Connect with us

News

Jumlah Pasien Sembuh Corona di Gorontalo Bertambah 13 Orang

Published

on

GORONTALO-Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi Gorontalo kembali menerima hasil pemeriksaan 221 spesimen. 217 dari jumlah spesimen tersebut diperiksa di Balai POM Gorontalo, 3 di Prodia Gorontalo, dan Rumah Sakit Aloei Saboe (RSAS) 1 spesimen.

“Dari hasil pemeriksaan tersebut ada sebanyak 212 spesimen negatif, 13 pasien sembuh, dan sisanya 9 positif. Dan yang positif ini 2 pasien lama dan 7 pasien baru,” terang Juru Bicara Tim Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Gorontalo, Triyanto S. Bialangi, Sabtu (20/6).

“Pasien baru itu terdiri dari Kota Gorontalo 2 orang, Kabupaten Gorontalo 4 orang, dan Bone Bolango 1 orang,” kata Triyanto.

Berikut identitas serta alamat para pasien sembuh.

Pasien 136 SKH, Laki-laki, 51 tahun, pasien hasil swab keempat dan kelima hasilnya negatif, pasien dirawat selama 12 hari.

Pasien sembuh berikutnya 149 THS laki-laki usia 50 tahun dimana hasil swab kedua dan ketiga negatif.

Selanjutnya pasien 151 MADP laki-laki pasien menjalani perawatan selama 9 hari. Pasien 152 ILO Laki-laki 40 tahun Swab kedua dan ketiga hasil PCRnya negatif.

Pasien 153 RZB laki-laki usia 20 tahun. Pasien 158 SDK Perempuan 39 tahun, dimana hasil Swab kedua dan ketiga pasien ini PCRnya negatif, pasien dirawat selama 9 hari.

Pasien 161 SOS Perempuan 32 tahun PCR ketiga dan keempat hasilnya negatif.

Pasien 170 YFP Laki-laki 48 tahun. Dan Pasien 171 SAP Perempuan 28 tahun. Swab kedua dan ketiga negatif. Kedua pasien ini dirawat selama 8 hari.

Sementara itu Pasien 176 ERB Laki-laki 26 tahun. Dan Pasien 178 NFM Laki-laki usia 25 tahun dimana hasil Swab kedua dan ketiga PCRnya negatif kedua pasien ini dirawat 8 hari.

Pasien 182 ELP Perempuan 40 tahun. Pasien 183 MSA Perempuan 27 tahun Swab kedua dan ketiga PCRnya negatif dan dirawat selama 8 hari.

Sementara itu pasien baru yang terkonfirmasi positif. Pasien 221 VRM perempuan, 22 tahun. Desa Dulango, Dungaliyo, Kabupaten Gorontalo. Pasien masuk RSAS sejak 19 Juni 2020 dengan keluhan hamil dan operasi sesar. Sesak napas, sakit punggung setelah di rapid tes hasilnya reaktif. keadaan umum ibu dan anak dalam keadaan baik.

Pasien 222 AAC laki-laki, 33 tahun. Kelurahan Liluwo, Kota Tengah, Kota Gorontalo. Hasil Swab positif dan kondisi pasien dengan keadaan umum baik persiapan rujukan ke karantina pemda.

Pasien 223 PSDL perempuan, 29 tahun, Desa Pantungo, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo. Dimana hasil Swab positif, kondisi pasien dengan keadaan umum baik dan sudah dirujuk ke RS Ainun Habibie.

Pasien 224 FGA L aki-laki 29 tahun. Hasil swab positif dengan Keadaan umum baik pasien Sementara dirawat di RS Ainun Habibie.

Pasien 225 SMF perempuan 32 tahun. Desa Ayula Selatan, Kecamatan Bulango Selatan, kabupaten Bone Bolango. Pasien merupakan tenaga kesehatan hasil tracking kontak dari pasien 190, IWM. Persiapan rujukan ke RS Toto, Kabila.

Pasien 226 RWD perempuan, 27 tahun. Merupakan tenaga kesehatan. Tracking kontak pasien 190 IWM.

Pasien 227 NRS laki-laki 35 tahun. Kelurahan Hepuhulawa, Kabupaten Gorontalo. Masuk RS Ainun, pada 18 Juni 2020 dengan keluhan panas batuk dan sesak napas.

News

SUSNO & USMAN : PENANGKAPAN RIBUAN DEMONSTRAN DINILAI MELANGGAR HUKUM

Published

on

Jakarta – Penangkapan massal ribuan peserta aksi demonstrasi yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia beberapa waktu terakhir menjadi sorotan tajam dari berbagai pihak. Mantan Kepala Bareskrim Polri, Susno Duadji, dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menegaskan bahwa banyak dari penangkapan tersebut tidak berjalan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Seperti dikutip dari sesi wawancara mereka di Kompas Tv, Menurut Susno Duadji, “Hukum acara kita kalau dia tidak tertangkap tangan harus diawali dari penyelidikan. Nah, setelah terkumpul minimal dua alat bukti baru dijadikan tersangka. Ya.” Namun, dalam praktiknya, banyak penangkapan secara paksa terjadi tanpa surat perintah atau penjelasan yang memadai, bahkan ada yang dilakukan secara mendadak dini hari. Hal ini menimbulkan keresahan dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.

Usman Hamid menambahkan bahwa “Mengajak unjuk rasa, termasuk terhadap anak itu dibolehkan. Ingat waktu 2019 ada perdebatan ketika anak-anak SMA turun ke jalan. Pemerintah dan jajaran kepolisian melarang. Tiba-tiba muncul pernyataan pers dari kantor PBB yang menegur pemerintah Indonesia mengatakan bahwa anak-anak pun berhak untuk berunjuk rasa. Justru negara wajib melindungi mereka.” Tuduhan penghasutan terhadap aktivis yang mengorganisasi demonstrasi tidak selalu berdasar, terutama bila ajakan tersebut tidak mengandung unsur kekerasan.

Kedua tokoh ini juga menyoroti bahwa tindakan represif terhadap demonstran justru dapat memperburuk situasi dan mengurangi kepercayaan terhadap institusi penegak hukum. Mereka mengajak pemerintah dan kepolisian untuk membentuk “tim gabungan pencari fakta… tim gabungan investigasi independen. Ada unsur kepolisian, ada unsur masyarakatnya, ada unsur tokoh-tokoh yang punya integritas, punya keahlian… sehingga kita sama-sama bisa mengetahui apa sih sebenarnya yang sesungguhnya terjadi.”

Data dari Amnesty International mencatat bahwa selama gelombang aksi demonstrasi, lebih dari 3.000 orang ditangkap di berbagai daerah dengan jumlah terbanyak di Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Namun, banyak penangkapan yang dianggap tidak sesuai prosedur, seperti tidak adanya surat perintah penangkapan, intimidasi saat penangkapan, serta kurangnya akses hukum bagi para tahanan.

Susno dan Usman juga menegaskan pentingnya menghormati hak konstitusional masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dengan damai, serta menuntut penyelesaian akar masalah sosial yang memicu demonstrasi, seperti ketidakadilan sosial dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, serta Kritik terhadap institusi kepolisian dan pemerintah juga disuarakan agar segera melakukan evaluasi dan perbaikan prosedur agar tindakan hukum berjalan adil dan tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut bagi demokrasi dan keamanan negara.

Continue Reading

News

Hotman Paris Tantang Presiden Prabowo: Buktikan Nadiem Tak Terima Selembar Rupiah Pun!

Published

on

Jakarta – Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea secara tegas membantah tuduhan bahwa kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, menerima uang satu sen pun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook di Kemendikbudristek. Hotman Paris bahkan meminta Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk turun tangan secara langsung dalam kasus ini.

Dalam pernyataannya, Hotman Paris menyampaikan permohonan kepada Presiden Prabowo untuk memanggil Kejaksaan dan dirinya sebagai kuasa hukum Nadiem untuk menggelar perkara secara terbuka di Istana Presiden. Ia yakin dapat membuktikan bahwa Nadiem tidak melakukan tindak pidana korupsi hanya dalam waktu 10 menit.

“Tolong gelar perkaranya di Istana, saya akan buktikan: satu, Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Dua, tidak ada mark-up harga dalam pengadaan laptop. Tiga, tidak ada pihak yang diperkaya,” tegas Hotman Paris.

Hotman juga menegaskan bahwa dalam proses pengadaan laptop tersebut, tidak terdapat praktik mark-up harga, dan tidak ada pihak yang diuntungkan atau diperkaya dari pengadaan senilai Rp 9,3 triliun itu. Hotman menambahkan bahwa proyek tersebut menggunakan harga resmi e-catalog yang dikelola pemerintah sehingga tidak ada indikasi penggelembungan.

“Saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo yang pernah menjadi klien saya selama 25 tahun,” kata Hotman Paris yang juga mempertanyakan alasan penahanan terhadap Nadiem.

Kasus ini tengah dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung yang menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka sejak 4 September 2025. Hotman Paris berpendapat bahwa kasus kliennya mirip dengan kasus mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong yang pernah divonis meskipun tidak menerima dana korupsi.

Hotman Paris menutup pernyataannya dengan mengingatkan hubungan panjangnya selama 25 tahun sebagai pengacara Presiden Prabowo dan mengharapkan agar keadilan ditegakkan secara transparan dan adil bagi Nadiem Makarim.

Continue Reading

Kesehatan

Ingatan Hilang, Aktor Bruce Willis Jalani Perawatan Secara Terpisah Bersama Keluarga

Published

on

Aktor legendaris Hollywood, Bruce Willis, kini tinggal di sebuah rumah satu lantai yang telah disesuaikan untuk kebutuhan medisnya. Keputusan ini diambil oleh istrinya, Emma Heming Willis, setelah kondisi kesehatan sang aktor memburuk akibat frontotemporal dementia (FTD) yang didiagnosis pada Februari 2023.

Emma menegaskan bahwa meski fisik suaminya masih “sangat sehat dan mobile”, kemampuan bahasa serta daya ingat Willis mengalami penurunan drastis. Willis, yang awalnya diumumkan menderita afasia pada 2022, kini kesulitan berbicara dan berkomunikasi. Namun, keluarganya tetap menemukan cara untuk berkomunikasi dengannya, termasuk melalui bahasa tubuh, senyuman, hingga tawa khas yang kadang muncul sekejap.

Keputusan memindahkan sang aktor ke rumah khusus bukan tanpa alasan. Emma menjelaskan, hal ini dilakukan demi menjaga stabilitas kehidupan dua putri mereka, Mabel (13) dan Evelyn (11). Meski Bruce berada di tempat terpisah dengan tim perawatan medis 24 jam, Emma tetap rutin membawa kedua putrinya untuk makan bersama ayah mereka di pagi dan malam hari. “Kami masih menikmati momen sederhana, seperti menonton film dan tertawa bersama,” ujar Emma.

Dalam wawancara eksklusif bersama Diane Sawyer di ABC News, Emma mengaku bahwa awalnya ia merasa sangat terisolasi dan sendirian setelah mendengar diagnosa suaminya. Ia bahkan sempat menutup diri dari dunia luar, hingga akhirnya menyadari bahwa dirinya juga membutuhkan dukungan. Dukungan itu datang dari keluarga besar, termasuk Demi Moore—mantan istri Bruce—yang juga menyerukan pentingnya kesadaran publik mengenai FTD.

Selain berperan sebagai pengasuh utama, Emma kini menulis buku berjudul The Unexpected Journey: Finding Strength, Hope and Yourself on the Caregiving Path, yang akan terbit pada 9 September 2025. Buku ini berisi pengalaman pribadinya merawat Bruce sekaligus panduan bagi keluarga lain yang menghadapi situasi serupa.

Meski FTD belum memiliki obat, keluarga Willis berharap perhatian media terhadap kondisi Bruce bisa mendorong riset lebih lanjut dan meningkatkan kesadaran publik. “Momen-momen kecil seperti tawa atau kilau mata Bruce adalah hadiah berharga bagi kami,” tutup Emma.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler