Connect with us

News

Gempa 5,9 Richter Guncang Taiwan

Published

on

Sumber foto : Shutterstock

Gempa berkekuatan 5,9 pada skala Richter mengguncang Taiwan, Kamis (8/8), kata Survei Geologi Amerika.

Gempa itu mengguncang lalu lintas dan mengakibatkan putusnya listrik di berbagai tempat. Seperti dilansir kantor berita AFP, Belum ada laporan tentang korban tewas atau cedera.

Gempa terjadi pada pukul 5.28 pagi waktu setempat dan pusat gempa terletak 10 km di bawah permukaan tanah di Kabupaten Yilan di timur laut Taiwan.

Kantor cuaca Taiwan menyebut gempa itu berkekuatan 6 skala Richter, dan membuat gedung-gedung tinggi bergoyang.

Gempa itu dirasakan di seluruh Taiwan dan lebih dari 1.300 rumah di kawasan Ibu Kota Taipei gelap karena listrik padam.

Bulan April lalu gempa berkekuatan 6,1 skala Richter mencederai 17 orang. Gempa terburuk di pulau itu terjadi pada 1999, yang menewaskan sekitar 2.400 orang. [ii/pp]

(Sumber : www.voaindonesia.com)

Gorontalo

Aktivis Lingkungan Tolak Revisi Palsu UU Kehutanan: “Jangan Jadikan Bioenergi Kedok Perampasan

Published

on

Pohuwato – Rencana revisi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (RUUK) harus dijadikan momentum untuk melakukan perubahan paradigma secara menyeluruh dalam tata kelola hutan Indonesia. Seruan tersebut mengemuka dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan secara daring oleh Forest Watch Indonesia (FWI), yang turut melibatkan organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan anggota DPR RI.

Dalam forum itu, Anggi Putra Prayoga, Juru Kampanye FWI, menegaskan bahwa paradigma lama yang memposisikan hutan sebagai milik negara secara sepihak—warisan dari era kolonial—telah usang dan terbukti gagal menjawab krisis ekologi dan konflik agraria yang terus berlangsung.

“UU Kehutanan perlu direvisi total. Dengan rata-rata kerusakan hutan mencapai 689 ribu hektare per tahun, kita tidak bisa terus bertahan dengan kerangka hukum yang mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan lokal,” tegas Anggi.

FWI menekankan tiga poin krusial dalam revisi RUUK:

  1. Mengakhiri dominasi negara atas kawasan hutan, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 45/PUU-IX/2011, yang mensyaratkan penunjukan, tata batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan harus melibatkan masyarakat.

  2. Menolak kamuflase pembangunan berkelanjutan, seperti proyek food estate dan bioenergi, yang justru menjadi instrumen perampasan ruang hidup masyarakat lokal.

  3. Mengakomodasi putusan-putusan MK yang menjamin pengakuan dan perlindungan terhadap hak masyarakat adat sebagai subjek hukum yang sah.

Dukungan terhadap agenda revisi juga datang dari Riyono, Anggota DPR RI Fraksi PKS, yang menyebut revisi ini sebagai bentuk tanggung jawab konstitusional negara terhadap masyarakat adat.

“Ini bukan hanya mandat hukum, tapi juga mandat moral untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat atas ruang hidup mereka,” tegas Riyono.

Perwakilan masyarakat sipil dari berbagai daerah turut menyampaikan realitas ketimpangan di lapangan. Raden dari WALHI Kalimantan Selatan menyoroti nasib masyarakat adat Meratus yang terus terpinggirkan oleh ekspansi industri.

Syukri dari Link-Ar Borneo menilai proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya menjadi kedok untuk perluasan perkebunan monokultur. Sementara itu, Darwis dari Green of Borneo memperingatkan bahwa tanpa prinsip PADIATAPA (Pengakuan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak) serta jaminan perlindungan sosial, revisi UU justru bisa memperluas konflik dan kriminalisasi warga di Kalimantan Utara.

“Jika RUUK tak berpihak pada rakyat dan ekosistem, yang lahir bukan solusi, tapi legalisasi krisis,” tegas Afifuddin dari WALHI Aceh.

Sejumlah aktivis juga mengingatkan bahaya penyalahgunaan narasi transisi energi hijau. Oscar Anugrah dari WALHI Jambi menyebut bahwa proyek-proyek energi terbarukan tak boleh menjadi dalih baru dalam menggusur masyarakat dari ruang hidupnya.

Defri Setiawan dari WALHI Gorontalo mengungkap bahwa investasi bioenergi di Gorontalo telah meminggirkan masyarakat lokal dari lahan-lahan yang mereka kelola secara turun-temurun.

Hal senada disampaikan Zul dari KORA Maluku, yang menyuarakan kondisi masyarakat adat di pulau-pulau kecil seperti Buru yang kerap diabaikan dalam perencanaan program nasional.

“Masyarakat adat tidak boleh hanya diajak berpartisipasi. Mereka adalah pemilik sah hutan yang telah mereka jaga secara turun-temurun,” tegas Zul.

Dari kalangan akademisi, Dr. Andi Chairil Ichsan dari Universitas Mataram menegaskan pentingnya pengelolaan hutan yang adil, tidak lagi dimonopoli negara, dan berpihak pada keadilan ekologi dan sosial.

Dessy Eko Prayitno dari Universitas Indonesia menambahkan bahwa prinsip transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas harus menjadi roh UU Kehutanan yang baru. Hal ini harus terlihat mulai dari proses pengukuhan kawasan hutan, pengawasan, hingga penegakan hukum.

Revisi UU Kehutanan menjadi momentum penting untuk mengembalikan fungsi hutan tidak hanya sebagai sumber ekonomi, tetapi juga sebagai ruang hidup dan warisan ekologis yang dikelola secara adil oleh negara bersama masyarakat.

Continue Reading

Gorontalo

Pungli di Balik Skripsi? UNIPO Didesak Bersih-Bersih Pejabat Kampus

Published

on

Pohuwato – Dunia akademik Universitas Pohuwato (UNIPO) tengah diguncang isu tak sedap. Dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang menyeret dua pejabat fakultas kembali mencuat ke publik, setelah sebuah unggahan viral dari akun Facebook Lintas Peristiwa pada Kamis (26/06/2025) menandai langsung nama kampus tersebut.

Dalam unggahan itu, dua pejabat kampus yang merupakan pasangan suami istri—masing-masing menjabat sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)—dituding terlibat dalam praktik pungli dalam proses akademik mahasiswa, mulai dari proposal hingga skripsi.

Sejumlah mahasiswa dari kedua fakultas mengaku, mereka dimintai biaya di berbagai tahapan akademik. Tak hanya itu, mereka menyebut adanya tekanan berupa ancaman nilai gagal jika tidak memenuhi permintaan tertentu dari oknum dosen. Bahkan, muncul pula dugaan praktik joki akademik yang dianggap mencederai nilai-nilai keilmuan.

“Kami dipungut biaya saat proposal, skripsi, hingga revisi. Bahkan ada permintaan pribadi yang harus dipenuhi. Kalau tidak, kami diancam dapat nilai E atau error,” ungkap salah satu mahasiswa semester akhir, yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Beberapa mahasiswa mengaku telah menyimpan bukti berupa rekaman suara dan video, dan menyatakan siap menyerahkannya jika ada penyelidikan resmi dari pihak eksternal.

Menanggapi isu tersebut, RD, Dekan FKIP UNIPO, membantah keras semua tudingan. Ia menegaskan bahwa tidak pernah ada permintaan pungutan liar kepada mahasiswa, dan semua kebijakan yang ia jalankan selalu merujuk pada aturan akademik kampus.

“Kalau soal proposal dan skripsi, itu sepenuhnya tanggung jawab mahasiswa. Saya selalu siap membimbing jika diminta. Tidak pernah ada paksaan, apalagi permintaan uang,” jelas RD kepada media, Jumat (27/06/2025).

Hal senada disampaikan oleh U, Dekan FISIP UNIPO. Ia menyebut tudingan yang diarahkan kepadanya tidak berdasar.

“Tidak pernah ada tekanan, apalagi jual beli nilai. Saya selalu terbuka membantu mahasiswa, dan semua proses akademik dilakukan transparan,” tegasnya.

Dugaan pungli ini menimbulkan keresahan luas di kalangan sivitas akademika. Banyak pihak mendorong agar Yayasan UNIPO, Pembina Yayasan, serta LLDikti Wilayah XVI Gorontalo segera turun tangan melakukan audit menyeluruh dan evaluasi total terhadap tata kelola kampus.

Desakan ini muncul bukan hanya untuk menindak pelanggaran, melainkan juga untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan tinggi di Pohuwato.

“Kampus adalah tempat menumbuhkan ilmu, bukan tempat menumbuhkan transaksi. Bila ada oknum yang mencemari integritas akademik, maka harus segera dibersihkan hingga ke akar-akarnya,” ungkap salah satu aktivis mahasiswa.

Hingga berita ini diturunkan, pihak rektorat Universitas Pohuwato belum memberikan klarifikasi resmi. Redaksi Barakati.id tetap membuka ruang hak jawab kepada semua pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

Continue Reading

Gorontalo

Dunia Akademik Tercoreng, UNIPO Disorot Terkait Dugaan Pungli Proposal dan Skripsi

Published

on

Pohuwato – Dunia akademik kembali diguncang isu serius. Dugaan praktik pungutan liar (pungli) mencuat di lingkungan Universitas Pohuwato (UNIPO) setelah sebuah unggahan di akun media sosial Facebook “Lintas Peristiwa” menandai langsung pihak kampus dan menyuarakan keresahan mahasiswa.

Unggahan tersebut menyebut keterlibatan dua oknum pejabat kampus yang diduga merupakan pasangan suami-istri dan menjabat sebagai dekan di dua fakultas berbeda, yakni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Sospol) serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

Sejumlah mahasiswa dari kedua fakultas tersebut yang ditemui secara terpisah menyatakan bahwa mereka menjadi korban pungutan yang tidak memiliki dasar regulasi resmi. Karena alasan keamanan, identitas mahasiswa sengaja tidak dipublikasikan.

“Kami dipungut biaya dalam hampir setiap tahapan akademik, mulai dari pembuatan proposal, skripsi, hingga proses revisi. Bahkan ada permintaan pribadi dari oknum dosen. Jika tidak dipenuhi, ancamannya kami diberi nilai E,” ujar salah satu mahasiswa semester akhir.

Beberapa mahasiswa mengklaim telah mengantongi rekaman suara dan video yang bisa dijadikan alat bukti autentik, dan menyatakan kesiapan untuk menyerahkannya apabila ada proses penyelidikan resmi dari pihak eksternal.

Dugaan praktik pungli yang disebut berlangsung secara sistemik ini menciptakan gelombang kekecewaan yang mendalam. Para mahasiswa menilai bahwa kampus yang seharusnya menjadi ruang tumbuhnya nilai-nilai keilmuan dan integritas justru ternodai oleh arogansi kekuasaan dan penyalahgunaan jabatan.

Desakan mulai berdatangan dari berbagai pihak. Yayasan UNIPO, Pembina Yayasan, serta Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah XVI Gorontalo didesak untuk melakukan audit investigatif serta evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola UNIPO, terutama terkait etika akademik dan manajemen internal.

“Jika dugaan ini terbukti, maka sanksi tegas tanpa kompromi harus diberikan. Ini bukan sekadar soal pelanggaran administratif, tetapi pelanggaran terhadap kepercayaan publik dan nilai luhur dunia pendidikan,” ujar seorang pegiat pendidikan di Gorontalo.

Langkah transparan dan akuntabel menjadi syarat mutlak untuk memulihkan citra UNIPO. Mahasiswa sebagai entitas utama dalam sistem pendidikan tidak boleh terus-menerus menjadi korban dari praktik menyimpang yang merusak proses akademik dan masa depan mereka.

Kampus bukan ladang pungli. Kampus adalah tempat membentuk masa depan bangsa. Jika ada racun di dalamnya, maka harus dibersihkan sampai ke akar.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya mendapatkan konfirmasi resmi dari pihak UNIPO. Hak jawab tetap terbuka bagi seluruh pihak terkait demi menjaga prinsip keberimbangan pemberitaan.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler