Connect with us

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Menimbang Pergub PSBB Gorontalo.

Published

on

Oleh : Yakop A.R. Mahmud, S.H., M.H (Covid-19 Crisis Center UNG)

Akhirnya Peraturan Gubernur Gorontalo Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Penanganan Corona Virus Disease 2019 (covid-19) di Wilayah Provinsi Gorontalo  (Pergub PSBB)  yang ditandatangani oleh Gubernur pada tanggal 4 Mei 2020. Pergub yang berisi 33 pasal tersebut sekaligus mengakhiri diskusi panjang mengenai pro dan kontra pemberlakuan PSBB di Provinsi Gorontalo, hal itu berarti bahwa semua elemen baik masyarakat, Aparatur Sipil Negara, TNI dan Polri harus bahu membahu memutus rantai penyebaran cocvid-19 ini.

Pergub ini menjadi instrument hukum sekaligus intrumen pengendali tata laksana yang pemberlakuannya selama 14 hari sejak tanggal 4 Mei 2020 sampai dengan 17 Mei 2020 di Provinsi Gorontalo. Menurut Utrech “Hukum adalah himpunan petunjuk hidup yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh aggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena pelanggaran terhadap petunjuk hidup itu dapat menimbulkan tindakan dari pemerintah masyarakat. Hukum secara Materil  memiliki dua arti penting yakni Kekuasaan (authority) dan kekuatan (power) dari pengertian tersebut kita dapat memahami bahwa tindakan pemerintah akan diwarnai dengan sifat “memaksa” kepada masyarakat sehingga perlu dihadirkan hukum untuk dapat memayungi tindakan tersebut.

Bagaimana sifat memaksa itu hadir? Tentu dengan adanya sanksi yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat atas pelanggaran norma tersebut. Seksama kita membaca Pergub  PSBB ini, terdapat banyak pembatasan yang diatur sebagaimana diatur, misalnya pada Pasal 5 ayat (4) Pergub a quo, pembatasan mulai dilakukan terhadap: a). pembatasan pelaksanaan pembelajaran di sekolah dan/atau institutsi pendidikan lainnya, b). pembatasan kegiatan bekerja di tempat kerja, c). pembatasan kegiatan keagamaan dirumah ibadah, d). pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, e). pembatasan kegiatan sosial dan budaya dan f). pembatasan kegiatan pergerakan orang  dan atau barang menggunakan moda transportasi di wilayah Provinsi. Atas konsekswensi pembatasan tersebut terdapat perintah mulai dari kewajiban memakai masker, sarung tangan, menjaga jarak, pengaturan jumlah penumpang kendaraan bermotor, isolasi mandiri, dan lain lain.  Bahkan dalam pergub PSBB ini juga diatur mengenai pembatasan waktu bagi penduduk di tempat umum mulai pukul 06.00 wita s/d 17.00 wita. Tentu dengan berbagai macam kewajiban tersebut berkonsekwensi logis  kepada sanksi yang akan diberikan, karena sanksi merupakan bagian penting dalam peraturan perundang-undangan, maksudnya agar segala ketentuan dan kewajiban yang telah dirumuskan dapat dilaksanakan secara tertib dan tidak dilanggar oleh masyarakat.

Mari kita lihat sanksi dari Pergub PSBB ini? Dalam Pergub PSBB Provinsi Gorontalo pengaturan sanksi akan kita temukan di Pasal 32 yang menyebutkan “Pelanggaran atas pelaksanaan PSBB dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan” Hal ini mengingatkan kita pada Pergub DKI Jakarta No. 33 tahun 2020 dan Perwako Pekanbaru No. 74 tahun 2020. Dimana kedua daerah itu nyaris menggunakan frasa yang sama dengan Gorontalo, atau dengan kata lain tidak secara tegas mengatur sanksi atas pelanggaran PSBB didaerah tersebut. Hasilnya DKI Jakarta telah menetapkan 20 orang tersangka, sedangkan Kota Pekanbaru telah memeja-hijaukan 16 Orang atas pelanggaran PSBB. Apakah Gorontalo akan menyusul ??? kita lihat saja nanti.

