GORONTALO-Cinta memang tak pandang usia. Jika sudah jodoh, tak akan lari kemana.
Ungkapan itu cocok bila disematkan pada dua sejoli asal Gorontalo ini. Meski berbeda usia yang terlampau jauh karena prianya merupakan seorang kakek berumur 68 tahun dan wanita berusia 26 tahun, namun keduanya mantap kepelaminan.
Pernikahan pasangan inipun berlangsung di Kantor Urusan Agama (KUA), Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo, pada Jumat (26/6/2020) lalu.
Melansir hargo.id, perjalanan cinta Nasrun Ano dengan sang istri Mita Datau dimulai dari saling sapa di media sosial Facebook.
Menurut kakek yang akrab disapa Ka Cii Runu itu, ia pertama kali mengenal istrinya Mita di Fb pada bulan ramadan kemarin.
Setelah berkenalan, Nasrun lalu meminta nomor handphone Mita. Keduanya pun makin intens berkomunikasi tak hanya lewat chatingan namun juga saling teleponan. Karena merasa sudah cocok, keduanya akhirnya memutuskan untuk saling bertemu dan bertatap muka secara langsung. Setelah sempat beberapa kali bertemu Nasrun kemudian memberanikan diri menemui orang tua Mita di Kelurahan Padebuolo, Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo untuk melamar janda 2 anak itu.
“Beberapa hari kemudian saya datang ke rumahnya untuk menemui orang tua Mita bermaksud melamarnya. Alhamdulillah, orang tuanya sangat menghargai saya dan menerima lamaran saya,” ujar Nasrun.
Nasrun juga mengaku bahwa sebelumnya dirinya sudah berulang kali mengajak Mita ke rumahnya. Ia berkeinginan untuk memperkenalkan dan mendekatkan Mita dengan anak-anaknya. Keinginan kakek yang sudah lama menduda karena istri pertamanya meninggal itu berjalan mulus. Keluarga Nasrun siap menerima Mita menjadi bagian keluarga mereka.
“Anak-anak saya setuju kalau saya menikah lagi dengannya,” katanya.
Nasrun menegaskan bahwa tujuan menikahi sang istri bukan semata-mata karena nafsu, ia merasa prihatin dengan kehidupan Mita yang sendirian dan menghidupi dua anaknya yang masih kecil.
“Saya prihatin, pak. Anaknya ada dua, terus sudah ditinggal suaminya lagi,” ungkap Nasrun yang berprofesi sebagai pegawai Sara di tempat tinggalnya itu.
Fachri Hioda, petugas KUA Kecamatan Kota Timur Kota Gorontalo membenarkan prosesi pernikahan Nasrun dan Mita.
“Iya pak. Akad nikahnya kemarin hari Jum’at (26/6/2020), sekitar pukul 15.00 Wita di kantor kami,” ungkap Fachri.
Pernikahan kakek Nasrun dan Mita ini sempat viral di facebook. Banyak netizen yang memberikan komentar. Selain memberikan ucapan selamat mereka juga mengolok-olok para pemuda yang hingga kini belum mendapatkan pasangan hidup.
Salah satunya datang dari Sri Rahayu R. “Yg hari gini masih jomblo,
bo tiopa dapa rebe.
Pas polo didi.
Semoga Samawa opa.” Tulis Sri Rahayu.
Ketua Panitia CSP XVIII, Yakop Mahmud di dampingi Bendahara Alham Prasogo Habibie saat diwawancara
Gorontalo – Ajang tahunan Celebes Scouter Party (CSP) XVIII Tahun 2025 resmi dibuka pada Jumat (4/7/2025) di Alun-Alun Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Event bergengsi bagi pecinta motor Vespa ini berlangsung hingga 6 Juli 2025 dan menghadirkan ribuan peserta dari seluruh penjuru Indonesia.
Ketua Panitia CSP XVIII, Yakop Mahmud, dalam sambutannya menyampaikan bahwa event ini terselenggara atas kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, dan Kota Gorontalo. Ia menyebut bahwa berbagai kegiatan menarik telah disiapkan untuk memeriahkan gelaran tahun ini.
“Beberapa agenda yang kita laksanakan hari ini antara lain Festival Karawo, kontes motor Vespa, serta kegiatan amal seperti donor darah dan penanaman pohon. Semuanya dikemas dalam tema ‘Vespa-lah’ yang kental dengan semangat kebersamaan dan cinta lingkungan,” ungkap Yakop.
Event yang menjadi ajang pertemuan pecinta Vespa se-Sulawesi ini menargetkan 1.500 peserta, dan Gorontalo sendiri telah tiga kali dipercaya sebagai tuan rumah.
“Gorontalo sebelumnya menjadi tuan rumah pada tahun 2011, 2017, dan kini kembali dipercaya menggelar CSP XVIII Tahun 2025,” tambahnya.
Menariknya, peserta CSP kali ini tidak hanya berasal dari Pulau Sulawesi. Menurut Yakop, berdasarkan data panitia, peserta juga datang dari berbagai daerah di luar Sulawesi.
“Dari database panitia, terkonfirmasi peserta dari Kalimantan, Maluku, Jawa, bahkan Sumatra. Ini menunjukkan bahwa CSP telah menjadi magnet nasional bagi komunitas pencinta Vespa,” jelasnya.
