Ruang Literasi
Kebijakan Yang Bener dan ‘Pener’ (Tanggapan Terhadap Gusdurian Gorontalo)
Published
6 years agoon
Muhammad Makmun Rasyid
Dewan Ahli Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Gorontalo; Fouder The Centre for Indonesian Crisis Strategic Resolution (CICSR); Direktur Litbang Pesantren Investa Cendekia Amanah; Direktur ID-Republikan
Gorontalo kembali ‘diributkan’ oleh tanggapan Koordinator Gusdurian Gorontalo, Djemi Radji. Secara pribadi, saya tidak mengenal dirinya. Maka tulisan ini saya rasa tanggapan objektif dari saya, sebagai praktisi atas topik yang sedang dipermasalahkan: “beasiswa menghafal Qur’an”.
Saya kuliah S1 berkat hafal 30 juz. Saya mendapatkan beasiswa penuh, tanpa pungutan apapun; dari pendidikan sampai penginapan. Strata dua saya pun demikian. Berkat menghafal, kucuran dana untuk studi pendidikan diselesaikan oleh orang-orang yang baik hati. Mengapa perlu saya buka dengan pengalaman pribadi? Saya ingin bertanya secara to the point pada Djemi; “bisakah mencarikan saya seorang penghafal Qur’an 30 juz dari Gorontalo sebanyak 10 orang?”. Saya yakin, tidak akan bisa mendapatkan sebanyak itu. Maka wajah kala MTQ untuk bidang 10 sampai 30 juz, berputar-putar saja. Produk kita minim.
Korelasinya apa dengan pernyataan sikap Gusdurian? Sederhana. Kebijakan yang dibuat rektor, hemat saya, dalam rangka memupuk para penghafal al-Qur’an yang akademisi, berwawasan dan berpengetahuan luas, dan memiliki kecakapan dalam ilmu umum atau sejenisnya. Dia tidak saja sedang diproyeksikan menjadi “ilmiah yang amaliah, tapi amaliah yang ilmiah”. Karena para penghafal di Indonesia banyak, tapi yang akademisi Anda bisa hitung jari. Ini sebuah kemirisan, tidak saja di Gorontalo, tapi di Indonesia. Oleh karena itulah, kampus-kampus ternama di Indonesia membuat kebijakan yang sama dengan Rektor UNG tentang beasiswa menghafal Qur’an, dengan syarat hafalan dan ketentuan yang beragam.
Apakah diskriminatif? Tunggu dulu. Anda jangan terburu-buru sebelum memegang data dan mengetahui dunia penghafal Qur’an. Gorontalo, secara jelas, “miskin” akan penghafal Qur’an. Maka banyak pejabat dan praktisi yang bertemu dengan saya atau diwacanakan oleh orang-orang tertentu agar menghafal Qur’an di Gorontalo digalakkan kembali. Salahkah? Tidak. Jika tidak dipikirkan, maka generasi Qur’ani (dalam aspek luas) akan habis. Generasi Qur’ani itu dimulai dari wilayah menghafal Qur’an sampai yang mengamalkannya. Artinya, menarik sebuah pembicaraan bahwa yang penting mengerti Qur’an itu juga salah. Karena banyak yang bisa menafsirkan, tapi tidak memiliki sanad dan tali sambungan kepada mufassir yang otoritatif. Sebagai praktisi Qur’an, barang tentu sanad itu saya cari kemana saja.
Kebijakan Yang ‘Pener’
Benar belum tentu ‘pener’, tapi ‘pener’ sudah pasti bener. ‘Pener’ disini bermakna “bijaksana”. Dari mana kita tau, kebijakan itu bijaksana? Anda bisa baca di SK “Mekanisme Penerimaan MABA Seleksi Jalur Seleksi Mandiri Berbasis Prestasi Unggul UNG” pada bagian “persyaratan khusus”. Disana jelas dikatakan, yang maksudnya, seseorang yang hafal Qur’an dan ingin masuk ke kedokteran, maka dia tetap mengikuti prosedur yang mengikat. Karena program ini jelas berbeda dengan program studi ilmu politik, sosiologi, ekonomi dan lain sebagainya. Artinya, masih ada pengecualian, yang dalam bahasa kitabnya; segala sesuatu itu “mustatsnayat”-nya.
Di samping itu pula, coba kita lihat redaksi lengkapnya: “Keahlian/kemampuan luar biasa atau prestasi luar biasa lainnya yang dibuktikan dengan sertifikat atau surat keterangan dari lembaga resmi”. Redaksi ini bukan barang mudah didapatkan di Gorontalo. Sepengetahuan saya, surat resmi dalam kaitannya penghafal Qur’an adalah “syahadah”. Jika saya ibaratkan seperti saya, saya memiliki “syahadah” (ijazah) resmi yang harus saya dapatkan melalui ujian “membaca 30 juz tanpa melihat selama sehari semalam”, kemudian diikuti ijazah umum dari sebuah pesantren Tahfidzul Qur’an.
Anda bayangkan perjuangan penghafal Qur’an. Menghafalnya saja butuh perjuangan dan pengorbanan, apalagi mendapatkan ijazah resmi yang silsilahnya sampai ke Nabi Muhammad SAW. Maka wajar, keputusan rektor itu tidak menjelaskan kata “resmi” secara lugas.
Lebih-lebih para penghafal Qur’an di Gorontalo itu banyak yang tidak memiliki ijazah Qur’an resmi, seperti yang ideal yang saya katakan di atas. Masihkah Anda mengatakan itu diskriminatif? Baiklah. Saya akan tanggapi beberapa poin Anda dari sikap yang tercantum dalam laman Facebook.
Pertama, “kampus peradaban”. Salah satu aspek kampus peradaban itu apa? Tolak ukurnya dan parameternya apa?. Mari kita bicara tentang Gus Dur dalam aspek ini. Kita sepakat bahwa Gus Dur merupakan oase di tengah dahaga akan pikiran-pikiran yang segar dan otentik. Ia obat segala zaman dan ruang. Oleh karena itu, yang dibumikan Gus Dur kemudian adalah “pluralisme sosiologis” bukan “pluralisme teologis”.
Saya kerap mengibaratkan Gorontalo sebagai berandanya Madinah, kota sucinya umat Islam, sekaligus kota penerang dan pencerah bagi masyarakat yang membutuhkannya. Sebagai berandanya Madinah, maka Gorontalo harus memiliki konsep “reformasi bumi” sebagaimana yang tertuang dalam Qur’an. Reformasi bumi menghendaki adanya sebuah perbaikan menuju masyarakat yang religius, dibutuhkan semangat beragama yang baik dan perwujudan konsepsi kesejahteraan dan berkeadilan. Perkembangan alam semesta, termasuk di dalamnya tumbuh kembangnya ekonomi dan upaya mensejahterakan harus mellibatkan agama sebagai panduan dasarnya. Dalam kajian antropologi budaya, agama sangat memainkan peranan untuk menentukan keadaan dunia yang stabil. Aspek duniawi dan ukhrawi bersatu padu saling memperkuat.
Konstelasi dan peran agama itu salah satunya, peningkatan mutu daya para penghafal al-Qur’an, dari yang sekedar menghafal menuju kepada pemahaman dan pengkajian mendalam. Selama ini, al-Qur’an selalu diorientasikan hanya pada hal-hal ibadah, tapi sejatinya al-Qur’an memuat segala ilmu pengetahuan. Dan harus dijelaskan dari segi sains dan teknologi. Dengan demikian, para penghafal al-Qur’an yang mendapatkan beasiswa di UNG akan mampu menjelaskan bidang dan keahliannya dengan menyambungkan pada al-Qur’an.
Dalam aspek sosiologi Gorontalo pula, ia daerah berpenduduk mayoritas Muslim. Maka kebijakannya akan banyak mengenai umat Islam. Bagaimana agama lainnya? Dalam masalah beasiswa UNG, ia diikat oleh redaksi lain, seperti yang tertuang dalam “persyaratan khusus”. Kenapa menghafal Qur’an? Jika Anda punya jawaban selain Muslim di Gorontalo yang hafal (sekali lagi, hafal yah, bukan memahami) kitabnya, Anda bisa ajukan untuk dipertimbangkan pihak kampus. Saya menyakini sulit, maka redaksi untuk agama lain adalah prestasi luar biasa lainnya dengan tanpa mengurangi eksistensi penganut agama lainnya. Inilah pluralisme sosiologis dalam pemaknaan kebijakan.
Kedua, “berpotensi diskriminatif”. Lagi-lagi narasi ini kerap dimainkan oleh mereka-mereka yang menggunakan teori “demonisasi” atau orang yang membajak pikiran orang lain dengan keterwakilan dirinya. Padahal belum tentu demikian! Sikap demonisasi ini juga kerap menghinggapi orang-orang yang insecure, akibat keterkejutannya berinteraki dengan alam sekitarnya. Maka reaksi kebijakan yang dianggap berpotensi diskriminatif pun tidak bisa dilepaskan dari lata belakang penulisnya. Dalam aspek dan dunia religius pun banyak kita jumpai. Dimana orang-orang yang merasa memiliki missi suci dan ingin menyelamatkan bumi dari kebobrokan moralitas. Misalnya, Sayyid Qutb dalam kitabnya Ma’alim fi al-Thariq. Penulisan kitab ini dihantui teori demonisasi yang menyisipkan setiap diksinya agar orang takut pada kebijakan dari Barat. Dari sini bisa dipahami bahwa umumnya orang yang menggunakan teori itu bukan sebab kebenaran yang diutarakannya, melainkan sebagai signal pembeda dirinya dari yang lain; “saya” dan “dia”.
Ketiga, “beasiswa penghafal”. Beasiswa ini telah bergulir lama di Indonesia, dan UNG bukan yang pertama kalinya. Kenapa baru dipermasalahkan? Saya kurang lebih telah mengelilingi 100-an kampus di seluruh Indonesia. Dan dengan mudah saya bisa menjumpai beasiswa serupa. Karena ini tidak saja terjadi di Indonesia tapi dunia. Jadi diksi “diskriminasi” bukan diksi yang tepat untuk diajukan ke pihak UNG. Jika bicara sejarah kampus di Indonesia, kenapa KH. Hasyim Muzadi membuat kampus “Sekolah Tinggi Kulliyatul Qur’an Al-Hikam” di Depok. Karena banyak penghafal Qur’an di Indonesia ini tergolong dari keluarga yang berada di kelas menengah ke bawah. Sebab itulah, KH. Hasyim Muzadi menggratiskan kampusnya dengan syarat hafal 30 juz. Apakah diskriminasi? Tidak. Justru pemerintah mendorong terwujudnya kampus sejenis. Dan masjid kampus ini dihadiri langsung oleh Gus Dur.
Keempat, “kampus merdeka”. Saya tidak memahami korelasi antara kebijakan beasiswa menghafal dengan “kampus merdeka dalam paradigma Kemendikbud RI”. Jika menggunakan paradigma Mendikbud Nadiem, tolak ukur kampus merdeka ada empat: otonomi pembukaan program studi baru untuk PT; reakreditasi PT dan Prodi; mahasiswa bebas belajar dan syarat PTN-BH dipermudah. Marilah kita perluas lagi bahasan “kampus merdeka”. Setidaknya kebijakan “merdeka di PT” itu kaitannya dengan upaya kampus mendorong proses pembelajaran yang otonom dan fleksibel demi terciptanya inovasi dan kreatifitas seorang dosen dalam mengajar.
Dengan demikian, harapannya kepada Gusdurian untuk lebih fokus ke tupoksinya. Dan jangan sampai, Anda lebih Gus Dur dari Gus Dur itu sendiri, dan berpayung di bawah narasi “ejawantah pemikiran Gus Dur”. Maksudnya, membela agama lain tidak berarti “menihilkan” jerih payah orang-orang yang ingin menghidupkan semangat beragama di internal Islam. Kebijakan yang dikeluarkan oleh UNG, hemat saya, sudah mewadahi seluruh agama-agama dan kelompok di Gorontalo dengan ikatan narasi yang berbeda-beda. Berbeda halnya, jika ada penganut non-Muslim dan dia hafal Injil atau kitab sucinya, kemudian ditolak oleh UNG. Maka kita perlu mengkritik kebijakan itu dan mengatakan bahwa itu diskriminatif. Sekian!
You may like
Oleh: Asral Kelvin
Akademisi Fakultas Ekonomi IAIN Gorontalo
Saya ingin memulai tulisan ini dengan satu pertanyaan sederhana: apa salahnya membuat rakyat tersenyum?
Sebab, salah satu penghargaan tertinggi bagi seorang pemimpin adalah ketika rakyatnya tersenyum—bukan karena basa-basi, tetapi karena benar-benar merasakan kebijakan yang berpihak pada kehidupan mereka.
Beberapa waktu terakhir, saya memperhatikan perdebatan hangat soal pemanfaatan trotoar di Jalan Eks Panjaitan (kini Jalan Nani Wartabone) oleh para pelaku UMKM. Saya tidak hendak masuk dalam ranah hukum, karena itu bukan keahlian saya. Namun sebagai akademisi ekonomi, izinkan saya berbicara tentang perputaran uang, geliat ekonomi rakyat, dan peluang wisata kuliner kota.
⸻
1. Mengapa Harus Jalan Nani Wartabone?
Lokasi ini adalah salah satu kawasan paling hidup di Kota Gorontalo. Dalam teori ekonomi, keramaian adalah magnet utama perputaran uang.
Mari kita lihat secara sederhana: bila dalam satu malam saja kawasan ini dikunjungi 200 orang, dan masing-masing membelanjakan Rp50.000 untuk menikmati kuliner lokal, maka terjadi perputaran uang sebesar Rp10 juta hanya dalam satu malam.
Itu baru dari pembeli kuliner. Belum dari parkir, minuman, jasa musik, dan lain-lain. Artinya, trotoar yang hidup bukan hanya ruang ekonomi kecil, tetapi denyut ekonomi kota.
Jika 200 pelaku UMKM bisa tersenyum karena dagangannya laku, maka sesungguhnya ada 200 senyuman rakyat untuk pemimpinnya.
⸻
2. Adakah Kota di Dunia yang Membiarkan Trotoar untuk UMKM?
Banyak.
Mari lihat ke Bangkok, Thailand, tepatnya di Jalan Yaowarat—ikon kuliner jalanan paling populer di Asia Tenggara. Para pedagang memenuhi badan jalan dan trotoar, namun tidak menjadikan Bangkok kota yang semrawut. Sebaliknya, Yaowarat menjadi magnet wisata kuliner dunia, dikunjungi ribuan orang setiap malam.
Para wisatawan justru datang untuk menikmati streetfood itu—bukan menghindarinya.
⸻
3. Di Indonesia, Apakah Ada Contohnya?
Ada, bahkan sangat ramai.
Cobalah telusuri Jalan Pancoran, Glodok – Jakarta Barat. Di sana, trotoar telah menjadi ruang kreatif UMKM. Ada pedagang bakso viral yang antreannya mengular, ada pula aneka jajanan yang diulas oleh konten kreator nasional.
Artinya, ruang kecil di trotoar bisa menjadi panggung ekonomi besar bila diatur dengan baik. Tak sekadar tempat jualan, tapi juga destinasi wisata kuliner urban.
Apakah itu mungkin di Gorontalo? Saya percaya bisa.
⸻
4. Bayangkan Jika Itu Terjadi di Kota Gorontalo
Bayangkan ketika penerimaan mahasiswa baru Universitas Negeri Gorontalo tiba. Jalan Nani Wartabone menjadi salah satu destinasi utama—ramai, bersih, teratur, dan penuh aroma kuliner lokal.
Di sana bukan hanya makanan yang dijual, tapi cerita dan kebanggaan lokal.
Para wisatawan, mahasiswa, hingga warga luar daerah akan mengenal Gorontalo bukan hanya lewat Danau Limboto atau Benteng Otanaha, tapi juga lewat senyum para pedagang di trotoar Nani Wartabone.
⸻
Penutup: Antara Harapan dan Kolaborasi
Saya tidak sedang menggurui, dan saya tidak berpihak pada siapa pun. Saya mencintai Pak Gubernur dan Pak Wali Kota sebagai dua khalifah yang sedang berjuang untuk Gorontalo.
Saya hanya berharap, suatu hari keduanya bisa duduk bersama, membicarakan bagaimana mewujudkan kawasan ekonomi rakyat yang sekaligus menjadi ikon pariwisata kota.
Jika Thailand memiliki Jalan Yaowarat,
dan Jakarta memiliki Jalan Pancoran,
maka Gorontalo layak memiliki Jalan Nani Wartabone sebagai simbol ekonomi kreatif dan senyum rakyat yang hidup.
Sebab, pada akhirnya —
pembangunan bukan hanya soal beton dan gedung tinggi,
tapi tentang bagaimana rakyat bisa tersenyum dengan perut yang kenyang dan hati yang tenang.
Kolaborasi antara ilmuwan Jepang dan Amerika Serikat melahirkan sebuah penelitian luar biasa yang mengguncang dunia sains. Para peneliti dari Toho University di Jepang bersama tim NASA berhasil memprediksi kapan kehidupan di Bumi akan berakhir. Berdasarkan simulasi menggunakan superkomputer berdaya tinggi, manusia dan seluruh makhluk hidup diperkirakan akan lenyap ketika planet ini tidak lagi mampu menopang kehidupan.
Penelitian ini berjudul The Future Lifespan of Earth’s Oxygenated Atmosphere, yang menyoroti keterkaitan antara umur Bumi dan evolusi Matahari. Dalam miliaran tahun ke depan, Matahari diprediksi terus memanas dan melebar, menjadikan lingkungan Bumi semakin panas dan tidak bersahabat.
Menurut hasil dari 400.000 simulasi, para ilmuwan memperkirakan Bumi akan benar-benar tidak bisa dihuni pada tahun 1.000.002.021. Pada waktu itu, suhu permukaan bumi akan mencapai titik ekstrem, samudra-samudra akan menguap, dan atmosfer secara bertahap menipis hingga tidak ada satu pun mikroorganisme yang bisa bertahan hidup.
Namun, kehidupan manusia tampaknya tidak akan mencapai sejauh itu. Simulasi menunjukkan peningkatan intensitas radiasi dari Matahari dapat mempercepat perubahan iklim dan atmosfer, menyebabkan suhu global naik drastis dan kadar oksigen menurun jauh sebelum waktu tersebut.
Pemimpin penelitian, Kazumi Ozaki, mengungkapkan:
“Selama bertahun-tahun, masa hidup biosfer di Bumi telah didiskusikan berdasarkan peningkatan kecerahan Matahari yang stabil.”
Ia menambahkan bahwa sebelumnya ilmuwan memperkirakan kehidupan di Bumi masih punya waktu dua miliar tahun lagi, tetapi model terbaru justru menunjukkan masa itu bisa terpotong setengahnya. Dalam tulisannya, Ozaki menegaskan:
“Jika benar, seseorang bisa memperkirakan bahwa tingkat O₂ atmosfer juga pada akhirnya akan menurun di masa depan yang jauh.”
Para ilmuwan NASA menjelaskan bahwa proses tersebut merupakan bagian alami dari evolusi bintang. Namun, aktivitas manusia mempercepat sejumlah efek yang semestinya terjadi jutaan tahun lagi. Data NASA Goddard Institute (2024) menunjukkan intensitas aktivitas Matahari meningkat sekitar 10% setiap satu miliar tahun, menyebabkan peningkatan suhu jangka panjang dan tekanan terhadap sistem biosfer planet.
Media besar seperti The Guardian dan National Geographic juga menyoroti fakta bahwa pemanasan global buatan manusia memperburuk proses alami ini. NOAA melaporkan bahwa tahun 2024 mencatat suhu global tertinggi sejak pengamatan dimulai, mempercepat pelelehan es di kutub dan menurunkan kestabilan atmosfer — tanda bahwa perubahan iklim kini bukan sekadar proyeksi masa depan, melainkan realitas.
Meskipun akhir Bumi diperkirakan baru akan terjadi sekitar satu miliar tahun lagi, para ilmuwan menegaskan bahwa dampaknya sudah terasa. “Selama kita sempat memainkan GTA 6, belum perlu panik,” tulis artikel tersebut dengan nada humor, namun di baliknya tersimpan peringatan serius: planet ini sedang kehilangan keseimbangan, dan waktu untuk bertindak semakin sempit.
Gorontalo
Warga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
Published
1 week agoon
20/10/2025
Warganet Gorontalo saat ini masih terus berdebat tentang penggunaan trotoar sebagai tempat berjualan UMKM. Di saat yang sama, pasar sentral Kota Gorontalo yang selesai direnovasi tiga tahun yang lalu hingga saat ini justru masih sepi pembeli. Di tengah permasalahan ini, seorang warga Kota Gorontalo menawarkan konsep yang selain dapat memfasilitasi UMKM, juga memaksimalkan fungsi dari gedung modern Pasar Sentral. Berikut tulisannya:
Revitalisasi Ikon Kota: Mengubah Pasar Konvensional Menjadi Pusat Kreativitas dan Berkumpulnya Anak Muda Gorontalo Melalui Strategi Dual-Fungsi
Oleh: N. Syamsu Panna (Warga Kota Gorontalo)
Pasar Sentral Kota Gorontalo, yang menyimpan potensi strategis di jantung kota, kini menghadapi tantangan berupa penurunan jumlah pengunjung pasca-renovasi. Bangunan modern yang seharusnya menjadi magnet baru justru ditinggalkan oleh pedagang. Situasi ini memerlukan solusi inovatif dan berani: Alih fungsi sebagian besar area menjadi GORONTALO YOUTH CENTER yang modern, sekaligus mempertahankan sebagian area di belakang sebagai pasar tradisional melalui strategi Dual-Fungsi.
Rencana alih fungsi ini bukan sekadar mengganti fungsi bangunan, melainkan sebuah strategi transformatif untuk merevitalisasi aset kota dan menjadikannya mesin penggerak ekosistem pemuda dan ekonomi rakyat Gorontalo.
Keunggulan Transformasi dengan Strategi Dual-Fungsi
Strategi ini membagi kompleks pasar menjadi dua zona dengan akses terpisah, menghasilkan keunggulan holistik:
- Lokasi Strategis dan Aksesibilitas
Kompleks Pasar Sentral berada di lokasi yang sudah dikenal publik dan mudah dijangkau. Lokasi premium ini dimanfaatkan untuk memaksimalkan kunjungan, baik untuk kebutuhan modern di Youth Center maupun kebutuhan harian di pasar tradisional. Infrastruktur pendukung seperti jalan dan area parkir yang sudah ada akan dioptimalkan untuk melayani kedua fungsi.
- Konsep One-Stop-Center untuk Milenial dan Gen Z
Area utama diubah menjadi GORONTALO YOUTH CENTER, sebuah pusat terpadu yang memenuhi hampir semua kebutuhan anak muda dalam satu atap:
- Konektivitas & Inovasi: Coworking Space, Pemkot Digital Lounge, dan Internet Center menjadi inkubator informal bagi startup, freelancer, dan mahasiswa.
- Hiburan & Gaming: Game Center (PlayStation, PC games, eSports arena) menjadi daya tarik bagi komunitas gamer lokal.
- Gaya Hidup & Kreativitas: Fashion Center (distro, boutique, barbershop), Art Gallery & Studio, serta Live Music Open Stage menampung industri kreatif dan local brand Gorontalo.
- Wadah Event dan Kebutuhan Fisik
Keberadaan Convention Hall menjadi salah satu keunggulan untuk penyelenggaraan event skala lokal, seperti pameran, workshop, atau seminar. Sementara itu, fasilitas Fitness Center dan Futsal memfasilitasi gaya hidup sehat dan kegiatan olahraga.
- Penguatan Ekonomi Lokal: Modern dan Tradisional
Strategi Dual-Fungsi memastikan ekonomi rakyat Gorontalo tetap terlindungi dan terintegrasi:
- Fokus Modern: Food Court (cafe, resto, UMKM snacks store) di Youth Center membuka peluang bagi UMKM baru dengan fokus kekinian.
- Fokus Tradisional: Bangunan di bagian belakang tetap difungsikan sebagai pasar ikan dan sayur dengan akses terpisah. Hal ini mempertahankan urat nadi ekonomi bagi kelompok pedagang tradisional dan memenuhi kebutuhan harian ibu-ibu rumah tangga, memastikan revitalisasi tidak memarjinalkan pedagang lama.
- Menciptakan Kunjungan Silang dan Sinergi Fungsi
Meskipun aksesnya terpisah, keberadaan dua fungsi yang berbeda di satu kompleks menciptakan potensi kunjungan silang (cross-traffic). Pengunjung pasar tradisional mungkin tertarik mampir ke Food Court, sementara UMKM makanan di Youth Center dapat membeli bahan baku segar langsung dari Sentra Niaga Segar di belakang. Pemisahan akses yang tegas (separate entry) juga berfungsi untuk mencegah bau dan kondisi basah khas pasar tradisional bercampur dengan atmosfer modern dan kering di Youth Center, sekaligus mempermudah penetapan zona kebersihan yang ketat.
- Sinergi antara Pemerintah dan Komunitas
Fasilitas Pemkot Digital Lounge dan Government Information Center menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendekatkan layanan publik dan program sosialisasi pada generasi muda.
Memaksimalkan Keramaian
Untuk memastikan Youth Center dan Sentra Niaga ini terus ramai dan relevan, diperlukan program dan inisiatif berkelanjutan, termasuk pemanfaatan teknologi dan ruang publik secara maksimal:
- Pemanfaatan Jembatan Toko sebagai Visual Hub Kota: Jembatan toko yang terletak di bagian depan bangunan akan dioptimalkan dengan pemasangan Videotron besar di kedua sisinya. Pemanfaatan ini memiliki fungsi ganda:
- Pendapatan Daerah: Penayangan iklan komersial secara strategis akan menjadi sumber pendapatan daerah yang signifikan.
- Public Entertainment: Videotron ini ideal digunakan untuk nonton bareng (nobar) saat ada event sepak bola nasional maupun internasional. Pemasangan di kedua sisi jembatan toko memungkinkan penonton duduk di area yang berlawanan, memfasilitasi pemisahan supporter atau komunitas yang berbeda. Hal ini akan menambah keseruan, mencegah gesekan, dan menciptakan suasana nobar yang unik dan bersemangat di ruang publik yang nyaman.
- Penyelenggaraan Event Rutin Tematik: Mengadakan event mingguan/bulanan seperti Community Meet-up Day, Turnamen eSports lokal, Creative Workshop (fotografi, coding), atau Youth Talkshow dengan memanfaatkan Convention Hall dan Live Music Open Stage untuk membangun loyalitas komunitas.
- Dukungan Ekonomi Kreatif dan Start-up: Menyediakan area Pop-Up Booth gratis/murah yang dapat disewa harian oleh start-up atau UMKM untuk menguji pasar produk/layanan mereka, sehingga memberikan variasi baru bagi pengunjung dan mendukung inovasi bisnis.
- Kemitraan Kuat dengan Institusi Pendidikan: Menawarkan Coworking Space sebagai tempat student project, atau menjadikan Mini Theatre dan Convention Hall sebagai lokasi kuliah umum/seminar, untuk memastikan kunjungan rutin dari segmen akademisi dan pelajar.
- Program Kolaborasi Dua Fungsi: Mewajibkan Food Court di Youth Center untuk memprioritaskan pembelian bahan baku segar dari pasar ikan dan sayur di belakang. Selain itu, berikan pelatihan kebersihan dan packaging modern bagi pedagang pasar tradisional yang diselenggarakan di fasilitas Youth Center.
- Infrastruktur Digital Premium: Sediakan Layanan Free WiFi Berkecepatan Tinggi di seluruh area, terutama di Coworking Space dan Game Center, sebagai daya tarik utama bagi digital nomad dan gamer.

Desain Denah Dual-Fungsi Pasar Sentral Kota Gorontalo (N. Syamsu Panna)
Kesimpulan
Alih fungsi Pasar Sentral Kota Gorontalo melalui strategi Dual-Fungsi adalah langkah strategis. Strategi ini mengubah tantangan (pasar yang sepi) menjadi solusi (pusat kegiatan terintegrasi), sekaligus memberikan ruang yang layak bagi generasi muda untuk berkarya dan memastikan keberlanjutan ekonomi rakyat tradisional. Dengan pemanfaatan ruang vertikal dan teknologi seperti Videotron di jembatan toko sebagai sumber pendapatan dan hiburan publik, kompleks ini akan menjadi simbol modernisasi Gorontalo yang dinamis, menjadikannya pusat perkotaan yang holistik dan berkelanjutan.
Tak Main-Main, Jepang Kembali Incar Kakao Pohuwato
Warga Menentukan, Uji Coba One Way Jalan H.B. Jasin Masih Dievaluasi
Malu dan Tidak Layak, Ratusan Warga Kepahiang Mundur dari Penerima Bansos Setelah Rumah Dipasangi Stiker Keluarga Miskin
Dulu Sepi, Kini Pasar Sentral Gorontalo Jadi Tempat Nongkrong Hits
Terungkap! Hotel Jadi Saksi Bisu Drama Perselingkuhan Polwan dan Ketua Fraksi DPRD Blitar
Menggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
Mabuk Picu Aksi Brutal, Iptu di Pohuwato Bacok Bripka Hingga Luka Parah
Warga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
Dukung Palestina, Bandar Besar Ganja Maroko Boikot Pengedar Narkoba Israel
Skandal Miras Berujung Pembacokan, Pemuda Pohuwato Tantang Kapolres Ambil Sikap Tegas
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo1 month agoDiusir Pemprov Saat Rakor, Kwarda Pramuka: “Kami yang Inisiasi Rapat, Kok Kami yang Tidak Dikasih Masuk?”
-
News3 weeks agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo1 month agoDugaan Pungli di SPBU Popayato, Kasmat Toliango Menantang Pihak Direktur untuk Lapor Polisi
-
Daerah3 months agoDPD Partai Gerindra Provinsi Gorontalo Serahkan Bantuan Kemerdekaan RI ke-80 ke Panti Asuhan di Tiga Wilayah
-
Gorontalo3 months agoDPD Gerindra Provinsi Gorontalo Bagikan 1000 Bendera Merah Putih untuk Warga
-
Advertorial2 months agoProf. Eduart Wolok Tegaskan UNG Siap di Garis Depan Lawan Kemiskinan Ekstrem
-
Gorontalo2 months agoTerendus Batu Hitam Ilegal Menuju Pelabuhan Pantoloan Palu, Otoritas Pelabuhan & APH Diminta Bertindak
-
Advertorial1 month agoSkorsing dan Sanksi Berat untuk MAPALA UNG: Temuan Kasus Meninggalnya Mahasiswa