Penetapan Tersangka atau pemberian sanksi pidana di kedua kota tersebut tidak lepas dari tidak tegasnya Pergub/Perwako PSBB mengatur mengenai penjatuhan sanksi. Lihat saja hampir semua pelanggar PSBB dikota tersebut didakwa dengan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan Jontho Pasal Pasal 216 ayat (1) KUHP Jontho Pasal 218 KUHP. Penulis berpendapat delik-delik formal diatas lebih mudah dibuktikan oleh Aparat Penegak Hukum.

Disisi lain Kota Surabaya yang telah menetapkan Perwako No. 16 tahun 2020 sejak tanggal 24 April 2020 mengatur lebih rinci pemberian sanksi, yakni menjatuhkan sanksi Adminsistratif terlebih dahulu kepada para pelanggar PSBB sebagaimana Pasal 29 ayat (3) Perwako a quo, sanksi administratif yang diberikan berupa : a). teguran lisan, b). teguran tertulis, c). tindakan pemerintahan yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan/atau pemulihan; dan/atau  d). pencabutan izin sesuai dengan kewenangannya. Sanksi-sanksi tersebut secara tegas disebutkan untuk mengantisipasi masyarakat sehingga tidak langsung diseret ke ranah pidana. Selain itu Pengaturan sanksi administrastif yang lebih tegas seperti itu maka pemerintah terlihat lebih mengedepankan pendekatan persuasif dibanding refresif dan hasilnya sampai dengan saat ini, PSBB Kota Surabaya belum “memakan tumbal” sanksi pidana bagi masyarakatnya.

Pergub PSBB Gorontalo sudah ditetapkan Law enforcemen wajib dilaksanakan oleh semua elemen daerah. Pada prinsipnya  law enforcemen  dalam pelaksanaan PSBB sangat penting guna memaksa seluruh steakholder dan masyarakat untuk taat terhadap aturan tersebut. Namun demikian Pemerintah dalam hal ini aparat yang bertugas dilapangan wajib mengedepankan Asas ultimum remedimum yang berarti penerapan sanksi pidana merupakan sanksi pamungkas (terakhir) dalam penegakan hukum, hal ini telah sejalan dengan konsep pemidanaan kontemporer yang tidak berfokus pada balas dendam atau membuat pelaku menderita, serta merendahkan martabat manusia.

Tentunya Gubernur Gorontalo tidak menginginkan Pergub PSBB yang diharapkan menjadi pemutus penyebaran cocvid-19 malah membuat rakyatnya masuk “bui”, apalagi di bulan suci ramadhan seperti saat ini.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Advertorial

UNG Klarifikasi dan Minta Maaf atas Candaan Berbau Kedaerahan yang Viral

Published

on

Foto istimewa

UNG – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) bersama Paguyuban Mahasiswa Dumoga menggelar mediasi terkait pernyataan salah satu dosen yang viral di media sosial TikTok dan dinilai menyinggung masyarakat Dumoga, Bolaang Mongondow. Pertemuan ini dipimpin langsung oleh Wakil Rektor III UNG, Prof. Dr. Muhammad Amir Arham, M.E., selaku penanggung jawab kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2025.

Prof. Amir menegaskan, PKKMB tidak pernah dimaksudkan untuk memunculkan isu diskriminasi maupun candaan yang merendahkan kedaerahan. “PKKMB adalah ajakan untuk membina karakter mahasiswa baru, mengenalkan kehidupan kampus, dan membangun kebersamaan,” ujarnya.

Sekretaris Panitia PKKMB 2025, Dr. Suwitno Yutye Imran, S.H., M.H., menjelaskan bahwa suasana kegiatan sejak hari pertama diwarnai semangat kekeluargaan. Menurutnya, candaan yang kemudian viral terjadi spontan saat pemateri membaca tulisan-tulisan yang dibawa mahasiswa. “Kami memohon maaf kepada masyarakat Dumoga. Nuansa kekeluargaan yang kami bangun sejak awal sama sekali tidak bertujuan merendahkan,” katanya.

Perwakilan Dewan Perwakilan Mahasiswa Dumoga menegaskan, masyarakat Dumoga memiliki hak untuk terbebas dari stigma negatif. Mereka menolak segala bentuk candaan yang merendahkan martabat daerah dan meminta semua pihak menghentikan penggunaan nama Dumoga dalam konteks candaan publik.

Dosen yang videonya viral, Zhulmaydin Chairil Fachrussyah, S.St.Pi., M.Si., atau akrab disapa Erol, juga menyampaikan permohonan maaf secara pribadi. Ia mengaku tidak pernah berniat menghina atau mendiskreditkan daerah tertentu. “Pernyataan itu muncul spontan saat membaca tulisan mahasiswa. Tidak ada niat dan tidak direncanakan sebelumnya,” jelasnya.

UNG menegaskan bahwa permasalahan ini telah diselesaikan melalui musyawarah dan mediasi bersama pihak terkait. Pihak kampus mengapresiasi upaya mahasiswa Dumoga dalam menghapus stigma negatif dan berharap isu serupa tidak terulang di masa depan.

Continue Reading

Advertorial

Prof. Eduart Wolok Tegaskan UNG Siap di Garis Depan Lawan Kemiskinan Ekstrem

Published

on

UNG – Rektor Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Prof. Dr. Eduart Wolo, M.Pd., menegaskan komitmen perguruan tinggi untuk berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya di wilayah pedesaan dan daerah tertinggal.

Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Eduart usai menghadiri Deklarasi Komitmen Pengentasan Kemiskinan dan Magang Sosial yang digelar Forum Rektor Indonesia (FRI) bersama Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) di Graha Unesa, Kampus II Lidah Wetan Surabaya, Kamis (14/8/2025). Kegiatan ini turut dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar.

Menurut Prof. Eduart, UNG telah menyiapkan serangkaian program pemberdayaan berbasis desa yang melibatkan langsung dosen dan mahasiswa, seperti KKN Tematik Pemberdayaan Ekonomi Desa, pendampingan UMKM, pembinaan petani dan nelayan, hingga program magang sosial yang memberi dampak nyata pada peningkatan kesejahteraan warga.

“UNG berkomitmen penuh menjalankan peran strategis perguruan tinggi sebagai motor perubahan sosial. Melalui tridarma, kami hadir untuk menghadirkan solusi konkret bagi pengentasan kemiskinan, bukan hanya di Gorontalo, tetapi juga di wilayah-wilayah lain yang membutuhkan,” tegasnya.

Ia menambahkan, pendekatan yang dilakukan UNG tidak hanya fokus pada intervensi ekonomi, tetapi juga pada pembangunan kapasitas masyarakat serta penguatan potensi lokal. Kolaborasi dengan berbagai pihak diyakini menjadi kunci untuk mewujudkan target nasional menghapus kemiskinan ekstrem pada 2026.

“Dengan dukungan FRI, MRPTNI, dan pemerintah, kita dapat mengoptimalkan sumber daya perguruan tinggi untuk membawa perubahan nyata. UNG siap berada di garis depan upaya ini,” pungkas Prof. Eduart.

Continue Reading

Advertorial

FIS UNG Gelar Sosialisasi Tarif Layanan Akademik, Pastikan Civitas Paham Kebijakan Baru

Published

on

UNG – Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menggelar sosialisasi Tarif Layanan Penunjang Akademik Tahun 2025, Rabu (13/8/2025) di Aula FIS. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 WITA ini dipimpin langsung Wakil Rektor II UNG, Dr. Moh. Hidayat Koniyo, S.T., M.Kom., selaku narasumber utama.

Dalam paparannya, Dr. Hidayat memaparkan secara rinci ketentuan dan penyesuaian tarif yang akan mulai berlaku tahun depan. Ia menegaskan, kebijakan ini dirancang untuk meningkatkan kualitas layanan akademik sekaligus menunjang proses pembelajaran di UNG.

Dekan FIS, Dr. Drs. Zuchri Abdussamad, S.I.K., M.Si., mengapresiasi kehadiran Wakil Rektor II dalam kegiatan tersebut.

“Sosialisasi ini penting agar seluruh civitas akademika memahami kebijakan yang berlaku. Transparansi dan pemahaman bersama akan mendorong penerapan kebijakan secara efektif,” ujarnya.

Kegiatan dihadiri pimpinan fakultas, dosen, tenaga kependidikan, dan perwakilan mahasiswa. Antusiasme peserta terlihat dari diskusi interaktif yang membahas dampak implementasi tarif terhadap aktivitas akademik.

FIS UNG menegaskan, sosialisasi ini merupakan wujud komitmen fakultas dan universitas dalam menjaga keterbukaan informasi serta memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh civitas akademika.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler