Ruang Literasi
Teguh untuk Tangguh
Published
6 years agoon
Oleh : Mohamad Makmun Rasyid – Penulis
Ramadan disebut bulan kebatinan (الباطن). Kesuksesan seorang yang telah berpuasa adalah memiliki kepekaan batin (اشعار الباطنية). Untuk menujunya, Nabi menuntun para penempuh jalan kebenaran atau manusia yang mencintai kebenaran dengan terlebih dahulu mengosongkan perutnya (بطون). Pengosongan ini untuk membakar dan memutus kerakusan syahwat (بطنة شهوتية) dan melipat selimutnya (بطانية). Keduanya menjadi penghalang tercapainya keinginan menuju-Nya. Dua godaan yang kerap melalaikan manusia, menjadi sebab manusia dididik sebulan penuh dalam Ramadan.
Begitu malam tiba dan gelap menyelimuti semesta, bahkan sajadah terhampar lebar di pojok ruangan, kita belum kunjung ‘menemui’-Nya. Dia telah menanti kehadiran kekasih-Nya. Anehnya, kita lebih cepat bergegas kala pemimpin kantor memanggil. Berpakaian rapi dan menyemprotkan wewangian yang menembus hidung-hidung lawan jenis. Saat Tuhan berkata, orang-orang bertakwa kelak nanti berada di taman-taman surga dan mata air yang mengalir jernih (Qs. Al-Dzâriyât [51]: 15), sedikit sekali yang bergegas.
Mereka itulah yang di kegelapan malam, menyedikitkan tidurnya (Qs. Al-Dzâriyât [51]: 18). Di sisian malam, ada seorang hamba-Nya tersimpuh dalam belai kuasa-Nya. Di pojok-pojok rumahnya, para pendosa menghamparkan sajadahnya sambil mengais doa dan memuja-Nya penuh pengharapan. Hamba-hamba itu tersungkur malu. Sebab, nikmat-Nya tidak sebanding dengan ketaatannya.
Kita sering lupa. Dia telah memberikan segalanya. Munajat kita dikabulkan-Nya. Permohonan kita selalu turun temurun. Tapi kita melupakan-Nya, hatta tak menyisihkan sedikit pun bergumul dengan-Nya. Ya, dalam kedua bola mata kita, yang tergambar masih sebatas kecintaan badaniyah-material. Keduniaan masih dianggap sesuatu yang melampaui segenap ekpektasi di dunia.
Pandangan di alam raya pun beragam. Mulai istri dicinta; anak disayang; orang tua dihormati. Dalam situasi Covid-19 ini, layar kaca media sosial dipenuhi oleh tayangan-tayangan seorang istri memberi kasih tak terhingga pada suaminya; anak-anak memberikan kebanggaan pada ayah-ibunya; dan orang tua memberi kehormatan pada anak laki-perempuannya yang patuh untuk “stay at home”.
Masihkah, di tengah keindahan itu semua, kita lantas tersadar bahwa Dialah Maha Pemberi segalanya. Kepedulian pada semuanya itu masih melampaui kepedulian kita atau menyeimbangkannya dengan mendekat pada-Nya? Semoga Tuhan tidak ‘membuang mukanya’ pada kita semua. Semoga!
Di tengah penghormatan kita yang tinggi kepada sesama manusia, seyogyanya kita pula teguh pada ketaatannya. Seseorang yang menyatakan dirinya beriman, kerap kurang waspada. Sehingga sesaat imannya lenyap, sinergi antara iman dan ilmu tidak lagi menjadi pemandu gerak. Tidak lagi menjadi cahaya pembebas dari belitan ego yang membutakannya.
Ketika sebagian salik mengibaratkan bahwa “shirât al-Mustaqîm” merupakan titian rambut yang dibelah tujuh, itu bertujuan sebagai pengingat dini. Begitu susahnya mendaraskan firman-Nya, mengaplikasikan ajaran-Nya, mengabdi pada-Nya dan memanusiakan hamba-Nya. Kesimpulan “pengingat” itu bisa dilihat dari frasa munajat seorang Muslim, berupa “tunjukilah kami jalan yang lurus” terletak setelah frasa “hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”.
Teguh untuk tangguh sebagai pengabdi Tuhan tidaklah mudah. Frasa di atas yang didaras oleh mereka yang sadar pun akan masih diberikan ujian dari-Nya. Disinilah keharusan mengosongkan perut dan menyingkirkan selimut agar di sisian malam, kita menyibukkan diri semampunya. Dialah yang mengokohkan sebuah keteguhan. Hanya berkat taufik-Nya, seorang pegiat suluk tidak terhenti, terbelokkan dan terpalingkan ke kiblat lain. “Dan sekiranya Kami tidak memperteguh dirimu, niscaya engkau hampir saja mencondongkan dirimu sedikit kepada mereka” (Qs. Al-Isrâ’ [17]: 74).
Tanpa-Nya, seorang salik tidak akan berada di jalan-Nya. Dan tanpa-Nya pula, seorang yang telah menjadi salik (penapak jalan) tidak akan terpandu sepanjang jalan menuju tujuan yang sesungguhnya. Dalam Al-Fatihah ayat enam, kata “ihdina” pada ayat “ihdina al-Shirât al-Mustaqîm” menujukkan kebenaran pernyataan di atas. Kata “ihdi” yang bermakna tunjukilah, berakar pada kata “hidayah”, yang dalam pengertian orang Indonesia dipadankan dengan petunjuk.
Frasa “tunjukilah kami jalan yang lurus” memiliki tafsiran yang berbeda dengan frasa “tunjukilah kami ‘ke’/‘menuju’ jalan yang lurus”. Mengapa ayat enam dari surah Al-Fâtihah tidak diartikan “tunjukilah kami ‘ke’ jalan yang lurus”? itu menunjukkan bahwa seorang pendaras ayat ini “sedang” dan “telah” berada di jalan yang lurus. Kepastian tafsiran ini disebabkan, ayat sebelumnya bernarasikan adanya pengakuan ketauhidan dari seorang penapak jalan. “Hanya kepada-Mu kami mengabdi dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”.
Pendaras Muslim seharusnya, dengan mengulang-ngulang ayat tersebut, tidak lagi mengedepankan dan menyondongkan dirinya ke selain-Nya. Dan yang telah tersadar pun, sikap jumawa tak boleh ditonjolkan. Sebab, perjalanan menuju-Nya masih panjang, juga berakhirnya dunia tak berkepastian serta tiupan sangkakala tak ditentukan kapan waktunya.
Tafsiran lainnya, sebab frasa itu digunakan sebab Allah sedang memandu salik itu. Mengantarkannya ke sebuah tujuan abadi; Tuhan. Teguh untuk tangguh dalam sebuah perjalanan bukan sehari dua hari dilakukan. Ramadan ini ibarat mobil yang di-“service”, agar setelah keluar dari bengkel, kebersihan dan kefitrian itu dibawa selama sebelas bulan berikutnya. Sebelas bulan bukanlah hal cepat. Banyak perkara terlarang kita lakukan yang membuat titik hitam ada di sekujur tubuh.
Tidak kurang apa seorang Abu Bakar berwasiat pada Umar sebelum menghembuskan napas terakhirnya. “Kebenaran itu berat namun berakibat nikmat. Sedangkan kebatilan itu mudah namun sesungguhnya ia wabah (penyakit)”. Nyatalah jika menapaki jalan menuju-Nya yang lama ini membutuhkan piranti spiritual. Piranti spiritual itulah yang saya sebut teguh—dalam Arabnya dikenal “istiqâmah”. Dalam keteguhan itu, ia akan bekerja keras membangun kembali jasad yang rusak, dikarenakan asupan dan tindakan terlarang layaknya kewajiban. Ibarat seorang panuan di sekujur tubuhnya, ia melihat orang panuan itu tampak putih dan menawan. Sejatinya, ia terkena penyakit.
You may like
-
Jadi Teladan! UNG Umumkan Sistem Baru Pencegahan Kekerasan
-
Polemik GHM: Mengapa Jalan Kota Gorontalo Dilarang Dipakai?
-
Aksi Nekat Tengah Malam, Terduga Pencuri Solar Satroni Proyek Pemerintah di Mongiilo
-
Polemik Semakin Panas! Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Akan Panggil Kadispora
-
Ambulans Tak Siaga, Warga Dirugikan! HMI Tuntut Evaluasi Pelayanan Puskesmas Sipatana
-
Ketatnya Persaingan! Timsel KPID Gorontalo Tetapkan 18 Nama Lolos CAT
Penulis : M.Z. Aserval Hinta
Di jaman ini, tiap orang seolah hidup di dua dunia sekaligus. Di satu sisi, kita punya kehidupan nyata dengan segala rutinitas yang kadang membosankan. Tapi di sisi lain, ada dunia digital yang selalu hidup—selalu ada hal baru yang muncul setiap kita buka layar. Kadang kita hanya ingin lihat sebentar, tapi tiba-tiba sudah habis waktu berjam-jam tanpa sadar. Scroll sedikit jadi scroll panjang, cuma mau cek notifikasi malah berakhir di video acak yang entah kenapa terasa menarik.
Buat Generasi Z seperti saya, media sosial itu semacam panggung kecil. Tempat menunjukkan versi terbaik dari diri sendiri—foto yang sudah diedit sedikit, caption yang dipikirkan matang, atau story yang sengaja dipost biar terlihat “oke”. Kita tahu itu hal biasa, tapi tetap aja kadang muncul perasaan aneh, seperti kita harus selalu terlihat baik-baik saja. Padahal, di balik layar, hidup ya nggak selalu semulus feed Instagram.
Di sana juga ada semacam dorongan untuk membandingkan diri. Melihat teman yang sudah sukses, jalan-jalan ke mana-mana, punya pasangan harmonis, atau karier yang seakan cepat banget naik. Dan tanpa sadar, kita merasa tertinggal. Padahal yang kita lihat cuma potongan kecil dari hidup orang lain—sekedar highlight, bukan keseluruhan cerita. Tapi media sosial memang pintar membentuk ilusi, sampai-sampai lupa bahwa setiap orang punya ritme masing-masing.
Meski begitu, media sosial juga punya sisi yang bikin kita tetap bertahan. Ada komunitas-komunitas kecil yang bikin kita merasa nggak sendirian. Ada tempat belajar hal baru, dari tips keuangan sampai cara foto biar aesthetic. Ada orang-orang baik yang tanpa sadar menguatkan kita lewat postingan sederhana. Di tengah ramainya dunia maya, kita tetap bisa menemukan hal-hal yang memberi arti.
Akhirnya, media sosial bukan cuma soal tampilan. Ia adalah cermin yang memperlihatkan siapa kita ketika sedang mencari tempat di dunia yang makin cepat berubah. Kita mungkin belum sempurna, masih belajar, masih jatuh bangun. Tapi selama kita tetap ingat bahwa hidup asli lebih penting daripada likes dan views, dunia digital ini bisa jadi ruang yang bukan hanya menghibur, tapi juga membentuk kita jadi pribadi yang lebih sadar dan lebih manusia.
Gen Z
Oleh : Sudirman Mile
Sejak facebook bisa menghasilkan uang dg merubah akun biasa menjadi akun profesional, begitu banyak yg jadi tidak profesional dalam menghadirkan konten di setiap postingan mereka.
Dari hak cipta hingga adab dan etika dalam mengkomposisi dan menyebarkan sebuah konten, tidak dipelajari dan diperhatikan oleh orang-orang ini, dan hasilnya, viral secara instan namun gaduh dan membuat polemik di tengah masyarakat.
Beberapa contoh kasus telah sering terjadi, dan yg menyedihkan adalah, para pegiat medsos lain ikut serta di dalam kolom komentar seolah menjadi wasit maupun juri tentang hal yg menjadi pembahasan.
Booming dan menjadi pembicaraan dimana-mana. Setiap orang merasa bangga krn bisa terlibat dalam konten-konten viral tersebut walaupun jauh dari manfaat dan nilai-nilai edukasi.
Di kalangan milenial dan gen z yg awam, ini membentuk opini mereka bahwa, trend polemik dalam bermedsos hari ini adalah sebuah kewajaran hingga membuat mereka menormalisasi keadaan tadi di aktifitas kesehariannya.
Akibatnya, para pegiat media sosial yang tidak memperhatikan isi kontennya secara baik tadi, menciptakan musuh dan lawan di kehidupan nyatanya, bahkan saling melaporkan satu sama lain akibat tindakan yg tidak menyenangkan dari sesama pegiat medsos lainnya.
Olehnya, dalam menjadi kreator konten di jaman yg serba cepat segala informasinya, kita butuh belajar dan memahami banyak aspek, agar bermedsos dan monetisasi selaras dg nilai-nilai edukasi yg seharusnya menjadi tujuan dalam bermedia sosial, yakni menyambung tali persaudaraan melalui dunia internet.
Gorontalo
Yang Menyatukan Warga Ternyata Bukan Kafe Mewah, Tapi Kursi Lipat
Published
2 weeks agoon
12/11/2025
Oleh: Zulfikar M. Tahuru
Gorontalo – Pelataran Pasar Sentral di Kota Gorontalo belakangan menjadi ruang berkumpul yang semakin ramai. Pada malam hari, area yang siang harinya dipenuhi aktivitas jual beli kebutuhan dapur itu berubah menjadi titik temu warga. Kursi lipat, booth portabel yang bisa pasang-bongkar dengan cepat, serta deretan pedagang UMKM membentuk suasana yang hangat dan cair. Di sini, orang-orang merasa cukup hadir apa adanya — tanpa desain interior, tanpa tema suasana, dan tanpa batasan sosial tak kasat mata.
Fenomena ini menunjukkan perubahan kebiasaan warga dalam memilih ruang perjumpaan sosial. Jika sebelumnya banyak aktivitas berkumpul berlangsung di kafe dan ruang privat yang menonjolkan estetika visual, kini ruang terbuka dengan biaya rendah justru lebih diminati. Selain pertimbangan harga, ruang terbuka memberi kenyamanan: siapa saja dapat hadir tanpa tekanan penampilan dan tanpa tuntutan minimal order.
Namun ada pertanyaan yang perlu dicermati lebih lanjut. Apakah keramaian ini merupakan perpindahan dari ruang yang lebih mahal menuju ruang terbuka? Ataukah sejak awal banyak warga yang memerlukan ruang sosial yang lebih ramah, dan baru sekarang ruang itu tersedia?
Demikian pula, siapa yang berjualan di sana: pelaku UMKM baru yang sedang membangun usaha, atau pelaku usaha yang sudah mapan yang memperluas cabang usahanya di ruang terbuka?
Pertanyaan-pertanyaan di atas layak diteliti secara lebih rinci oleh kalangan akademisi dan kaum terpelajar.
Yang jelas, Kota Gorontalo sedang menunjukkan arahnya. Ruang hidup itu tumbuh dari bawah. Dan sejauh ini, Pemerintah Kota memilih untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhannya. Ruang publik tidak langsung dikenakan retribusi, tetapi dibiarkan menemukan bentuknya terlebih dahulu.
Tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa ruang tersebut tetap inklusif, terbuka, dan tidak mengambil bentuk yang hanya menguntungkan sebagian kecil pihak.
Jadi Teladan! UNG Umumkan Sistem Baru Pencegahan Kekerasan
Polemik GHM: Mengapa Jalan Kota Gorontalo Dilarang Dipakai?
Aksi Nekat Tengah Malam, Terduga Pencuri Solar Satroni Proyek Pemerintah di Mongiilo
Polemik Semakin Panas! Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo Akan Panggil Kadispora
Ambulans Tak Siaga, Warga Dirugikan! HMI Tuntut Evaluasi Pelayanan Puskesmas Sipatana
Menakar Fungsi Kontrol di DPRD Kota Gorontalo
Panasnya Konflik Sawit! DPRD Provinsi Gorontalo dan KPK Turun Tangan
Berani Bongkar Tambang Ilegal, Aktivis Muda Gorontalo Dapat Ancaman Brutal
Langkah Strategis Nasional! Bupati Saipul Hadiri Rakor Revitalisasi Pendidikan
Fotografer Wajib Izin: Perlindungan Data Pribadi Jadi Sorotan Regulasi Fotografi
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
News2 months agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo2 months agoDiusir Pemprov Saat Rakor, Kwarda Pramuka: “Kami yang Inisiasi Rapat, Kok Kami yang Tidak Dikasih Masuk?”
-
Gorontalo2 months agoDugaan Pungli di SPBU Popayato, Kasmat Toliango Menantang Pihak Direktur untuk Lapor Polisi
-
Advertorial2 months agoSkorsing dan Sanksi Berat untuk MAPALA UNG: Temuan Kasus Meninggalnya Mahasiswa
-
Gorontalo3 months agoTerendus Batu Hitam Ilegal Menuju Pelabuhan Pantoloan Palu, Otoritas Pelabuhan & APH Diminta Bertindak
-
Gorontalo1 month agoWarga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
-
Gorontalo2 months agoMabuk Picu Aksi Brutal, Iptu di Pohuwato Bacok Bripka Hingga Luka Parah
-
Hiburan2 months agoKejatuhan Nas Daily: Dari Inspirasi Dunia Jadi Bahan Bully Global!
