Connect with us

Gorontalo

Literasi dan Sastra untuk Kemajuan Bangsa

Published

on

Oleh: Zulkifli Tanipu, S.Pd., MA, Ph.D.

Tingkat Literasi, Budi Bahasa, dan Kualitas Sastra sangat berpengaruh terhadap kemajuan peradaban. Bangsa yang beradab, maju, inovatif, dan demokratis adalah bangsa yang memiliki tingkat literasi, bahasa, dan sastra yang maju dan berkualitas.

Peradaban yang maju ini hanya bisa dimulai melalui tradisi membaca yang terus dikembangkan. Tradisi membaca merupakan salah satu kunci untuk memajukan peradaban bangsa.

Akan tetapi, tradisi membaca di Indonesia seakan stagnan di Indonesia. Hasil penghitungan Indeks Literasi membaca atau Alibaca memperlihatkan bahwa angka rata-rata Indeks Alibaca Nasional masuk dalam kategori aktivitas literasi rendah, yaitu berada di angka 37,32.

Padahal, di Eropa, tradisi membaca ini terus dipelihara lewat kebiasaan membaca reading habit di dalam keluarga dan sekolah serta komunitas membaca reading society.

Jika kita ingin secepat-cepatnya memajukan peradaban Indonesia maka satu-satunya jalan adalah memperbaiki kebijakan dan pendekatan kita terhadap literasi, dan tentu saja sastra menjadi motor utama.

Jika kita telaah ke belakang, para pendiri bangsa memiliki tingkat literasi tinggi. Bahkan, para pendiri bangsa kita adalah sastrawan. Para Founding Father kita mampu menggerakkan massa serta mampu menyatukan bangsa melalui narasi-narasi besar, jelas, dan punya daya pikat atau magnet yang kuat.

Kekuatan narasi yang disampaikan tentu adalah hasil dari tingkat literasi dan apresiasi terhadap sastra yang tinggi.

Lebih lanjut, perkembangan digital saat ini menunut penyesuaian di berbagai bidang. Hal ini tentu berlaku pula untuk Literasi dan Sastra. Upaya peningkatan literasi dan apresiasi satra pada era digital harus menyesuaikan dengan media sebagai alat penyampai konten atau pesan.

Saat ini, Sebagian besar masyarakat Indonesa yang berusia 10 tahun ke atas cenderung menyukai media digital audio-visual dibanding media lain seperti koran dan buku sebagai alat pembelajaran sastra.

Untuk itu, pola pengajaran sastra dan upaya peningkatan literasi di Indonesia wajib bermigrasi ke model Audio Visual, yaitu dengan memanfaatkan IT dan sosial media.

Sastra yang ada saat ini harus diproduksi menyesuaikan dengan calon pembaca generasi tiktok. Konten-konten Sastra yang akan disampaikan harus dalam bentuk digital. Kontennya bisa dibuat lewat video cerita atu pun audio book sehingga lebih mudah dipelajari oleh para calon pembaca sastra.

Sastra harus diajarkan sejak masa kanak-kanak dan harus selalu jadi bagian dalam proses edukasi di semua jenjang pendidikan. Pembelajaran sastra harus bisa terintegrasi dengan mata pelajaran lain agar proses pembelajaran di kelas menjadi lebih menyenangkan dan tidak terasa seperti sedang belajar.

Dalam kajian Psycholinguistics, membaca sangat besar dampaknya untuk cognitive competence. Membaca menjadi alat meningkatkan kecerdasan. Jadi paparan dari bahan bacaan yang berkualitas akan sangat mempengaruhi perilaku kita, dan perilaku akan mempengaruhi budaya, dan budaya akan membentuk peradaban manusia.

Untuk meningkatkan minat membaca, kita juga perlu meningkatkan kualitas, ketersediaan, dan akses sumber belajar yang ada. Perpustakaan dan taman baca harus berkualitas, bukan hanya bangunannya yang bagus dan baru, tetapi isinya harus lengkap, terbaru, bisa mengakses sumber dari seluruh dunia, dan harus nyaman.

Perpustakaan harus memiliki akses website ke semua kampus ternama. Pemerintah juga harus dapat berkolaborasi secara positif dengan para pegiat sastra (co-creator). Dengan adanya kolaborasi yang baik tentu saja kita dapat memajukan bangsa agar tidak tertinggal dengan negara maju lainnya.

Pada gilirannya, jika semua upaya ini dilakukan secara bersama-sama dan berkelanjutan maka upaya memajukan peradaban bangsa akan mencapai hasil yang kita inginkan bersama.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Gorontalo

JIKA 100 TAHUN LAGI ORANG MENCARI GORONTALO 2025

Published

on

Penulis Zulfikar Tahuru ( Politisi Muda Gorontalo)

Gorontalo – Seratus tahun lagi, ketika orang ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di Gorontalo pada 2025, mereka barangkali tidak akan membuka laporan tahunan pemerintah daerah atau risalah rapat yang tersimpan rapi di arsip negara.

Mereka justru akan membuka jejak digital, potongan video pendek, unggahan media sosial, dan rangkaian komentar yang pernah memenuhi media sosial. Dari sana, mereka akan menemukan satu pola penting. Gorontalo 2025 adalah potret kecil negara yang sedang belajar hidup di tengah derasnya arus viralitas.

Tahun itu, berbagai peristiwa terjadi. Sebagian berdampak pada kebijakan, sebagian lain bersifat personal. Namun hampir semuanya memperoleh perhatian publik bukan karena prosesnya, tapi karena tampilannya. Kamera ponsel kerap lebih menentukan arah percakapan publik dibandingkan mekanisme formal yang tersedia.

Salah satu contohnya adalah beredarnya video perjalanan dinas anggota dewan yang disertai narasi keras tentang penyalahgunaan anggaran. Frasa yang digunakan menyebar lebih cepat daripada klarifikasi, dan emosi publik bergerak mendahului proses etik yang seharusnya ditempuh. Persepsi terbentuk oleh potongan visual, sementara penjelasan yang utuh datang belakangan.

Dalam konteks lain, sebuah ajang olahraga Gorontalo Half Marathon yang semestinya menjadi ruang kebersamaan, justru memunculkan perdebatan mengenai simbol dan representasi. Perhatian publik bergeser dari prestasi peserta ke persoalan nama yang tercantum pada medali. Olahraga, identitas, dan politik bertemu dalam ruang yang sama, dipercepat oleh media sosial.

Di Gorontalo Utara, sebuah video singkat menampilkan ekspresi seorang anggota legislatif yang kemudian dikenal sebagai “bibir viral”. Potongan visual itu beredar luas, memicu ejekan dan penilaian personal. Dalam hitungan jam, ekspresi wajah mengalahkan diskusi mengenai kinerja dan tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Di titik inilah publik sering lupa: demokrasi tidak pernah dirancang untuk bekerja secepat media sosial.

Fenomena tersebut menandai pergeseran cara publik menilai politik. Anggota DPRD Gorontalo Utara tidak lagi sepenuhnya dinilai melalui kerja legislasi atau keberpihakan anggaran, melainkan melalui momen visual yang kebetulan terekam dan berulang kali diputar.

Yang patut dicermati, sejumlah persoalan sosial dan kekerasan baru memperoleh perhatian serius setelah menjadi viral. Hal ini menunjukkan bahwa atensi publik dan sering kali respons institusi lebih cepat digerakkan oleh popularitas isu dibandingkan oleh mekanisme pelaporan yang sistematis. Keadilan, dalam kondisi tertentu, tampak bergerak mengikuti gelombang perhatian.

Jika seratus tahun lagi Gorontalo 2025 dipelajari, kemungkinan besar bukan daftar peristiwanya yang paling diingat, melainkan cara masyarakat bereaksi. Partisipasi warga meningkat, tetapi kedalaman dialog kerap tertinggal. Semua orang dapat bersuara, namun tidak selalu disertai kesediaan untuk mendengar dan memahami konteks.

Gorontalo tentu bukan satu-satunya daerah yang mengalami hal ini. Apa yang terjadi di sana merupakan miniatur tantangan demokrasi Indonesia di era digital. Media sosial memperluas ruang partisipasi, sekaligus menuntut kedewasaan baru dalam mengelola emosi, informasi, dan penilaian publik.

Seratus tahun ke depan, generasi berikutnya mungkin tidak lagi memperdebatkan siapa yang benar atau salah dalam peristiwa-peristiwa tersebut. Namun mereka akan mencatat satu ciri zaman: pada 2025, demokrasi di banyak tempat dijalankan dalam bayang-bayang viralitas, di mana proses harus berjuang keras untuk tidak dikalahkan oleh potongan gambar. Pertanyaannya bukan seberapa cepat kita bereaksi, melainkan seberapa jauh kita mau berpikir sebelum ikut menyimpulkan.

Continue Reading

Gorontalo

Mengejutkan! Truk Pengangkut Kayu Tanpa Plat Nomor Melintas di Gorontalo Utara

Published

on

NEWS – Dugaan pelanggaran lalu lintas jalan kembali mencuat dari dunia usaha sektor kehutanan di Kabupaten Gorontalo Utara. Sebuah mobil pengangkut kayu gelondongan diduga milik perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tertangkap kamera awak media tengah mengangkut kayu dalam jumlah berlebihan, bahkan tanpa dilengkapi tanda identitas kendaraan berupa plat nomor.

Pantauan langsung Barakati.id pada Sabtu (20/12/2025) menemukan satu unit truk terbuka melintas dengan muatan kayu yang disusun menjulang tinggi, jauh melampaui batas kewajaran dan berpotensi membahayakan pengguna jalan lain. Lebih mencengangkan, kendaraan tersebut sama sekali tidak menggunakan plat nomor, baik di bagian depan maupun belakang.

Mobil bermuatan kayu itu terlihat melintas di wilayah Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo — kawasan yang selama ini dikenal rawan aktivitas pengangkutan hasil hutan. Dugaan pun mengarah pada salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang beroperasi di daerah tersebut.

Keberadaan kendaraan tanpa identitas resmi namun bebas mengangkut hasil hutan menimbulkan tanda tanya besar: bagaimana mungkin aktivitas seperti ini bisa luput dari pengawasan aparat dan instansi terkait?

Saat dikonfirmasi, Manajer perusahaan HTI yang namanya disebut dalam temuan tersebut, Mohamad Wahyu Soebagyo, membantah keras kepemilikan kendaraan dimaksud. Ia menegaskan bahwa pihaknya tidak mengetahui siapa pemilik truk tersebut. Namun, pernyataan itu justru memunculkan kejanggalan baru. Sebab, dalam keterangan yang sama, pihak perusahaan mengakui bahwa kayu yang diangkut itu memang dikirim menuju perusahaan HTI Monano.

Pernyataan tersebut dinilai kontradiktif. Di satu sisi mengaku tidak mengenal kendaraan, namun di sisi lain menyebut tujuan pengangkutan secara spesifik. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya upaya saling lempar tanggung jawab atau bahkan indikasi praktik pengangkutan kayu tanpa izin resmi.

Hingga berita ini diterbitkan, tim Barakati.id masih terus melakukan penelusuran lebih jauh terkait kepemilikan kendaraan, asal-usul kayu, serta kelengkapan dokumen pengangkutan. Tidak menutup kemungkinan, kayu yang diangkut berasal dari sumber ilegal atau hasil pembalakan liar.

Kasus ini kembali membuka luka lama tentang lemahnya pengawasan terhadap lalu lintas hasil hutan di Gorontalo Utara. Publik pun mendesak aparat penegak hukum, Dinas Kehutanan, dan kepolisian untuk tidak menutup mata serta segera melakukan penyelidikan menyeluruh.

Jika benar kendaraan tanpa plat nomor dapat bebas mengangkut kayu dalam jumlah besar, maka hal ini patut dipertanyakan: sejauh mana keseriusan negara dalam menjaga kelestarian hutan dan menindak pelanggaran di sektor kehutanan.

Barakati.id berkomitmen untuk terus mengawal perkembangan kasus ini dan menyampaikan informasi terbaru kepada publik.

Continue Reading

Gorontalo

Dari Gadai hingga Emas: Pegadaian Gorontalo Catat Peningkatan Nasabah hingga 121 Persen

Published

on

Gorontalo – PT Pegadaian (Persero) mencatat pertumbuhan bisnis yang impresif di Provinsi Gorontalo sepanjang tahun 2025. Peningkatan terjadi di hampir seluruh lini bisnis utama, baik dari aspek omzet maupun jumlah nasabah.

Pencapaian tersebut disampaikan oleh Pratikno, Pimpinan Wilayah Pegadaian Kantor Wilayah V yang membawahi Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku Utara, dan Papua (SulutTengGo Malut Papua), dalam kegiatan Ngobrol Santai (Ngobras) bersama awak media di Yulia Hotel Kota Gorontalo, Kamis (18/12/2025).

Menurut Pratikno, produk gadai masih menjadi tulang punggung pertumbuhan Pegadaian di wilayah Gorontalo.

“Untuk produk gadai, kami mencatat omzet sebesar Rp1,64 triliun atau tumbuh 40,81 persen secara year on year (YoY), dengan jumlah nasabah mencapai 126,5 ribu orang atau naik 2,10 persen YoY,” ungkapnya.

Bisnis Mikro dan Emas Tumbuh Konsisten

Tak hanya produk gadai, bisnis mikro Pegadaian Gorontalo juga menunjukkan kinerja positif. Sepanjang tahun 2025, omzet bisnis mikro mencapai Rp92,5 miliar dengan jumlah nasabah sekitar 7,4 ribu orang.

Pertumbuhan signifikan juga terjadi pada bisnis emas. Total gramasi dari seluruh produk emas — baik cicilan, tabungan, maupun deposito — menunjukkan tren peningkatan tajam.

“Untuk produk cicilan emas batangan dan emas digital, total gramasi mencapai 68 ribu gram. Selanjutnya, untuk deposito emas tercatat 7,6 ribu gram dengan 324 nasabah, sedangkan tabungan emas mencapai 55 ribu gram yang melibatkan hampir 30 ribu nasabah,” jelas Pratikno.

Secara keseluruhan, Pegadaian Gorontalo mencatat omzet dari produk emas sebesar Rp165,5 miliar dengan total 16,6 ribu nasabah.

Lonjakan Omzet Capai 207,9 Persen

Pratikno menambahkan, jika seluruh lini bisnis diakumulasi, total pertumbuhan omzet Pegadaian Gorontalo mencapai 207,9 persen (YoY), diiringi kenaikan jumlah nasabah sebesar 121,93 persen.

Menurutnya, pencapaian tersebut merupakan bukti meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap Pegadaian sebagai solusi keuangan yang modern, mudah diakses, dan aman. Transformasi Pegadaian dari layanan gadai konvensional menuju platform finansial digital terintegrasi terbukti mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat di era digital.

“Ke depan, kami akan terus melakukan transformasi melalui digitalisasi layanan, pendekatan yang lebih dekat dengan masyarakat, serta pengembangan inovasi produk. Pegadaian berkomitmen tumbuh secara berkelanjutan bersama masyarakat,” tandasnya.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler