Ruang Literasi
PSBB ITU APA? Ekspektasi vs Realitanya Di Gorontalo
Published
6 years agoon
Semakin hari semakin kacau saja keadaan dan kondisi ini dibuatnya, si Corona memang sangat ambisius menguasai bumi seperti monster-monster pada kisah-kisah fiksi yang mengisi imajinasi saya dimasa kecil. Namun kali ini, para pahlawan seakan tak berdaya melawannya.
Ketakutan pun semakin menjadi-jadi meskipun ada beberapa orang bahkan kelompok tertentu mengklaim memiliki antibodi melawan predator yang satu ini. “Kami tidak takut Corona, dimana ada Corona kirimkan kami kesitu” pret, tepat beberapa waktu setelahnya salah satu diantaranya dijemput oleh Corona tanpa ampun.
Saat ini pandemi Corona telah menelan banyak korban, bukan hanya pasien yang positif, tapi yang negatif bahkan double negatif pun menjadi korbannya. Situasi politik memanas, ekonomi melemah, bahan makanan pokok pun harganya melonjak tinggi. Disituasi semacam ini, siapapun merasakan dampaknya.
Dalam politik disituasi saat ini banyak yang ingin tampil seperti para dewa, saling berebutan panggung, bahkan satu panggung untuk semuanya dengan nomor antriannya masing-masing. Seperti misalnya diperbatasan-perbatasan Gorontalo, tiba-tiba semua ingin berada diperbatasan membawa pasokan bantuan, lucunya mereka lupa bahwa yang butuh bantuan bukan hanya di titik-titik tersebut karena yang lainnya tidak mendapatkan sentuhan tangan dingin dewa-dewa ini. Bahkan yang terupdate, tiba-tiba saling lapor ke pihak kepolisian sehingga singgasana raja menjadi kursi panas kembali, akh sangat menjengkelkan menceritakannya.
Situasi ekonomi justru lebih parah, pasar-pasar ditutup, pelaku ekonomi konvensional pun menggerutu karena tak dapat pemasukan. Transaksi ekonomi tidak se-online yang dibayangkan, mereka tidak mendapatkan pasokan pendapatan jika tidak turun dari rumah untuk bekerja. Sangat jauh berbeda dengan para politisi, pegawai negeri sipil, dan profesi lainnya yang tetap mendapatkan gajinya meski tetap berada didalam rumah, gajinya bisa ditransfer dan ditunggu didalam rumah. Bahkan meskipun sisa gajinya dipersembahkan untuk melawan pandemik, masih lebih banyak pendapatan proyek-proyek terselubung yang tinggal menunggu dipanen saja.
Berbeda dengan para pedagang kaki lima di pasar-pasar, para petani, para nelayan, buruh yang harus keluar rumah dulu untuk kemudian mendapatkan gaji atau pendapatannya. Uangnya mungkin memang tidak seberapa, tapi itu sangat bermanfaat, mereka harus menghidupi istri dan anak-anaknya dirumah di masa-masa pandemi dan ramadhan ini.
Warga geger, tiba-tiba PSBB berkumandang seperti adzan di masjid-masjid yang sudah jarang terdengar lagi karena si Corona ini. Apa sih itu PSBB? PSBB adalah Pembatasan Sosial Berskala Besar, atau jika ingin lebih jelas coba baca perpanjangan PSBB telah diatur dalam Permenkes Nomor 9 tahun 2020 tentang pedoman PSBB yang jelasnya PSBB disituasi saat ini tujuannya adalah untuk mengendalikan epidemiologi. Tapi apa iya dalam 14 hari selesai terkendali, kami masih sama-sama ragu, karena mengingat kondisi ekonomi, psikologi dan budaya masyarakat kita yang berbeda.
Di Gorontalo bahkan sejak masker dibagikan secara gratis, penyemprotan disana-sini, tempat cuci tangan difasilitasi di rumah-rumah dan korban terus bertambah tetap saja masih sering saya jumpai “kuman-kuman yang membandel” mereka orang-orang yang tidak percaya Corona berbahaya bahkan menantangnya, tak mau pakai masker dan tak mau cuci tangan karena mereka yakin 100% sehat dan bersih. Memaksakan diri untuk tetap beraktifitas hal ini karena memang pemerintah belum mampu menjamin dan mensubsidi bahan pokok serta tingkat kepercayaan kepada pemerintah/para pakar sangat kurang belum lagi diperparah oleh doktrin teologis yang salah kaprah, uuuh sungguh ironis.
PSBB kepanjangannya bisa berubah menjadi Politisir Saja Baik-Baik, Pasrah Saja Bolo Bagitu atau Pasti So Baku Bagi, begini keadaan di masyarakat kita, psikologi dan legitimasi moral pada kebijakan publik. pemerintah saat ini sepertinya harus meninjau baik-baik setiap kebijakannya, agar lebih relevan dan efektif.
Apapun itu tentang dan soal PSBB; mari sama-sama kita lawan Corona ini, caranya mudah kita harus tetap menggunakan masker, rajin cuci tangan, jaga jarak dan hindari keramaian. Saya sejak Corona ini datang mampir di Indonesia, pendidikan saya di salah satu universitas di Jakarta menjadi tertunda untuk wisudanya karena lebih memilih berada dikampung halaman untuk mengkarantina diri bersama keluarga. Peduli amat meskipun dibuli “panako ente ini” saya lebih baik mencegah daripada mengobati. Semoga kita semua mampu melewati fase-fase tersulit ini. Salam sehat, marhaban ya ramadhan.
Penulis: Rifyan Ridwan Saleh
You may like
-
Jadi Teladan! UNG Umumkan Sistem Baru Pencegahan Kekerasan
-
Polemik GHM: Mengapa Jalan Kota Gorontalo Dilarang Dipakai?
-
Aksi Nekat Tengah Malam, Terduga Pencuri Solar Satroni Proyek Pemerintah di Mongiilo
-
Polemik Semakin Panas! Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Akan Panggil Kadispora
-
Ambulans Tak Siaga, Warga Dirugikan! HMI Tuntut Evaluasi Pelayanan Puskesmas Sipatana
-
Ketatnya Persaingan! Timsel KPID Gorontalo Tetapkan 18 Nama Lolos CAT
Penulis : M.Z. Aserval Hinta
Di jaman ini, tiap orang seolah hidup di dua dunia sekaligus. Di satu sisi, kita punya kehidupan nyata dengan segala rutinitas yang kadang membosankan. Tapi di sisi lain, ada dunia digital yang selalu hidup—selalu ada hal baru yang muncul setiap kita buka layar. Kadang kita hanya ingin lihat sebentar, tapi tiba-tiba sudah habis waktu berjam-jam tanpa sadar. Scroll sedikit jadi scroll panjang, cuma mau cek notifikasi malah berakhir di video acak yang entah kenapa terasa menarik.
Buat Generasi Z seperti saya, media sosial itu semacam panggung kecil. Tempat menunjukkan versi terbaik dari diri sendiri—foto yang sudah diedit sedikit, caption yang dipikirkan matang, atau story yang sengaja dipost biar terlihat “oke”. Kita tahu itu hal biasa, tapi tetap aja kadang muncul perasaan aneh, seperti kita harus selalu terlihat baik-baik saja. Padahal, di balik layar, hidup ya nggak selalu semulus feed Instagram.
Di sana juga ada semacam dorongan untuk membandingkan diri. Melihat teman yang sudah sukses, jalan-jalan ke mana-mana, punya pasangan harmonis, atau karier yang seakan cepat banget naik. Dan tanpa sadar, kita merasa tertinggal. Padahal yang kita lihat cuma potongan kecil dari hidup orang lain—sekedar highlight, bukan keseluruhan cerita. Tapi media sosial memang pintar membentuk ilusi, sampai-sampai lupa bahwa setiap orang punya ritme masing-masing.
Meski begitu, media sosial juga punya sisi yang bikin kita tetap bertahan. Ada komunitas-komunitas kecil yang bikin kita merasa nggak sendirian. Ada tempat belajar hal baru, dari tips keuangan sampai cara foto biar aesthetic. Ada orang-orang baik yang tanpa sadar menguatkan kita lewat postingan sederhana. Di tengah ramainya dunia maya, kita tetap bisa menemukan hal-hal yang memberi arti.
Akhirnya, media sosial bukan cuma soal tampilan. Ia adalah cermin yang memperlihatkan siapa kita ketika sedang mencari tempat di dunia yang makin cepat berubah. Kita mungkin belum sempurna, masih belajar, masih jatuh bangun. Tapi selama kita tetap ingat bahwa hidup asli lebih penting daripada likes dan views, dunia digital ini bisa jadi ruang yang bukan hanya menghibur, tapi juga membentuk kita jadi pribadi yang lebih sadar dan lebih manusia.
Gen Z
Oleh : Sudirman Mile
Sejak facebook bisa menghasilkan uang dg merubah akun biasa menjadi akun profesional, begitu banyak yg jadi tidak profesional dalam menghadirkan konten di setiap postingan mereka.
Dari hak cipta hingga adab dan etika dalam mengkomposisi dan menyebarkan sebuah konten, tidak dipelajari dan diperhatikan oleh orang-orang ini, dan hasilnya, viral secara instan namun gaduh dan membuat polemik di tengah masyarakat.
Beberapa contoh kasus telah sering terjadi, dan yg menyedihkan adalah, para pegiat medsos lain ikut serta di dalam kolom komentar seolah menjadi wasit maupun juri tentang hal yg menjadi pembahasan.
Booming dan menjadi pembicaraan dimana-mana. Setiap orang merasa bangga krn bisa terlibat dalam konten-konten viral tersebut walaupun jauh dari manfaat dan nilai-nilai edukasi.
Di kalangan milenial dan gen z yg awam, ini membentuk opini mereka bahwa, trend polemik dalam bermedsos hari ini adalah sebuah kewajaran hingga membuat mereka menormalisasi keadaan tadi di aktifitas kesehariannya.
Akibatnya, para pegiat media sosial yang tidak memperhatikan isi kontennya secara baik tadi, menciptakan musuh dan lawan di kehidupan nyatanya, bahkan saling melaporkan satu sama lain akibat tindakan yg tidak menyenangkan dari sesama pegiat medsos lainnya.
Olehnya, dalam menjadi kreator konten di jaman yg serba cepat segala informasinya, kita butuh belajar dan memahami banyak aspek, agar bermedsos dan monetisasi selaras dg nilai-nilai edukasi yg seharusnya menjadi tujuan dalam bermedia sosial, yakni menyambung tali persaudaraan melalui dunia internet.
Gorontalo
Yang Menyatukan Warga Ternyata Bukan Kafe Mewah, Tapi Kursi Lipat
Published
2 weeks agoon
12/11/2025
Oleh: Zulfikar M. Tahuru
Gorontalo – Pelataran Pasar Sentral di Kota Gorontalo belakangan menjadi ruang berkumpul yang semakin ramai. Pada malam hari, area yang siang harinya dipenuhi aktivitas jual beli kebutuhan dapur itu berubah menjadi titik temu warga. Kursi lipat, booth portabel yang bisa pasang-bongkar dengan cepat, serta deretan pedagang UMKM membentuk suasana yang hangat dan cair. Di sini, orang-orang merasa cukup hadir apa adanya — tanpa desain interior, tanpa tema suasana, dan tanpa batasan sosial tak kasat mata.
Fenomena ini menunjukkan perubahan kebiasaan warga dalam memilih ruang perjumpaan sosial. Jika sebelumnya banyak aktivitas berkumpul berlangsung di kafe dan ruang privat yang menonjolkan estetika visual, kini ruang terbuka dengan biaya rendah justru lebih diminati. Selain pertimbangan harga, ruang terbuka memberi kenyamanan: siapa saja dapat hadir tanpa tekanan penampilan dan tanpa tuntutan minimal order.
Namun ada pertanyaan yang perlu dicermati lebih lanjut. Apakah keramaian ini merupakan perpindahan dari ruang yang lebih mahal menuju ruang terbuka? Ataukah sejak awal banyak warga yang memerlukan ruang sosial yang lebih ramah, dan baru sekarang ruang itu tersedia?
Demikian pula, siapa yang berjualan di sana: pelaku UMKM baru yang sedang membangun usaha, atau pelaku usaha yang sudah mapan yang memperluas cabang usahanya di ruang terbuka?
Pertanyaan-pertanyaan di atas layak diteliti secara lebih rinci oleh kalangan akademisi dan kaum terpelajar.
Yang jelas, Kota Gorontalo sedang menunjukkan arahnya. Ruang hidup itu tumbuh dari bawah. Dan sejauh ini, Pemerintah Kota memilih untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhannya. Ruang publik tidak langsung dikenakan retribusi, tetapi dibiarkan menemukan bentuknya terlebih dahulu.
Tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa ruang tersebut tetap inklusif, terbuka, dan tidak mengambil bentuk yang hanya menguntungkan sebagian kecil pihak.
Jadi Teladan! UNG Umumkan Sistem Baru Pencegahan Kekerasan
Polemik GHM: Mengapa Jalan Kota Gorontalo Dilarang Dipakai?
Aksi Nekat Tengah Malam, Terduga Pencuri Solar Satroni Proyek Pemerintah di Mongiilo
Polemik Semakin Panas! Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Akan Panggil Kadispora
Ambulans Tak Siaga, Warga Dirugikan! HMI Tuntut Evaluasi Pelayanan Puskesmas Sipatana
Menakar Fungsi Kontrol di DPRD Kota Gorontalo
Panasnya Konflik Sawit! DPRD Provinsi Gorontalo dan KPK Turun Tangan
Berani Bongkar Tambang Ilegal, Aktivis Muda Gorontalo Dapat Ancaman Brutal
Langkah Strategis Nasional! Bupati Saipul Hadiri Rakor Revitalisasi Pendidikan
Fotografer Wajib Izin: Perlindungan Data Pribadi Jadi Sorotan Regulasi Fotografi
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
News2 months agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo2 months agoDiusir Pemprov Saat Rakor, Kwarda Pramuka: “Kami yang Inisiasi Rapat, Kok Kami yang Tidak Dikasih Masuk?”
-
Gorontalo2 months agoDugaan Pungli di SPBU Popayato, Kasmat Toliango Menantang Pihak Direktur untuk Lapor Polisi
-
Advertorial2 months agoSkorsing dan Sanksi Berat untuk MAPALA UNG: Temuan Kasus Meninggalnya Mahasiswa
-
Gorontalo3 months agoTerendus Batu Hitam Ilegal Menuju Pelabuhan Pantoloan Palu, Otoritas Pelabuhan & APH Diminta Bertindak
-
Gorontalo1 month agoWarga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
-
Gorontalo2 months agoMabuk Picu Aksi Brutal, Iptu di Pohuwato Bacok Bripka Hingga Luka Parah
-
Hiburan2 months agoKejatuhan Nas Daily: Dari Inspirasi Dunia Jadi Bahan Bully Global!