Lebih dari sekadar event otomotif, CSP XVIII juga menjadi ajang promosi budaya dan ekonomi lokal. Panitia menggandeng para pelaku UMKM lokal untuk turut serta memamerkan produk-produk khas Gorontalo.
“CSP tahun ini mengusung semangat kebudayaan dan pariwisata. Harapannya, lewat event ini, budaya lokal dan potensi wisata Gorontalo dapat dikenal lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri,” tutup Yakop.
Gorontalo – Langkah hukum terhadap dugaan perusakan lingkungan di Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, kian memasuki babak serius. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Analisis Hak Asasi Manusia (LA HAM) Provinsi Gorontalo secara resmi membentuk tim advokasi hukum untuk mendampingi langkah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LA HAM Pohuwato dalam proses pelaporan ke pihak kepolisian.
Penunjukan tim tersebut diputuskan melalui rapat pleno tertutup yang digelar Kamis malam (3/7/2025). Dalam rapat tersebut, Janes Komenaung, S.H., yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris DPW LA HAM Gorontalo, ditetapkan sebagai Ketua Tim Advokasi Hukum.
“Ya, Pak Janes Komenaung, S.H., menjadi ketua tim untuk mendampingi DPD LA HAM Pohuwato dalam melaporkan para terduga pelaku pengrusakan lingkungan,” ungkap Akram Pasau, S.H., Ketua DPW LA HAM Gorontalo usai rapat pleno.
Akram menegaskan bahwa fokus laporan menyasar aktivitas perusakan lingkungan di Desa Bulangita, yang diduga kuat menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan sedimentasi di wilayah ibu kota Kabupaten Pohuwato, yakni Kota Marisa.
Sementara itu, Janes Komenaung menyatakan kesiapannya memimpin pendampingan hukum tersebut.
“Kami siap mengawal proses ini. Tim advokasi terdiri dari lima pengacara yang semuanya adalah pengurus aktif LA HAM Provinsi Gorontalo,” ujarnya.
Diketahui, beberapa nama terduga pelaku yang akan dilaporkan ke pihak berwenang di antaranya berinisial UM alias Uten, MM alias Muku, PA alias Barot, DD alias Ded, dan ARM alias Man.
LA HAM menegaskan, langkah hukum ini bukan hanya sebagai bentuk pengawalan hak lingkungan masyarakat, tetapi juga upaya menekan dampak ekologis yang semakin meluas akibat kegiatan yang diduga dilakukan secara ilegal.
Gorontalo – Kaderisasi semestinya menjadi ruang sakral dalam membentuk insan cita Himpunan Mahasiswa Islam (HMI): insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Namun dalam praktiknya, idealisme tersebut kerap tereduksi oleh dinamika kekuasaan dan kepentingan kelompok tertentu.
Hal ini disuarakan secara tegas oleh Adnan R. Abas, Ketua HMI Komisariat Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Cabang Gorontalo. Dalam wawancara eksklusif, Adnan mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap kondisi aktual kaderisasi yang dinilainya telah mengalami pergeseran nilai secara signifikan.
“Saya kecewa ketika melihat kaderisasi yang seharusnya menjadi tempat pembentukan nilai, justru berubah menjadi alat politik praktis. Bahkan ironisnya, ini datang dari alumni yang seharusnya membimbing kami,” ungkap Adnan.
Menurutnya, ruang kaderisasi kini lebih banyak diwarnai oleh politisasi internal, bukan penguatan nilai-nilai perjuangan Islam dan intelektualisme. Ia menyoroti peran sejumlah alumni yang bukan lagi membina, melainkan mendorong agenda-agenda pragmatis demi melanggengkan pengaruh di lingkaran organisasi.
“Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan kaderisasi menjadi panggung perebutan pengaruh. Apalagi jika kader yang belum matang justru digiring untuk mendukung elite alumni tertentu. Ini bukan ruh HMI yang sesungguhnya,” tegasnya.
Adnan menilai bahwa kondisi ini menyebabkan polarisasi tajam di tubuh organisasi, bahkan menciptakan fenomena kader pesanan — kader yang diarahkan untuk tujuan tertentu sejak awal proses pengkaderan, bukan karena kapasitas atau komitmen pada nilai-nilai himpunan.
Akibatnya, muncul kebingungan ideologis di level bawah. Banyak kader muda kehilangan arah karena tidak mendapatkan pembinaan yang utuh dan konsisten. Penguatan nalar kritis — yang seharusnya menjadi napas utama HMI — justru tergantikan oleh intrik struktural yang membingungkan dan kontraproduktif.
“Ruang kaderisasi harus dikembalikan kepada niat awalnya: membentuk insan cita. Jika tidak, maka kader HMI hanya akan menjadi alat kekuasaan, bukan pemegang nilai,” tutup Adnan.
Pernyataan Adnan mencerminkan keresahan yang kini mulai mengemuka di kalangan kader akar rumput. Evaluasi terhadap praktik kaderisasi yang sarat kepentingan mendesak dilakukan oleh seluruh unsur, termasuk alumni yang selama ini berperan sentral dalam pembinaan.
Kaderisasi yang terpolitisasi bukan hanya menghambat lahirnya pemimpin masa depan berintegritas, tetapi juga mengikis marwah HMI sebagai organisasi kader yang telah melahirkan tokoh-tokoh besar bangsa.