Connect with us

Ruang Literasi

Filosofi Bunyi Polopalo Gorontalo

Published

on

Oleh Rahmawati Ohi, S.Pd., M.Sn

Dosen di Jurusan Seni Drama, Tari dan Musik
Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo

Seni, drama, tari dan musik atau disingkat Sendratasik merupakan sebuah ruang yang menempatkan domain kata “Musik” sebagai pintu masuk pertama dalam memahami ruang lingkup transmisi knowledgenya. Sebagai pintu pertama tentu memerlukan pemahaman mengenai apa itu musik,konsep musik dan nilai guna musik. Mengadopsi prinsip Meriam (1964) maka pemahaman tersebut dapat terdiri dari 3 tahapan klasterisasi yaitu conceptualization about music, behaviour in relation to music dan music sound itself. Tahapan conceptualization about music yang disampaikan adalah musik sebagai konsep, teori atau kognitif; tahapan behaviour in relation to music lebih mendefenisikan musik sebagai perilaku: perilaku fisik, verbal, sosial, pembelajaran dan simbolis sedangkan tahapan music sound itself adalah musik sebagai dirinya sendiri seperti desah, bunyi, nada. Merujuk pada konsep Meriam maka musik dapat didefinisilan sebagai sebuah teks dalam ruang konteks. Teks yang terletak pada music sound itself, maka esensi dasar musik yaitu bunyi merupakan dimensi diferensial yang merupakan kunci yang diperlukan untuk membuka pintu tersebut. Dalam tataran kebudayaan, Hui (2011); Hanslick (1994) menyatakan bahwa kontruksi bunyi selalu di pengaruhi oleh perilaku, faktor budaya, makna musik selalu berkaitan dengan sistem filosofi masyarakat yang terkandung dalam conceptualization abour music dan behaviour in relation to music.

Membicarakan bunyi dalam konteks kebudayaan maka terdapat sebuah alat musik tradisional yang berdasal dari Gorontalo, bernama Polopalao yang menarik untuk ditelaah dari substansi kontruksi bunyi, menejemen rupa dan nilai-nilai filosofi yang terdapat di dalamnya. Relasi bunyi nadanya bukan pentatonis atau diatonis, karena hanya terdiri dari empat bunyi nada. Konsep empat bunyi nada Polopalo menjadikan instrumen musik tersebut menjadi sebuah produk lokal jenius yang seharusnya mendapatkan ruang perhatian untuk dikaji lebih mendalam oleh masyarakat pemilik kebudayaan bukan untuk sementara dilupakan karena adanya persepsi yang keliru dalam memahami Polopalo sebagai sebuah produk kuanta yang bernilai adiluhung. Dewasa ini, transmisi mengenai Polopalo mengalami degradasi kualitas karena banyak generasi muda yang tidak tahu, tidak mengenal mengenai instrumen tersebut, bahkan ada upaya melatensikan dengan memaksa jati dirinya dengan alasan pengembangan kontruksi bunyinya pada sistem nada diatonis padahal latensi dengan pengembangan sistem bunyi nada secara nyata memberikan dampak terhadap nilai-nilai filosofi, melanggar ruang etis-emic-etic. Untuk menjernihkan dan mengupayakan konservasi maka sebuah pendekatan etno organologi akustik menjadi salah satu solusi untuk mempertahankan keberadaan dan nilai guna Polopalo bukan hanya sebagai sumber belajar di ruang sendratasik tetapi juga bagi masyarakat Gorontalo dan juga sebagai warisan lokal jenius Indonesia.

Perspektif organologi akustik mendefinisikan bahwa Polopalo merupakan alat musik yang terbuat dari bambu talilo huidu mempunyai bentuk seperti mulut buaya dimana sumber bunyinya dihasilkan dari getaran badannya.Aspek sains dalam pemilihan bambu talilo huidu sebagai bahan dasar membuat instrumen dikarenakan kadar airnya yang rendah dan alasan filosofi bambu yang merupakan tanaman mudah tumbuh, cepat beradaptasi, komunal sedangkan sudut pandang akustik bahwa Polopalo terdiri dari empat macam bunyi yaitu Motoliyongo, Modulodu’o, Mobulongo dan Moelenggengo. Konsep empat bunyi utama Polopalo merupakan hasil mimetik. Motoliyongo merupakan bunyi yang berkaitan dengan tata cara masyarakat berbicara, sifat halus dan karakteristik. Moelenggengo merupakan bunyi yang sering dipersepsikan berkaitan dengan tata cara masyarakat berbicara cepat menyerupai suara burung bunyi. Mobulongo adalah bunyi yang berhubungan dengan setiap kata yang berhubungan dengan huruf vokal O sedangkan bunyi Modulodu’o sebagai bunyi yang identik, erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat yang kuat dan mampu menghadapi segala tantangan. Proses mimesis pada bunyi Polopalo ternyata juga menarik dimana Motoliyongo merupakan memetik dari bunyi yang melengking seperti suara burung pipit yang mempunyai makna sifat jiwa besar, ingin dikenal orang, pemberani dan cerdik lincah, ditinjau dari suasana menggambarkan perasaan gembira karena awal datangnya hari. Bunyi Moduloduo yang berdetak detak sepeti burung gagak memberikan tanda tidak aman. Bunyi moduloduao berarti ingin berkuasa dan siap menantang. Bunyi mobulongo merupakan polopalo yang menggaung berarti berjiwa tenang, sederhana dan menghindari tantangan diibaratkan seperti kokok bunyi ayam jantan yang menandakan masyarakat tenang sedangkan bunyi moelengengo merupakan bunyi polopalo yang berdencing ibarat suara burung kakaktua yang bermakna hidup penuh persahabatan.

Perspektif etno memberikan sebuah ruang luas untuk didiskusikan karena transmisi knowledge mengalami prosesi yang stagnan bahkan cenderung terlupakan. Dalam Perspektif etno, Polopalo menjadi sebuah sumber kajian yang menarik karena informasi yang terkandung didalamnya merupakan sebuah ukuran pada sudut pandang pendidikan, ekologi dan sosial ekonomi terjalin dengan rapi dan berkesinambungan. Takaran pendidikan bisa dimulai dari role model sistem persepsi masyarakat yang mempunyai kemampuan dalam menginterpretasikan bunyi Polopalo yang didengar dengan konsep nyaring atau tidak nyaring, berhubungan dengan elemen frekuensi. Kemampuan interpretasi bunyi yang dimiliki oleh masyarakat merupakan sebuah rupa bagaimana potret pendidikan jaman dahulu yang merelasikan konsep obyektif-subyektif sebagai sebuah habitus dan modal dalam menjalani arena kehidupan. Data dukung lain adalah modal pengetahuan dalam membuat Polopalo merupakan sebuah gambaran bagaimana sistem pendidikan bekerja dengan baik, karena dengan modal berupa pengetahuan yang baik akan mampu menghasilkan Polopalo yang berkualitas. Sudut pandang ekologi, Polopalo yang terbuat dari bambu mengalami berbagai perubahan fungsional dalam aktivitas masyarakat dari sebuah fungsi komunikasi ketika pada abad 18, dimana bunyi dicitrakan sebagai sebuah bahasa yang menjadi alarm berupa tanda informasi dan ikon berburu. Fungsi ini tidak bisa lepas dari ruang ide, konsep yang mempunyai nilai atau motif ekonomi. Hal ini menarik karena pada abad 18, demografi dan sistem mata pencaharian masyarakat adalah peladang, petani maka ketika ada gangguan oleh binatang buas, maka bunyi polopalo bermain menggunakan konsep oposisi biner. Pentingnya memahami kontruksi sistem filosofi bunyi Polopalo akan memberikan nilai-nilai karakter kepada generasi milenial mengenai ekosistem musik dalam proses pendidikan yang bernilai sosial ekonomi sehingga budaya yang lahir dari local wisdom akan terus dapat hidup berdampingan dengan budaya baru, budaya luar bukan memaksa yang menyebabkan degradasi kualitas oleh ketidakpahaman. Konsep tak kenal maka tak sayang menjadikan pemahaman bahwa kalau kita mau menyayangi budaya lokal maka kenali dahulu seluk beluk atau ruang lingkup budaya tersebut.

Referensi
Alperson, Philip. 1994. What a Music? An Introduction to The Phylosophy of Music. Unversity Park, PA: Pensylvania State Uniersity Press.

Bay, Suwardi. 2013. Musik Tradisonal Polopalo; Sebuah catatan tulisan tangan, Tidak Terbit
Hui, Hung. 2011. One Music? Two Music? How Many Music? Etnomusicology Vocal and Instrument with FMRI. Ohio State University. Desertation.

Meriam, Alan. P. 1964. The Anthropology of Music. Evanston II. Northwestern University Press.

Ohi, Rahmawati. 2014. Peran Poloalo Dalam Aktivitas Masyarakat Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Thesis S2. Penciptaan dan Pengkajian Seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Ohi, Rahmawai 2014, fungsi bahasa pada bunyi Polopalo. Jurnal Bahasa, sastra dan Budaya Vol, Nomor 2: November 2014 Jurusan Pendidikan dan Bahasa Sastra Indonesia Universitas Negeri Gorontalo.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Rosda Karya: Bandung

Ruang Literasi

Kopi, Meditasi, dan Olahraga: Kombinasi Ampuh untuk Kesehatan Otak!

Published

on

Dr. Wendy Suzuki, profesor ilmu saraf dan psikologi di New York University, mengungkap hubungan erat antara olahraga dan kesehatan otak dalam wawancara terbarunya di kanal Youtube The Diary Of A CEO. Ia menjelaskan pentingnya menjaga brain health untuk mencapai kualitas hidup terbaik dan meningkatkan kemampuan kognitif.

Dalam pembukaannya, Dr. Wendy menegaskan, “Olahraga adalah alat paling kuat yang bisa kamu lakukan untuk melindungi otak dari penuaan dan penyakit neurodegeneratif.” Ia menyebutkan olahraga aerobik, seperti berjalan cepat dan sepak bola, sangat efektif meningkatkan fungsi hippocampus dan prefrontal cortex, yang berperan penting dalam memori dan konsentrasi.

Neuroplastisitas, konsep bahwa otak dapat berubah dan beradaptasi, menjadi bagian utama risetnya. “Otakmu bisa menjadi besar, gemuk, dan fluffy — artinya sehat dan penuh koneksi,” kata Dr. Wendy. Hal ini terbukti lewat studi pada pengemudi taksi London yang belajar ribuan rute kota dan akhirnya mengalami pertumbuhan signifikan pada bagian hippocampus mereka.

Dr. Wendy juga berbagi pengalamannya, “Ketika saya mulai berolahraga secara rutin, mood saya berubah drastis jadi lebih baik dan fungsi otak saya meningkat. Itu titik balik yang mengubah hidup saya.” Pengalaman pribadinya terinspirasi setelah menyaksikan penurunan kognitif ayahnya akibat Alzheimer.

Selain olahraga, ia menyarankan pola makan sehat ala Mediterania dan interaksi sosial yang aktif. “Saat kita memiliki sedikit teman atau kurang hubungan sosial, otak akan menyusut dan lebih rentan terhadap demensia,” ujarnya. Menjaga koneksi sosial tidak hanya membuat pasien lebih bahagia, tapi juga memperpanjang umur.

Video podcastnya juga mengupas teknik meningkatkan daya ingat seperti “Memory Palace”, dan menjelaskan cara kerja memori jangka panjang dan memori kerja di hippocampus dan prefrontal cortex. “Emosi memberi kekuatan pada memori lewat amygdala, jadi pengalaman yang emosional akan lebih mudah diingat,” tambah Dr. Wendy.

Mengenai demensia dan Alzheimer, ia menjelaskan, “Kita belum tahu penyebab pasti, namun berjalan kaki tiga kali seminggu bisa mengurangi risiko terkena demensia hingga 30%.” Jangan lupa dampak buruk kurang tidur, yang menghambat konsolidasi memori dan membersihkan racun otak, serta kecanduan media sosial yang berdampak negatif.

Tips hidup sehat lain yang ia berikan termasuk meditasi, kopi secukupnya, mandi air dingin, dan mengelola stres lewat mindfulness. Ia mengingatkan, “Setiap tetes keringat itu penting untuk membuat otakmu lebih sehat.”

Kesimpulannya, menjaga kesehatan otak bergantung pada gaya hidup aktif dan dukungan sosial yang kuat. Dr. Wendy mengajak semua orang untuk mulai berolahraga dan merawat otak demi kehidupan yang lebih produktif dan bahagia.

Continue Reading

Gorontalo

Bom Ikan di Perairan Desa Kalia: Alarm Keras untuk Selamatkan Laut Tojo Una-Una

Published

on

Penulis: Mohamad Rizki Kakilo S.Pi (Pemuda Tojo Una-Una)

Opini – Penangkapan dua pelaku bom ikan di perairan Desa Kalia, Kecamatan Talatako, pada 6 Agustus 2025 oleh Satpolairud Polres Tojo Una-Una bersama Dinas Perikanan menjadi sebuah momen penting dalam sejarah pengawasan laut di daerah ini. Aksi dramatis yang diwarnai pengejaran, tembakan peringatan, hingga penahanan saat mesin perahu pelaku rusak, bukan hanya menggambarkan keberanian aparat, tetapi juga menandai bahwa situasi laut Tojo Una-Una telah sampai pada titik kritis. Barang bukti berupa tiga botol bom ikan aktif dan peralatan selam yang diamankan menjadi bukti konkret bahwa praktik perusakan laut masih berlangsung.
Namun, di balik keberhasilan tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah penegakan hukum yang sifatnya represif saja cukup menghentikan fenomena ini? Atau justru kita membutuhkan strategi yang lebih holistik, yang mampu memutus siklus kerusakan dari akarnya?

Sejarah Panjang Bom Ikan: Luka Lama yang Belum Sembuh

Praktik destructive fishing di perairal laut Tojo Una-Una bukanlah fenomena baru. Catatan dari Balai Taman Nasional Kepulauan Togean sejak 2019 menunjukkan adanya kasus berulang penggunaan bom ikan oleh warga lokal di wilayah konservasi. Bahkan, dalam sebuah patroli di tahun tersebut, petugas berhasil mengamankan pelaku beserta alat bukti bom ikan. Tak berhenti di situ, laporan dari National Geographic Indonesia pernah mengungkap praktik penangkapan ikan menggunakan kompresor di Reef Tangkubi, Desa Patoyan, yang juga berada di kawasan Togean. Fakta ini membuktikan bahwa Tojo Una-Una selama bertahun-tahun telah menjadi arena praktik penangkapan ikan ilegal dengan berbagai modus, dan setiap kali ada penindakan, pelaku baru seolah terus bermunculan. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalahnya bukan hanya soal lemahnya patroli, tetapi juga minimnya alternatif ekonomi bagi nelayan, rendahnya kesadaran ekologi, dan lemahnya sinergi antarinstansi.

Dari Represif Menuju Preventif: Jalan Menuju Laut yang Berkelanjutan

Penangkapan pada 6 Agustus 2025 yang lalu memang patut diapresiasi, tetapi momentum ini harus dimanfaatkan untuk melakukan reformasi kebijakan yang lebih menyentuh akar masalah. Beberapa langkah kunci yang bisa menjadi pijakan ke depan antara lain:

1. Penguatan patroli berbasis teknologi — Penggunaan drone, sensor laut, atau sistem pemantauan real-time yang dapat mendeteksi aktivitas mencurigakan sebelum kerusakan terjadi. Model ini telah diadopsi di beberapa negara kepulauan dan terbukti efektif .
2. Edukasi dan pemberdayaan masyarakat pesisir — Mengubah pendekatan dari persuasif menjadi partisipatif, di mana nelayan menjadi bagian dari pengawasan dan pelestarian. Kesadaran bahwa bom ikan merusak terumbu karang dan memutus rantai ekosistem akan memperkuat komitmen lokal.
3. Penciptaan alternatif ekonomi — Ekowisata selam, snorkeling, budidaya laut berkelanjutan, atau pembentukan Marine Protected Area Center bisa menjadi sumber pendapatan yang ramah lingkungan.
4. Penegakan hukum berorientasi pemulihan — Restorative justice yang tidak hanya menghukum, tetapi juga mengedukasi pelaku untuk menjadi agen perubahan di komunitasnya.

Dari Krisis ke Kesempatan

Kasus bom ikan di Desa Kalia adalah alarm keras sekaligus peluang emas. Alarm, karena menunjukkan bahwa ancaman terhadap ekosistem laut Tojo Una-Una masih nyata. Peluang, karena memberikan momen kebangkitan aparat dan publik untuk melakukan transformasi pengelolaan laut.

Sejarah panjang kerusakan laut di kawasan laut Tojo Un-Una mengajarkan bahwa solusi tidak bisa berhenti pada patroli dan penangkapan. Dibutuhkan kebijakan yang memadukan penegakan hukum, teknologi pengawasan, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi. Laut Tojo Una-Una bisa diselamatkan, tetapi hanya jika aparat dan masyarakat berjalan di jalur yang sama—bukan sebagai musuh, melainkan sebagai mitra menjaga masa depan biru yang lestari.

Continue Reading

Gorontalo

Wakil Gubernur Gorontalo Buka Gelar Budaya Nusantara dan Lomba Puisi, Apresiasi FKPT Gorontalo Dorong Generasi Muda Cinta Damai

Published

on

Gorontalo – Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Gorontalo menggelar Gelar Budaya Nusantara dan Lomba Puisi tingkat SMP dan SMA bertema Sudara (Suara Damai Nusantara) di Gorontalo, Selasa (12/8/2025). Kegiatan ini menjadi wadah bagi generasi muda untuk mengekspresikan pesan damai, toleransi, dan cinta tanah air melalui seni budaya dan karya sastra.

Acara dibuka secara resmi oleh Wakil Gubernur Provinsi Gorontalo, Dra. Hj. Idah Syaidah Rusli Habibie, M.H., setelah sebelumnya diawali dengan pengantar dari Ketua FKPT Gorontalo, Dr. Funco Tanipu, ST., M.A., serta sambutan Direktur Pencegahan BNPT RI, Prof. Dr. Irfan Idris, MA.

Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Idah Syaidah mengatakan bahwa terorisme merupakan ancaman yang dapat muncul di berbagai tempat dan tidak memandang usia.

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Ini adalah salah satu upaya pencegahan terorisme melalui sastra dan budaya, dengan melibatkan anak-anak bangsa untuk mencintai kearifan lokal, seni, dan budaya sebagai tameng dari pengaruh radikalisme dan terorisme,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Idah Syaidah memotivasi seluruh peserta lomba untuk terus menumbuhkan semangat nasionalisme demi memperkokoh persatuan bangsa.

Sebelumnya, Ketua FKPT Gorontalo, Dr. Funco Tanipu, menegaskan pentingnya ruang kreatif bagi pelajar untuk menyampaikan pesan damai.

“Puisi dan budaya adalah senjata tanpa kekerasan. Melalui kata-kata dan seni, kita membentuk generasi yang cinta damai, toleran, dan memiliki jiwa kebangsaan,” ujarnya.

Direktur Pencegahan BNPT RI, Prof. Irfan Idris, dalam sambutannya menambahkan bahwa pencegahan terorisme tidak cukup dilakukan melalui penegakan hukum saja.

“Kegiatan seperti ini adalah bentuk nyata pencegahan yang efektif. Kita membangun kesadaran dan ketahanan melalui seni, budaya, dan literasi,” katanya.

Kegiatan ini dihadiri sejumlah stakeholder Goromtalo antara lain AKBP Nugraha Chandra Lintang selaku Kasatgaswil Gorontalo Densus 88 AT Polri, Wakil Kepala Badan Intelijen Daerah Gorontalo Kolonel Ivans Romel, Kabid Kanwil Kemenag Fitri Humokor, perwakilan Polda dan Korem Gorontalo, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), serta para dewan juri yaitu Prof. Sayama Malabar (Guru Besar UNG), Neliana Puspita Sari, M.Psi (Psikolog), dan Dr. I Wayan Sudana (FKUB).

Proses seleksi SUDARA 2025 dilaksanakan secara bertahap dan pada puncaknya menghasilkan 27 pelajar yang terdiri dari 15 peserta SMA dan 12 peserta SMP. Tingkat SMA diwakili MAN 1 Kota Gorontalo, SMA 1 Telaga, SMA 1 Limboto, SMA 3 Gorontalo Utara, dan SMK Gotong Royong Telaga. Tingkat SMP diwakili SMP Kristen Maesa, SMP 1 Lemito, SMP 5 Kota, SMP 7 Kota, SMP 6 Kota, dan SMP 12 Kota.

Suasana acara semakin meriah saat pengumuman para pemenang. Di kategori SMP untuk lomba membaca puisi, Asila Usman dari SMP Negeri 6 Gorontalo tampil sebagai juara pertama dengan pembacaan yang menyentuh hati. Rekan sekolahnya, Rahman Alfarisi Baridu, berhasil meraih posisi kedua dengan penampilan yang penuh penghayatan, sementara posisi ketiga diraih Putri Aisyarani Paputungan dari SMP Negeri 7 Gorontalo yang memukau dewan juri dengan teknik vokal dan ekspresi yang kuat.

Di kategori SMA untuk lomba gelar budaya, Tiara Nur Utari Dai dari SMA Negeri 3 Gorontalo Utara memikat penonton sekaligus juri dan berhak membawa pulang gelar juara pertama. Di belakangnya, Moh. Abd. Virgiyawan Arnold dari SMA Negeri 1 Limboto tampil mengesankan dan menempati posisi kedua, disusul rekan satu sekolahnya, Wahyu Putra Kurniawan, yang meraih juara ketiga dengan penampilan yang tak kalah memukau.

Acara berlangsung penuh semangat dan menjadi bukti bahwa melalui seni dan sastra, generasi muda mampu menyuarakan pesan perdamaian yang tulus dan membangun.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler