Connect with us

News

Hamka, Penjabat Gubernur Dan Warisan Untuk Gorontalo

Published

on

Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer, Ph.D || Foto Istimewa

GORONTALO – Polemik tentang siapa Penjabat Gubernur Gorontalo akhirnya terjawab sudah. Hamka Hendra Noer, Ph.D telah ditetapkan Presiden Jokowi sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo hingga tahun 2024.

Sebelumnya, masih banyak spekulasi terkait dengan siapa Penjabat Gubernur, masing-masing “kelompok” saling berupaya untuk menampilkan siapa yang dianggapnya terbaik. Tetapi, otoritas pengambil keputusan yakni Presiden telah memutuskan.

SIAPA HAMKA HENDRA NOER?

Hamka Hendra Noer bukanlah orang baru untuk Gorontalo. Bahkan sebelum Provinsi ini terbentuk, Hamka sudah sering bolak-balik daerah ini.

Hamka adalah sarjana lulusan program studi Sosial Ekonomi, Universitas Sam Ratulangi, tahun 1992. Judul skripsinya lumayan canggih untuk ukuran saat itu, mengenai peramalan melalui pendekatan kawasan waktu untuk ekspor minyak kelapa, yang hari ini menjadi pokok kisruh dan ribet.

Tiga tahun setelah lulus, Hamka yang telah pindah bermukim di Jakarta, memulai studi di Universitas Indonesia. Ia memilih Ilmu Lingkungan dengan topik tesis tentang Gorontalo. Hamka mengambil judul model partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Gorontalo. Saat itu, volume sampah belum sebesar hari ini yang mencapai angka diatas 50 ribu ton per tahun. Hamka telah memikirkan hal itu 27 tahun silam, bahwa jika sampah tidak dikelola dengan baik, akan mengancam Kota Gorontalo. Tentu, pendekatan partisipatif adalah pilihan utama, tidak bisa sekedar hanya mengandalkan upaya pemerintah.

Terkait pengelolaan sampah di Kota Gorontalo, baru pada tahub 2018 silam, dokumen Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah Kota Gorontalo baru terumuskan, dimana saya sebagai salah satu penyusun. Apa yang telah dimulai Hamka 27 tahun silam.

Hingga kemudian, ia melanjutkan studi di Universitas Kebangsaan Malaysia dibawah supervisor Prof. Agus Yussof dengan topik riset mengenai studi partai politik. Hingga dia mendapat “excellent” untuk disertasinya.

Jauh sebelum ia ditunjuk menjadi Penjabat, Hamka adalah salah seorang yang aktif dalam perjuangan pendirian Provinsi Gorontalo. Aktifitasnya pada saat itu melalui Panita, sebuah organisasi masyarakat sipil orang Gorontalo yang bermukim di Jakarta. Panita salah satu organ penting yang ikut membidani kelahiran Provinsi Gorontalo. Bahkan, Panita saat itu telah menerbitkan beberapa buku sebagai dokumen penunjang akademik dalam usulan Provinsi Gorontalo.

Setelah Gorontalo terbentuk, ia aktif di Lamahu hingga menduduki kursi Sekretaris Jendral dan kini sebagai Wakil Ketua Umum. Ia termasuk salah satu intelektual muda Gorontalo yang aktif membidani lahirnya banyak publikasi termasuk secara bersama-sama pada 2005 kami melahirkan buku Menggagas Masa Depan Gorontalo yang diterbitkan PB HPMIG. Buku tersebut adalah harapan, proyeksi dan cita-cita dari sekelompok orang termasuk Hamka untuk masa depan Gorontalo.

Jadi, pengetahuan geografis, pemahaman kultural hingga perangkat analisis sosial-ekonomi tentang Gorontalo, Hamka memilikinya secara lengkap.

Pengetahuan tentang lanskap sosial, ekonomi dan politik ini adalah rentang waktu yang cukup lama ia dalami. Demikian pula tentang jejaring kekerabatan, organisasi hingga dukungan elit lintas partai.

Namun, modal pengetahuan tersebut tentu tidak cukup karena bersifat lokal. Hamka juga merangkai jejaring nasional melalui organisasi kemahasiswaan yakni HMI hingga mencapai struktur Pengurus Besar, GPII hingga mencapai posisi Ketua Umum, dan di organisasi KNPI hingga mencapai posisi Ketua Bidang. Rangkaian jejaring itulah yang ikut memperkuat jejaring lokal (Gorontalo – Sulawesi Utara) yang juga ia terus kembangkan.

Aktifitas di bidang kepemudaan inilah yang membawa dirinya dipercaya oleh Menteri Pemuda dan Olahraga dari zaman ke zaman, hingga kini Zainudin Amali, yang juga putra Gorontalo.

Di Kemenpora sendiri, ia meniti karir dari bawah, hingga ia dipercaya sebagai Kepala Biro dan kini sebagai Eselon I yakni Staf Ahli Menteri.

Posisi Eselon I inilah yang memperkuat legitimasi dirinya hingga ia diusulkan oleh Kemendari ke Presiden dan kini telah ditetapkan sebagai Penjabat Gubernur.

BAGAIMANA HAMKA MENJALANI NANTI?

Keterpilihannya menjadi Penjabat tidak mesti dianggap bahwa proses dan drama politik seputar dinamika pemilihan dan penetapan Penjabat berakhir. Hamka memiliki banyak “warisan” yang suka tidak suka, mau tidak mau ia harus selesaikan dalam tempo sekitar dua tahun.

Hamka secara praktis akan menghadapi beberapa tantangan ; Pertama, Narasi tentang kemiskinan Gorontalo yang menyasar duet Rusli-Idris adalah fakta yang harus dicarikan formulanya, kenaikan sekitar 14 ribu orang miskin sejak 2010 hingga 2021 dibandingkan dengan berkurangnya lebih dari 70 ribu orang miskin di era Fadel – Gusnar merupakan tugas Penjabat Gubernur Hamka Hendra Noer. Tidak bisa dijadikan alasan bahwa waktu hanya dua tahun, atau hanya memiliki kewenangan terbatas.

Tapi, basis moral Hamka sebagai salah seorang pejuang dan pendiri Provinsi ini, mau tidak mau harus fokus pada “warisan” ini untuk diselesaikan.

Kedua, sektor pendidikan yang selama 10 tahun terakhir “diabaikan” adalah urusan wajib yang mesti diseriusi. Data dari Indonesian National Assesment Program (INAP) menyebutkan jika indeks literasi siswa (matematika, sains dan membaca) di Gorontalo berada dalam angka yang buruk, bahkan terendah di Sulawesi. Hal ini bertolak belakang dengan apa yang dicita-citakan saat Gorontalo ini ingin berpisah dari Sulawesi Utara. Bagaimana kaum muda kita akan bisa bersaing dengan daerah lain di masa akan datang, jika basis literasinya begitu rendah.

Ketiga, fokus pada sektor perikanan dan kelautan yang selama ini menjadi potensi strategis Gorontalo adalah hal yang mesti disegerakan, industri strategis yang menghubungkan hulu dan hilir bisa mengurangi angka kemiskinan dan jumlah pengangguran. Potensi sektor yang sebesar 1.53 juta ton belum dianggap sebagai sektor strategis untuk mengentaskan kemiskinan.

Potensi yang melimpah akan sangat timpang jika membaca data produksi perikanan tangkap dan budidaya yang kurang lebih hanya 150 ribu ton. Itupun masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, sebab volume ekspor sekitar 15 ribu ton, sehingga sektor ini tidak terlalu berimbas pada pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran. Hal ini terlihat dari jumlah nelayan hanya sekitar 19 ribu orang, artinya ketertarikan orang pada sektor ini sangat kecil.

Padahal, potensi dan posisi geostrategis Gorontalo cukup baik. Gorontalo diapit oleh dua wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang cukup luas dan potensial (715 dan 716). Tetapi, pengelolaan kawasan tidak dianggap sebagai isu strategis yang dimasukkan dalam dokumen perencanaan. Isu strategis kawasan masih dilihat secara parsial, sehingga kontribusi dari potensi kawasan ini tidak signifikan untuk kemakmuran, buktinya banyak desa-desa pesisir di Gorontalo malah berada dalam tubir kemiskinan.

Keempat, potensi kawasan baik itu dua WPP dan buffer zone dari Ibukota Negara yang baru serta kawasan industri Mangkupadi di Kalimantan adalah isu strategis yang perlu diseriusi Penjabat Gubernur. Sebab, posisi geostrategis tidak akan menjadi strategis jika desain kawasan tidak memiliki relevansi dengan IKN dan Mangkupadi.

Karena itu, UNG sebagai salah satu pilar strategis Provinsi Gorontalo berupaya melakukan dua hal (1). Menggagas Kawasan Ekonomi Khusus Teluk Tomini (WPP 715), yang telah diterjemahkan melalui dua kali pertemuan strategis Pre Regional Meeting Teluk Tomini dan Regional Meeting Teluk Tomini yang dihadiri perwakilan 4 Provinsi dan 26 Kabupaten/Kota. (2). Membentuk Badan Kerjasama Utara-utara (BKSU) sebagai perwujudan kerjasama Pemerintah Kabupaten yang berada di WPP 716. Ikhtiar ini semata-mata adalah bentuk keseriusan UNG dalam membantu pemerintah daerah untuk menyejaterahkan rakyatnya.

APA YANG HARUS DIWARISKAN?

Dari berbagai isu dan tantangan diatas, Penjabat Gubernur tidak bisa dipagari oleh regulasi yang sangat minimal, apakah itu terkait dengan tidak adanya regulasi terkait dokumen perencanaan transisi, regulasi yang detail tentang penataan organisasi, hingga review atas regulasi (izin) yang telah ditetapkan sebelumnya serta banyaknya kebutuhan regulasi teknis yang mengatur kedudukan dan fungsi Penjabat. Karena Penjabat Gorontalo akan mengelola dua atau bisa tiga kali APBD yang nilainya sangat besar, hingga membutuhkan kewenangan yang lebih besar.

Tentunya, besarnya ekspektasi terhadap Penjabat Gubernur sebagai pejabat publik dan Hamka Hendra Noer secara personal (karena histori keterlibatannya sebagai pendiri Provinsi), untuk menyelesaikan berbagai macam keruwetan serta mengelola organisasi selama dua tahun kedepan, maka penting kiranya semua kalangan turut serta membantu meringankan beban politik dan moral yang diemban Penjabat Gubernur.

Karena itu pula, untuk memuluskan agenda tersebut diatas, narasi kebencian antar elit yang selama ini telah menutup peluang konsolidasi antar struktur dan elit hingga saling hambat program, perlu diputus oleh Penjabat, hingga ketika periode berakhir, legacy yang ditinggalkan bukan saja berhasil melaksanakan penuntasan masalah-masalah yang membelit, tapi bisa mewariskan harmoni politik yang menjadi landasan kemajuan Gorontalo di masa akan datang.

Dr. Funco Tanipu, S.T., M.A

Dosen Sosiologi FIS UNG

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

Dari Gorontalo untuk Indonesia Timur: Resky Djafar Juara I Lomba Jingle LPS

Published

on

NEWS – Prestasi membanggakan kembali diraih generasi muda Gorontalo di kancah regional. Resky Djafar, putra daerah asal Provinsi Gorontalo, berhasil meraih Juara I dalam ajang Lomba Nyanyi Jingle “LPS Versi Kamu” yang diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua, di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, pada 19–20 Desember 2025 ini diikuti puluhan peserta dari berbagai daerah di kawasan Sulawesi, Maluku, dan Papua. Lomba tersebut menjadi bagian dari upaya LPS untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat sekaligus memberi ruang bagi generasi muda mengekspresikan kreativitas melalui karya seni dan musik.

Dalam kompetisi tersebut, Provinsi Gorontalo diwakili oleh Resky Djafar, yang tampil membawakan lagu orisinal ciptaannya sendiri. Penampilannya dinilai mampu menyampaikan pesan LPS dengan cara yang kreatif, komunikatif, dan mudah dipahami masyarakat luas. Hal itu membuat Resky berhasil memikat hati dewan juri maupun penonton.

Perjalanan menuju kemenangan tidaklah mudah. Resky harus bersaing dengan peserta terbaik dari berbagai provinsi, sebagian besar berasal dari Sulawesi Selatan sebagai tuan rumah. Berkat kualitas vokal, penghayatan lagu, serta kekuatan aransemen musiknya, Resky sukses menembus babak grand final dan akhirnya keluar sebagai juara utama.

“Alhamdulillah, dalam lomba LPS Versi Kamu ini saya menjadi satu-satunya peserta dari luar Sulawesi Selatan yang lolos ke babak grand final. Bahkan saya berhasil meraih Juara I, sekaligus mendapatkan penghargaan Best Voting Booth LPS,” ujar Resky dengan penuh syukur usai pengumuman pemenang.

Selain meraih predikat juara umum, Resky juga menyabet penghargaan Best Voting Booth LPS, yang mencerminkan tingginya dukungan publik terhadap karya dan penampilannya selama kompetisi berlangsung.

Dalam kesempatan itu, Resky menyampaikan apresiasi kepada pihak penyelenggara atas kesempatan yang diberikan bagi talenta muda di kawasan Indonesia Timur.
“Saya berterima kasih kepada LPS Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua yang telah menyediakan wadah bagi kreativitas anak muda melalui lomba LPS Versi Kamu,” ungkapnya.

Keberhasilan ini menjadi kebanggaan bagi masyarakat Gorontalo. Prestasi Resky diharapkan mampu menginspirasi generasi muda lainnya untuk terus berkarya, berinovasi, dan berani tampil di tingkat regional maupun nasional, sekaligus mengharumkan nama Gorontalo di kancah yang lebih luas.

Continue Reading

Gorontalo

Potret Ironi Wisata Gorontalo, Akses ke Molowahu Rusak Parah

Published

on

Gorontalo – Kondisi infrastruktur jalan dan jembatan di Desa Molowahu, Kecamatan Tibawa, Kabupaten Gorontalo, menjadi sorotan warga. Kerusakan yang terjadi selama bertahun-tahun membuat akses menuju kawasan wisata di desa tersebut semakin sulit dijangkau, terutama bagi wisatawan yang datang dari luar daerah.

Jalan utama yang menghubungkan pemukiman warga dengan destinasi wisata Villa Desaku dan Kolam Arfiah rusak berat di sejumlah titik. Lubang-lubang besar hingga badan jalan yang ambles membuat perjalanan menuju lokasi wisata semakin berisiko.

Kondisi memprihatinkan tersebut diperparah dengan jembatan yang tak kunjung diperbaiki selama hampir empat tahun. Salah satu bukti nyata dampak kerusakan itu terjadi ketika mobil pemadam kebakaran yang hendak menuju Desa Ilomata untuk memadamkan rumah yang terbakar terpaksa melintasi jembatan rusak dan membutuhkan waktu lebih lama untuk tiba di lokasi.

Seorang warga Molowahu yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa kerusakan jalan dan jembatan telah lama mengganggu kenyamanan serta mobilitas masyarakat.

“Hingga kini belum ada tanggapan dari pemerintah. Padahal sudah hampir empat tahun jembatan ini dibiarkan rusak begitu saja,” ujarnya dengan nada kecewa saat ditemui tim media.

Warga tersebut menambahkan, berbagai upaya telah dilakukan agar kondisi infrastruktur di desanya mendapat perhatian pemerintah. Salah satunya dilakukan secara kreatif melalui lagu bertema “Jalan Rusak,” yang diciptakan oleh Wawan Sabongi—dikenal melalui akun media sosialnya—untuk menyuarakan keresahan warga Molowahu.

“Kami ingin Desa Molowahu dikenal karena keindahan wisatanya, bukan karena jalannya rusak. Itulah sebabnya kami mencoba memviralkan kondisi ini agar cepat ditanggapi,” tambahnya.

Ironisnya, meski Molowahu dikenal sebagai salah satu desa maju dengan potensi wisata unggulan, akses menuju wilayah tersebut justru terhambat akibat infrastruktur yang tidak layak. Saat musim hujan, jalanan menjadi licin dan berbahaya bagi kendaraan roda dua maupun roda empat.

“Di Dusun Kayumas, yang merupakan dusun tertua dan juga paling padat penduduknya, kerusakannya bahkan lebih parah. Sampai sekarang belum ada tanda-tanda perbaikan,” ungkap warga itu lagi.

Warga berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Gorontalo segera turun tangan memperbaiki jalan dan jembatan tersebut agar roda perekonomian, mobilitas masyarakat, serta pariwisata desa dapat kembali berjalan lancar.

Continue Reading

Gorontalo

JIKA 100 TAHUN LAGI ORANG MENCARI GORONTALO 2025

Published

on

Penulis Zulfikar Tahuru ( Politisi Muda Gorontalo)

Gorontalo – Seratus tahun lagi, ketika orang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Gorontalo pada 2025, mereka barangkali tidak akan membuka laporan tahunan pemerintah daerah atau risalah rapat yang tersimpan rapi di arsip negara.

Mereka justru akan membuka jejak digital, potongan video pendek, unggahan media sosial, dan rangkaian komentar yang pernah memenuhi media sosial. Dari sana, mereka akan menemukan satu pola penting. Gorontalo 2025 adalah potret kecil negara yang sedang belajar hidup di tengah derasnya arus viralitas.

Tahun itu, berbagai peristiwa terjadi. Sebagian berdampak pada kebijakan, sebagian lain bersifat personal. Namun hampir semuanya memperoleh perhatian publik bukan karena prosesnya, tapi karena tampilannya. Kamera ponsel kerap lebih menentukan arah percakapan publik dibandingkan mekanisme formal yang tersedia.

Salah satu contohnya adalah beredarnya video perjalanan dinas anggota dewan yang disertai narasi keras tentang penyalahgunaan anggaran. Frasa yang digunakan menyebar lebih cepat daripada klarifikasi, dan emosi publik bergerak mendahului proses etik yang seharusnya ditempuh. Persepsi terbentuk oleh potongan visual, sementara penjelasan yang utuh datang belakangan.

Dalam konteks lain, sebuah ajang olahraga Gorontalo Half Marathon yang semestinya menjadi ruang kebersamaan, justru memunculkan perdebatan mengenai simbol dan representasi. Perhatian publik bergeser dari prestasi peserta ke persoalan nama yang tercantum pada medali. Olahraga, identitas, dan politik bertemu dalam ruang yang sama, dipercepat oleh media sosial.

Di Gorontalo Utara, sebuah video singkat menampilkan ekspresi seorang anggota legislatif yang kemudian dikenal sebagai “bibir viral”. Potongan visual itu beredar luas, memicu ejekan dan penilaian personal. Dalam hitungan jam, ekspresi wajah mengalahkan diskusi mengenai kinerja dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Di titik inilah publik sering lupa: demokrasi tidak pernah dirancang untuk bekerja secepat media sosial.

Fenomena tersebut menandai pergeseran cara publik menilai politik. Anggota DPRD Gorontalo Utara tidak lagi sepenuhnya dinilai melalui kerja legislasi atau keberpihakan anggaran, melainkan melalui momen visual yang kebetulan terekam dan berulang kali diputar.

Yang patut dicermati, sejumlah persoalan sosial dan kekerasan baru memperoleh perhatian serius setelah menjadi viral. Hal ini menunjukkan bahwa atensi publik dan sering kali respons institusi lebih cepat digerakkan oleh popularitas isu dibandingkan oleh mekanisme pelaporan yang sistematis. Keadilan, dalam kondisi tertentu, tampak bergerak mengikuti gelombang perhatian.

Jika seratus tahun lagi Gorontalo 2025 dipelajari, kemungkinan besar bukan daftar peristiwanya yang paling diingat, melainkan cara masyarakat bereaksi. Partisipasi warga meningkat, tetapi kedalaman dialog kerap tertinggal. Semua orang dapat bersuara, namun tidak selalu disertai kesediaan untuk mendengar dan memahami konteks.

Gorontalo tentu bukan satu-satunya daerah yang mengalami hal ini. Apa yang terjadi di sana merupakan miniatur tantangan demokrasi Indonesia di era digital. Media sosial memperluas ruang partisipasi, sekaligus menuntut kedewasaan baru dalam mengelola emosi, informasi, dan penilaian publik.

Seratus tahun ke depan, generasi berikutnya mungkin tidak lagi memperdebatkan siapa yang benar atau salah dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Namun mereka akan mencatat satu ciri zaman: pada 2025, demokrasi di banyak tempat dijalankan dalam bayang-bayang viralitas, di mana proses harus berjuang keras untuk tidak dikalahkan oleh potongan gambar. Pertanyaannya bukan seberapa cepat kita bereaksi, melainkan seberapa jauh kita mau berpikir sebelum ikut menyimpulkan.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler