nizam Dai adalah sosok yang cenderung memberikan apresiasi kepada massa aksi di masa itu. Dengan jabatan sebagai Ketua Dewan, ia meberikan kesempatan kepada massa aksi menduduki gedung DPR selama beberapa hari. Nizam juga melalui Fraksi Golkar yang ia nahkodai di kala itu, lebih banyak melakukan hearing terhadap pemerintah daerah. Maka tidaklah heran jika dikemudian hari banyak nama yang telah ia besarkan, pun demikian Golkar yang pada saat itu memasuki era kejayaannya di Boalemo.

Lantas apakah hal yang sama akan dilakukan seorang Rochmad Dai di tengah-tengah gejolak politik yang saat ini sedang manis-manisnya di Boalemo? Jawabannya adalah TIDAK!

Pasalnya, Rochmad yang belum lama ini menjabat sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Amanat Nasional itu, sengaja membuat pernyataan yang biasa-biasa saja (SK Mendagri Tak Ada Yang Luar Biasa) yang cenderung menyepelekan perjuangan rekan-rekan aktivis yang berhasil menggiring Bupati Darwis ke meja hijau hingga pemberhentiannya sementara sebagai Bupati Boalemo.

Alih-alih ingin menetralkan penilain publik kepada rekan seprtainya, Anas Jusuf, yang kini menjabat sebagai pelaksana tugas harian Bupati. Kenyataannya malah menyulut amarah dari beberapa kalangan yang turut berjuang memprotes tindakan Bupati Boalemo itu. Sebagai Anggota Perwakilan Rakyat, bukankah seharusnya Rochmad bersikap apresiatif kepada masyarakat yang mayoritas menyuarakan kebenaran itu sendiri? Saya malah justru berpikiran bahwasanya tidak menutup kemungkinan dalam situasi saat ini, Rochmad adalah orang yang akan melakukan “manuver politiknya” tentunya dengan mengatasnamakan sesama kader di partai yang sama dengan Anas.

Sampai di sini, apakah saya hanya sebatas berasumsi belaka? Bahwa kedepan Rochmad dan Anas akan bekerja sama untuk kepentingan partainya? Silakan saudara pembaca menagsirkannya sendiri. Secara pribadi, saya tidak sedang berasumsi. Maka lagi-lagi pernyataan Rochmad yang telah ia unggah di akun fesbuknya yang mengatakan;

“Anehnya lagi ada yang takut PAN menjadi besar. Lahh.. memang dari dulu kami tetap akan membesarkan PAN walaupun tanpa Bupati/Wabup, dan itu dilakukan oleh semua partai, ini hanya ketakutan yang luar biasa bosss.”

Pernyataan ini memang sangatlah benar. Jika dilihat dari sudut pandang Partai bukan oknum. Wkwkwk. Sebaliknya pertanyaan saya, bagaimana cara kader membesarkan partainya? Jawabannya tentu dengan meraih posisi-posisi yang strategis di wilayahnya masing-masing. Katakanlah Rochmad yang hari ini sebagai Anggota Perwakilan Rakyat dari PAN dan Anas Jusuf sebagai pelaksana tugas harian Bupati Boalemo. Konklusinya, baik Rochmad ataupun Anas akan saling bersinergi membesarkan Partainya. Entah dengan cara seperti apa? Mari kita nantikan skenario kedepannya. Toh pada akhirnya adagium yang pantas disematkan bagi seorang Rochmad adalah “Jauh api dari panggangnya!” Bukan “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.

Saudara – Saudari pembaca yang cantik dan tampan, kini saya mengajak anda sekalian kembali menengok adagium di atas tadi, bahwasanya setiap yang bernyawa akan merasakan mati, patah hati dan ditipu para politisi! Selanjutnya untuk saudara Rochmad Dai yang terhormat, jika senggang saya persilakan membalas tulisan saya yang urakan ini.

Semoga kita semua dirahmati oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Aamiin.

Jogja, Hari ini.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

Dugaan Kepanikan ESDM dan Kejanggalan Izin PT Gorontalo Minerals, Ini Buktinya!

Published

on

Bone Bolango – Sebuah surat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru-baru ini diungkap dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Gorontalo, menimbulkan polemik baru dalam kasus pertambangan PT Gorontalo Minerals (PT GM).

Surat yang terbit 21 Agustus 2014, dengan nomor 1131/31.02/DBM/2014, ditandatangani oleh Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral saat itu, Edi Prasodjo, dan menyatakan bahwa dokumen studi kelayakan PT GM diterima secara teknis dan ekonomis.

Namun, munculnya surat ini justru mengundang lebih banyak pertanyaan, karena beberapa kejanggalan serius ditemukan dalam distribusi dan substansi dokumen tersebut.

Dalam surat tersebut, disebutkan bahwa tembusan dikirim ke beberapa instansi, termasuk Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Gorontalo, serta Kepala Dinas Kehutanan, Pertambangan, dan Energi Kabupaten Bone Bolango.

Namun dalam rapat Pansus yang digelar pekan lalu, perwakilan Dinas ESDM Provinsi Gorontalo menyatakan tidak pernah menerima surat tersebut.

“Kami tidak pernah menerima surat itu sebelumnya. Baru pertama kali kami melihat dokumen ini dalam forum Pansus,” ujar salah satu pejabat Dinas ESDM Provinsi Gorontalo, seperti yang dicatat dalam notulensi resmi rapat.

Padahal, surat ini menjadi syarat utama bagi PT GM untuk melangkah ke tahap produksi dalam wilayah konsesi seluas 36.070 hektare di Proyek Sungai Mak, Bone Bolango.

Pengacara Rongki Ali Gobel, menilai temuan ini bukan hal sepele. Ia menyebut ada indikasi kuat terjadinya maladministrasi yang sistemik, yang berpotensi menggugurkan keabsahan operasional tambang.

“Bagaimana mungkin surat yang katanya menjadi dasar izin produksi, tidak pernah diterima oleh Pemda? Ini bukan sekadar kelalaian, ini bisa jadi pintu masuk untuk memeriksa ulang seluruh legalitas perusahaan,” kata Rongki Ali Gobel dalam keterangannya, Kamis 17 Juli 2025.

Tak hanya soal distribusi, sebelumnya ada juga temuan tentang dokumen yang menyebutkan proyek PT GM berada di Sungai Mak, Provinsi Kalimantan Selatan padahal faktanya, operasional tambang berada di Kecamatan Suwawa Timur dan Kec, Bulawa, kec, Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.

“Ini sangat fatal. Jika lokasi dalam surat saja salah, maka seharusnya seluruh proses evaluasi tekno-ekonomi pun dipertanyakan. Evaluasi dilakukan untuk wilayah yang mana? Kalimantan atau Gorontalo?” tegas Rongki.

Yang juga menjadi sorotan adalah waktu kemunculan surat ini. Dokumen ini baru muncul ke permukaan setelah DPRD dan publik menyoroti keabsahan dokumen perizinan PT GM.

Muncul dugaan bahwa surat tersebut baru didistribusikan atau bahkan disiapkan ulang untuk merespons tekanan dari lembaga pengawasan.

“Kami melihat ada indikasi kepanikan. Ketika Pansus mulai menggali, tiba-tiba dokumen muncul. Tapi isinya pun bermasalah,” imbuh Rongki.

Rongki Ali Gobel mendesak agar DPRD, Ombudsman, dan Komisi Informasi segera membuka seluruh dokumen perizinan PT Gorontalo Minerals ke publik, termasuk dokumen AMDAL, studi kelayakan, dan surat-surat dari kementerian terkait.

Ia juga mengajak masyarakat sipil untuk mendorong moratorium aktivitas tambang PT GM, sambil menunggu hasil audit legal dan administratif.

“ini menyangkut kedaulatan daerah. Ketika izin tambang dibangun di atas surat yang tidak jelas, maka negara harus hadir untuk menghentikannya,” pungkasnya.

Continue Reading

Gorontalo

Tambang Emas, Luka di Tanah Bone Bolango

Published

on

Oleh Penulis : Lion Hidjun (Aktivis Forum Perjuangan Rakyat Bone Bolango)

Gorontalo — Di balik kehijauan bukit dan tenangnya aliran sungai yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat, luka besar tengah menganga di jantung Bone Bolango.

Luka itu bernama tambang emas.

Kehadiran PT Gorontalo Minerals (PT GM), perusahaan tambang yang digadang-gadang akan menjadi berkah bagi daerah, justru berubah menjadi sumber konflik yang tak kunjung padam.

Janji manis tentang kesejahteraan, lapangan kerja, dan kemajuan daerah yang sejak 17 tahun lalu digaungkan, kini justru menjelma menjadi mimpi buruk yang terus menghantui warga.

Sementara izin konsesi tambang seluas 24.995 hektare mencengkram tanah-tanah adat, akses masyarakat atas sumber daya alam yang selama ini diwariskan secara turun-temurun, perlahan dikunci rapat.

Teriakan Penolakan dari Kampung ke Kampung

Gelombang perlawanan mulai muncul dari kampung-kampung. Suara rakyat menuntut satu hal: kembalikan tanah ini ke rakyat.

Lion Hidjun (Aktivis Forum Perjuangan Rakyat Bone Bolango)

20 Agustus 2013: Ribuan penambang tradisional yang tergabung dalam Forum Penambang Mandiri Bone Bolango mengepung kantor PT GM. Pagar dan pos satpam dirobohkan.

Mereka marah, karena wilayah garapan mereka disita dan peralatan ditahan..

20 Juli 2023: Warga Desa Alo menggelar forum dialog terbuka. PT GM datang, tapi hanya mengirim perwakilan menengah. Warga merasa dilecehkan. Suasana memanas, dialog gagal.

3 Agustus 2023: Demonstrasi warga di Suwawa Timur pecah menjadi kericuhan. Pagar kantor kembali roboh.

Bentrok warga dengan aparat tak bisa dihindari. Korban berjatuhan di dua kubu..

28 Januari 2025: Warga Desa Alo memblokade jalur tambang dengan bambu dan kayu, menuntut ganti rugi atas lahan yang diklaim diambil tanpa musyawarah.

PT GM menyatakan telah membayar lahan tersebut, namun warga menolak klaim itu.

16 Februari 2025: Di Desa Mootawa, warga mengusir alat berat PT GM dari lahan yang masih dalam proses sengketa hukum.

Aparat pun membenarkan bahwa lahan tersebut belum bisa dioperasikan.

14 Mei 2025: Ratusan penambang rakyat dari berbagai kecamatan mengepung Gedung DPRD Provinsi Gorontalo. Mereka menuntut penghentian aktivitas PT GM dan percepatan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Ini bukan lagi konflik lokal, tapi telah menjalar ke pusat kekuasaan daerah.

Pemerintah Daerah Mulai Bergerak karena ditekan rakyat…

3 Juni 2025: Gubernur Gorontalo mengeluarkan rekomendasi penghentian aktivitas PT GM, merujuk pada Keppres No. 41 Tahun 2004 yang diperbarui melalui Keppres No. 3 Tahun 2023, di mana PT GM tidak termasuk dalam 13 perusahaan yang diizinkan beroperasi di kawasan hutan lindung.

7 Juli 2025: Gubernur Gusnar Ismail bersama Bupati dan Wakil Bupati Bone Bolango menemui manajemen PT GM di Bakrie Tower, Jakarta.

Mereka menyampaikan kekhawatiran bahwa gesekan antara rakyat dan perusahaan bisa memicu konflik horizontal yang lebih luas.

Tanah Warisan Leluhur Bukan Milik Pemodal

Ironi konflik ini terletak pada kesenjangan antara narasi pembangunan dan realitas di lapangan.

PT GM memang menjanjikan investasi dan kesejahteraan. Namun siapa yang benar-benar merasakan manfaatnya?

Mayoritas pekerja berasal dari luar daerah. Warga lokal hanya kebagian remah bantuan sosial dan program CSR yang tak sepadan dengan kerusakan yang ditinggalkan. Bahkan, hutan dan sungai tempat mereka mencari hidup kini terancam rusak permanen.

Pertanyaannya sederhana namun menyakitkan: Untuk siapa sebenarnya tambang ini?

Rakyat Bone Bolango sadar, mereka hanya menjadi korban dari proyek ambisius yang lebih mementingkan grafik pertumbuhan ekonomi ketimbang keselamatan generasi mendatang.

Konflik antara PT Gorontalo Minerals dan warga Bone Bolango bukan sekadar perselisihan lahan. Ia adalah potret klasik pertarungan antara kapital dan kehidupan.

Di satu sisi, negara dan investor bicara soal investasi dan pertumbuhan.
Di sisi lain, rakyat berbicara tentang air, tanah, dan masa depan anak-anak mereka.

Jika suara rakyat terus dikecilkan, sejarah akan mencatat bahwa tambang ini tak pernah membawa emas bagi Bone Bolango, hanya luka, air mata, dan kemarahan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Satu suara, Kembalikan ke Rakyat, Bone Bolango Berdaulat…

Continue Reading

Gorontalo

Warisan Budaya Terabaikan, Tim Langga Gorontalo Kesulitan Dana Menuju Ajang Nasional

Published

on

Gorontalo – Tim bela diri Langga Gorontalo menghadapi tantangan serius dalam upaya mereka mewakili daerah di ajang nasional yang akan digelar di Nusa Tenggara Barat (NTB). Meskipun telah mempersiapkan diri secara matang dari segi teknik dan mental, keterbatasan anggaran menjadi hambatan utama bagi keberangkatan mereka.

Pelatih Langga Gorontalo, Akbar Putra Hadju, mengungkapkan bahwa kebutuhan dana operasional seperti biaya perjalanan, akomodasi, dan perlengkapan masih belum sepenuhnya terpenuhi.

“Kami sudah menyiapkan strategi dan mental bertanding, tapi dana operasional masih menjadi kendala utama. Di sisi lain, Gorontalo saat ini justru disibukkan hanya soal persoalan logo Half Marathon. Padahal Langga adalah ikon bela diri Gorontalo yang patut kita apresiasi dan dukung hingga ke level nasional,” ujar Akbar.

Keikutsertaan dalam iven nasional di NTB tersebut sangat penting, bukan hanya untuk pengembangan kemampuan atlet, tetapi juga sebagai ajang promosi budaya dan jati diri Gorontalo melalui seni bela diri tradisional Langga.

Sementara itu, salah satu atlet Langga Gorontalo, Rahmat Unggo, menyatakan bahwa dirinya bersama rekan-rekan telah berlatih keras demi mewakili Gorontalo. Namun, semangat tersebut harus tertahan karena belum adanya kepastian dukungan dana.

“Saya dan teman-teman di Langga Gorontalo sangat semangat untuk ikut iven di NTB. Kami sudah latihan keras dan ingin sekali menunjukkan kemampuan terbaik. Kami juga sudah memasukkan proposal ke Gubernur dan Bupati Bone Bolango, tapi sampai sekarang belum ada tanda-tanda pasti. Ini sangat memiriskan, apalagi Langga adalah warisan leluhur,” ungkap Rahmat.

Rahmat menambahkan bahwa biaya perjalanan dan akomodasi cukup tinggi, sehingga tanpa dukungan dari pemerintah atau sponsor, peluang mereka untuk tampil menjadi sangat kecil.

“Kami ingin mengharumkan nama Gorontalo dan berharap kendala biaya ini bisa segera teratasi. Kami masih menaruh harapan besar pada pemerintah dan para dermawan yang peduli akan seni bela diri dan budaya daerah,” ujarnya penuh harap.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler