Ruang Literasi
Milenial dan Pahlawan Masa Depan
Published
5 years agoon

Oleh : Fatra Abdullah
Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah,
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Gorontalo
Dalam bidang kemiliteran, tercatat nama Sa’ad bin Abi Waqqasah yang masuk islam ketika berumur 17 tahun. Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 sahabat Rasulullah menulis, Sa’ad adalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Ia ditunjuk menjadi panglima kaum muslim di Irak dalam perang melawan Persia pada masa Khalifah Umar bin Khattab
Pemuda lainnya, Usamah bin Zais, pada usia18 tahun dipercaya Rasulullah untuk memimpin pasukan yang ada di dalamnya yaitu sahabat-sahabat ternama, seperti Abu bakar bin Khattab. Pasukan berhasil dengan gemilang mengalahkan tentara Romawi
Atab bin Usaid diangkat menjadi gubernur Makkah pada usia 18 tahun. Dua khasatria yang membunuh Abu Jahal dalam perang Badar, mu’adz bin Jamuh dan Mu’awwiz bin Afra, juga masih berusia belasan tahun
*Muda dan berilmu*
Di bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, pemuda Anshar yang masuk islam pada usia 11 tahun. Pada masa perang Badar dan Uhud, dengan semangatnya Zaid pernah memohon diizinkan berperang, namun ditolak oleh Rasulullah karena masih kecil. Ia baru diizinkan perang pada masa perang Khandaq tahun 5 H.
Bercerita masa depan berarti bercerita anak muda. Pemuda hari ini adalah the leader off tomorrow. Seorang perempuan perdana mentri pertama Inggris, Margaret Trachher pernah mengatakan ”Watch your thoughts for they become words. Watch your words they become your actions. Watch your actions for they become yout habits. Watch your habits for they become your character. Watch your character for they become your destiny in other words what you think you becom”.
Perhatikan apa yang kita pikirkan karena itu akan keluar menjadi ucapan, menjadi kata-kata. Perhatikan apa yang kita ucapkan karena itu akan keluar menjadi tindakan, menjadi actions. Perhatikan apa yang kita lakukan, karena ketika itu diulang-ulang terus, dia akan menjadi habits (kebiasaan). Perhatikan kebiasaan kita mulai dari mata terbuka, sampai tertutup lagi. Karena dia akan menjadi karakter. Perhatikan karakter kita karena demikian lah takdir kita.
Dengan kata lain apa yang kita pikirkan demikian takdir kita. Urusan kun fayakun adalah urusan yang Maha Kuasa urusan kita adalah berikhtiar semaksimal mungkin. Ditanya perubahan besar dimulai darimana? Dimulai dari mindset kita sendiri. Pertanyaanya selama ini mindset kita diisi dengan apa?
Untuk menjawab hal itu, kiranya kita perlu merefleksi kutipan yang bernuansa nasionalisme milik mantan presiden Soekarno “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. Kutipan yang menggambarkan bahwa seorang pemuda dipercaya bisa memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan bahkan dunia.
Pada hari Jum’at 31 oktober saya mengikuti Talks Show yang diselenggarakan oleh Komunitas Kejar Mimpi Langsa. Saya terinspirasi dengan salah pemateri yakni kak Sherly Annavita Rahmi S.sos M.SIPH. Beliau terlahir dari keluarga yang kurang mampu, penghasilan orang tuanya bisa dikatakan pas-passan, tapi belau tidak pernah putus asa tetap untuk menggapai cita-citanya beliau selalu mencari informasi soal beasiswa.
Beliau dari Provinsi paling barat di Indonesia namanya Aceh. Beliau penerima 25 beasiswa kampus dalam dan luar negeri. Beliau S1 di UGM kemudian dapat beasiswa dari pemerintah Austrlia lanjut lagi kuliah disana. Selama kuliah di Australia beliau mendapat pengalaman yang menarik mahasiswa di kelasnya berjumlah 20 orang dan beliau satu-satunya perempuan yang berhijab artinya beliau minoritas di kelasnya. Dan mendapat perlakuan yang berbeda.
Beliau yang paling pendek di kelas jadi kalau duduk gak kelihatan dan yang terakhir beliau satu-satunya mahasiswa yang berasal dari Negara berkembang. Suatu ketika sherly dicegat oleh professor setelah selesai kelas, Profesor memberikan tawaran yang menarik yaitu bagian dari “Social Impact Investment se Asia Pasifik” mengepalai menjadi delegasi untuk teman-teman muda se Asia Pasifik membuat project sosial yang nantinya akan terkonsentrasi di Australia dan di Negara-negara se Asia Pasifik.
Tetapi karena beliau teringat ketiga amanah dari orang tuanya yaitu “ingat kodratmu sebagai anak bangsa Indonesia” sehingga mau tidak mau beliau menyampaikan kepada Profesor :” kalau memang saya bergabung ketim anda bisa memberikan secuil, sekecil sekali kebermanfaatan untuk Australia maka ijinkan itu saya lakukan di Indonesia ijinkan saya pulang keindonesia, baik saya respect saya hormati itu saya hargai, kita tetap komunikasi, jika ada sesuatu yang bisa saya bantu” sekarang beliau sudah di Indonesia menjadi Dosen, Pengusaha, Milenial Influencer, Master of Social Impact Investment, Australia.
“Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita (Mohammad Hatta)
Penulis ingin menegaskan bahwa setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Peletup semangat perjuangan menjadi pahlawan tidak hanya 10 november, tetapi berlangsung setiap hari dalam kehidupan. Jiwa kepahlawanan kita tumbuhkan dengan membiasakan diri dalam urusan kemaslahatan masyarakat banyak.
Membekali diri dengan pengetahuan dan bertanggung jawab pada nilai kebenaran. Melalui gerakan intelektual yang mulia, tanggung jawab yang ada pada generasi kita untuk mewujudkan Indonesia yang hebat, Indonesia yang bermartabat, bisa diraih.
You may like
-
Mahasiswa Kimia UNG Raih Prestasi Lewat Ide Pengolahan Limbah Tulang Tuna
-
Sosialisasi KKI 2025 Digelar, Dorong Mahasiswa Inovatif di Bidang Maritim!
-
UNG Kukuhkan 16 Dokter Baru, Warek Akademik Tegaskan Tugas Mulia Pengabdian
-
Workshop Strategis Jadi Titik Awal UNG Masuki Peta Global Perguruan Tinggi
-
23 Desa di Boalemo Jadi Lokasi KKN Mahasiswa Kesehatan UNG Tahun 2025
-
Humas dan Protokol UNG Siap Unjuk Kinerja di Ajang Bergengsi Kemdiktisaintek 2025
Gorontalo
Negara, Masyarakat, dan Polisi: Relasi Kuasa dalam Bayang-Bayang Ketakutan
Published
1 day agoon
24/07/2025
Oleh: Adnan R. Abas
Kader HMI Cabang Gorontalo
Dalam arsitektur sosial modern, negara hadir melalui tiga entitas utama: pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum. Di dalamnya, polisi menempati posisi strategis sebagai perpanjangan tangan negara dalam menjaga ketertiban dan menjamin rasa aman. Namun, yang kerap luput disadari: kekuasaan yang tidak diawasi selalu cenderung disalahgunakan. Maka relasi antara negara, masyarakat, dan polisi pun menjadi arena dialektika—antara perlindungan dan penindasan.
Negara seharusnya berdiri sebagai entitas yang menjamin hak-hak warganya, bukan menakuti mereka. Masyarakat adalah subjek, bukan objek kekuasaan. Dan polisi, idealnya, menjadi pelayan publik, bukan alat kekerasan struktural. Namun realitas sering kali menyajikan ironi: aparat yang semestinya melindungi, justru menjadi sumber trauma bagi rakyatnya.
Kekerasan dan intimidasi oleh oknum Polres Pohuwato terhadap salah satu kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Gorontalo menjadi preseden buruk bagi demokrasi lokal. Maka sebagai bentuk respon terhadap lanskap premanisme tersebut, hadirlah aksi protes yang digelar di Polda Gorontalo pada tanggal 24 Juli, tentu sebagai bentuk keberpihakan terhadap korban, sebab ia adalah merupakan bagian dari entitas hidup: manusia. Namun betapa miris dan sedihnya, aksi protes sebagai bentuk solidaritas dan juga ruang kuliah publik—demonstrasi, justru dihadapi dengan tindakan dorongan dan makian oleh oknum aparat kepolisian Polda Gorontalo di sore tadi, tepatnya di gerbang Polda Gorontalo. Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi juga isyarat adanya krisis moral dan degradasi fungsi kepolisian.
Sejarah mencatat, kekuasaan represif yang dilegalkan atas nama ketertiban, hanya akan melahirkan ketakutan kolektif. Mengutip apa yang disampaikan oleh salah seorang filsuf dari Prancis, yang merupakan sejarawan dan teoriwan sosial, ia menulis dalam bukunya yang berjudul “Discipline and Punish: The Birth of the Prison”, atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai Disiplin dan Hukuman: Kelahiran Penjara—aparat negara (termasuk polisi) membentuk sistem kontrol sosial yang tak hanya bekerja lewat kekuatan fisik, tetapi juga lewat pengawasan dan intimidasi psikologis. Masyarakat diajarkanuntuk patuh, bahkan diintimidasi untuk tetap tunduk; menganguk; seolah mereka memampang bahwa kebenaran datangnya dari mereka, dan tindakan anarkis sering kali mereka maktubkan kepada para pengunjuk rasa. Inilah bentuk modern dari kekuasaan hegemonik.
Kritik terhadap aparat bukanlah bentuk permusuhan terhadap negara. Justru, kritik adalah salah satu upaya merawat prinsip negara: Demokrasi. Seperti yang dikatakan oleh pemikir dari Brasil, yang juga berasal dari kalangan masyarakat kelas bawah dan berhasil dipincak jabatan atas perjuangannya karna mengutamakan pendidikan dan pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan di Brasil—Paulo Freire, ia berkata dalam Pedagogi Kaum Tertindas, bahwa rakyat haruslah sadar untuk menolak pendidikan dan praktik kekuasaan yang menindas. Jika negara, melalui wajah aparat kepolisian anti-kritik terhadap suara dan juga pernyataan publik, maka dengannya, terbentuklah warga negara yang trauma dan penuh dengan ketakutan. Sejatinya, perangkat negara (Polisi), harusnya bisa seperti jargon yang sering dilayangkan dalam ruang-ruang publik: mengayomi.
Maka, ketika Kapolda Gorontalo memilih untuk tidak hadir merespons aksi yang dilakukan oleh HMI Cabang Gorontalo terkait dengan mempertanyakan; mengklarifikasi; memperjuangkan keadilan dan proses penegakan hukum terhadap salah satu entitas makhluk hidup (manusia); sedihnya dia adalah Kader HMI yang menjadi korban akibat kekerasan dan tindakan premanisme; maka jangan heran publik tidak akan percaya lagi atas ketidakhadiran Kapolda Gorontalo, tetapi juga menciptakan pesan tersirat: ketidakpedulian. Negara seakan absen saat warganya menjerit. Negara, seolah tuli atas hukum dan deklarasi Human of Rights. Negara, seakan tidur melanggengkan aktivitas premanisme.
Sejatinya, masyarakat membutuhkan negara yang hadir dengan nurani, bukan hanya dengan otoritas. Internal Kepolisian harusnya melegitimasi dirinya adalah bagian dari satu entitas yang utuh: manusia. Tanpa kacamata (pandangan) itu, legitimasi institusional akan runtuh di mata publik. Sudah saatnya negara dan kepolisian melakukan refleksi: untuk siapa kuasa itu digunakan? Untuk siapa senjata, seragam, dan pangkat itu dibentuk? Jika bukan untuk melindungi rakyat, maka semuanya tak lebih dari simbol kekuasaan kosong.
Membedah Keberadaan Polisi dan HMI: Perspektif Sejarah Perjuangan
Sejarah bangsa Indonesia tidak lahir dalam ruang hampa. Ia tumbuh dari keringat, darah, dan air mata perjuangan berbagai elemen: rakyat, pemuda, intelektual, ulama, hingga aparat bersenjata. Dua entitas yang menarik untuk dibedah secara paralel dari perspektif sejarah perjuangan adalah Polisi Republik Indonesia dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Keduanya lahir di atas semangat yang sama: menjaga keutuhan negara, membela rakyat, dan menciptakan tatanan masyarakat yang berkeadaban. Namun, seiring waktu, jalan sejarah membentangkan posisi yang kadang sejajar, kadang berseberangan.
Polisi Republik Indonesia lahir tak lama setelah proklamasi, tepatnya pada 1 Juli 1946. Artinya, keberadaannya kini sudah 79 tahun setelah proses pembentukannya. Saat itu, peran polisi sangatlah vital dalam menjaga keamanan dalam negeri pasca-kemerdekaan. Polisi bukan sekadar aparat penertiban, tetapi bagian dari struktur pertahanan nasional melawan penjajah dan infiltrasi asing. Polisi berdiri bersama rakyat, bahkan banyak yang gugur dalam pertempuran demi mempertahankan kedaulatan bangsa.
Namun, seiring berubahnya struktur kekuasaan dan berkembangnya birokrasi negara modern, wajah polisi ikut berubah. Dari aparat revolusioner, polisi bertransformasi menjadi alat kekuasaan negara. Dalam rezim Orde Baru, misalnya, kepolisian menjadi bagian dari aparatur penekan terhadap gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil. Kritik terhadap kekuasaan sering dibungkam melalui represifitas. Maka, muncullah jarak antara polisi dan rakyat yang dulu saling menopang dalam perjuangan.
Di samping itu, dalam prespektif sejarah, tepatnya satu tahun setelah kelahiran Polri, tepatnya 5 Februari 1947, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir. Didirikan oleh Kakanda Prof. Lafran Pane bersama 14 mahasiswa lainnya, HMI menyatukan dua misi besar: mempertahankan Republik Indonesia dan memperjuangkan nilai-nilai keislaman.
Dari awal, HMI telah mengambil peran dalam medan perjuangan intelektual, politik, dan sosial. Ia bukan organisasi pasif, melainkan menjadi jembatan antara semangat keislaman dan nasionalisme. Adalah satu hal yang keliru, memandang kader-kader HMI adalah perusak; perusuh; preman atau anarkis. Sejatinya, bahasa tersebutlah keluar dari kuasa dan tubuh Polri itu sendiri. Sebab, seperti yang diterangkan oleh Thomas Khun dalam kerangka Paradigma, bahwa pengetahuan seringkali dilanggengkan oleh kuasa: seolah kader-kader buruk dan salah.
Dalam sejarahnya, HMI konsisten menjadi pengkritik kekuasaan yang otoriter. Di era Orde Lama dan Orde Baru, HMI turut serta dalam perlawanan terhadap berbagai bentuk penyimpangan kekuasaan, termasuk ketika aparat negara bertindak represif terhadap rakyat. HMI juga mencetak kader-kader strategis yang berkiprah dalam pemerintahan, pendidikan, media, dan gerakan masyarakat sipil.
Konflik antara HMI dan aparat kepolisian bukanlah hal baru, dan tidak muncul begitu saja. Ia lahir dari perbedaan peran: polisi sebagai alat negara, HMI sebagai bagian dari masyarakat sipil yang kritis terhadap negara. Dalam sistem demokrasi, gesekan ini seharusnya sehat—selama dilakukan dengan menjunjung hukum dan kemanusiaan.
Namun, insiden kekerasan oleh oknum Polres Pohuwato terhadap kader HMI dan tindakan intimidatif dalam aksi protes di Polda Gorontalo menunjukkan kemunduran dalam relasi negara dan masyarakat. Ketika aparat melampaui batas etik dan hukum, ketika makian dan dorongan menjadi cara merespons kritik, maka itu bukan lagi tugas menjaga keamanan, melainkan bentuk penindasan. Dan sejarah mengajarkan kita: setiap kekuasaan yang menindas, cepat atau lambat, akan ditumbangkan oleh perlawanan moral.
Refleksi Sejarah untuk Masa Depan
Baik polisi maupun HMI lahir dari semangat pengabdian terhadap negara. Namun kesetiaan itu diuji ketika kekuasaan tidak lagi berpihak kepada rakyat. Polisi harus kembali ke khitah-nya: menjadi pelindung dan pengayom masyarakat, bukan alat kekuasaan yang menakutkan. HMI pun harus terus menjaga semangat kritis, namun tetap menjunjung nilai etik dan intelektualitas perjuangan.
Jika sejarah telah menyatukan keduanya dalam perjuangan kemerdekaan, maka masa depan seharusnya tidak memisahkan mereka dalam relasi kuasa. Yang dibutuhkan adalah restorasi nilai, refleksi institusional, dan penguatan etika publik.
Sebagaimana dikatakan Bung Hatta, “Kekuasaan tanpa moral, hanya akan melahirkan kezaliman.” Dan sebagai kader bangsa, tugas kita adalah memastikan agar perjuangan tidak berubah menjadi penindasan yang dilanggengkan atas nama negara.
News
Bukan Hoax! Susu Kecoa Sedang Diteliti Sebagai Makanan Masa Depan
Published
4 weeks agoon
26/06/2025
Barakati.id – Di balik stigma serangga yang menjijikkan dan sering dianggap hama, kecoa ternyata menyimpan potensi besar dalam dunia nutrisi. Spesies Diploptera punctata, satu-satunya kecoa vivipar yang melahirkan ketimbang bertelur, ternyata menghasilkan cairan bergizi luar biasa yang disebut “susu kecoa”. Cairan ini bukan sekadar nutrisi biasa, melainkan kristal protein yang kaya akan energi dan asam amino esensial, berfungsi untuk memberi makan anak-anaknya yang masih berkembang di dalam tubuh induk.
Temuan ini menjadi perhatian global sejak diterbitkannya hasil studi oleh tim ilmuwan dari Institute of Stem Cell Biology and Regenerative Medicine di India. Penelitian yang dipublikasikan dalam International Union of Crystallography Journal (IUCrJ) pada tahun 2016 menunjukkan bahwa kristal susu kecoa mengandung semua asam amino esensial, lipid, serta gula dalam bentuk yang sangat terkonsentrasi. Bahkan, satu kristal kecil memiliki kandungan energi empat kali lebih tinggi daripada susu sapi dengan volume yang sama.
Para peneliti mengungkap bahwa kandungan gizi tinggi ini menjadikan susu kecoa sebagai kandidat superfood masa depan, terutama untuk mengatasi tantangan nutrisi global dan kebutuhan pangan berkelanjutan. Namun, untuk alasan etis dan teknis, tentu tidak ada rencana memerah jutaan kecoa. Sebagai solusinya, ilmuwan kini tengah mengembangkan metode biosintesis melalui modifikasi genetik guna memproduksi protein susu kecoa tanpa harus melibatkan serangga secara langsung.
Meski masih jauh dari pasar umum, kemungkinan besar dalam dekade mendatang kita bisa melihat kristal protein dari susu kecoa tersedia dalam bentuk suplemen atau campuran makanan tinggi gizi. Dunia mungkin belum siap menaruh tetesan susu kecoa ke dalam kopi pagi, tetapi dunia sains telah menegaskan satu hal: inovasi besar sering datang dari sumber paling tak terduga.
Gorontalo
Ariyanto Yunus: Tuduhan Serius Harus Disertai Bukti, Jangan Rusak Institusi
Published
1 month agoon
17/06/2025
News – Tokoh Pemuda Kecamatan Popayato, Ariyanto Yunus, angkat bicara menanggapi pemberitaan di salah satu media online yang menyebut adanya dugaan keterlibatan oknum anggota kepolisian dalam aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Popayato Grup.
Dalam pernyataannya, Ariyanto menegaskan bahwa dalam logika hukum, pihak yang mengemukakan suatu tuduhan bertanggung jawab untuk menyertakan bukti yang kuat.
“Bagi saya, menduga adalah hal biasa. Tapi dalam berita itu, arahnya bukan lagi menduga, melainkan menuduh. Karena ini sudah masuk ranah tuduhan, maka harus bisa dibuktikan,” ujar Ariyanto kepada awak media, Rabu (18/06/2025).
Lebih lanjut, ia menyampaikan kekhawatirannya bahwa tuduhan tanpa dasar seperti ini rentan menimbulkan fitnah, yang bukan hanya mencemarkan nama baik individu, tetapi juga merusak citra institusi kepolisian secara keseluruhan.
“Sekali lagi, yang dirugikan nantinya bukan hanya individu yang disebut, tapi satu institusi. Ini tuduhan serius yang harus dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral,” tegasnya.
Ariyanto pun meminta kepada pihak yang menyampaikan tuduhan, dalam hal ini Ketua KPMP, agar segera menyampaikan bukti konkret jika memang memiliki dasar atas pernyataan yang disampaikan ke publik.
Dirinya berharap seluruh pihak dapat bersikap bijak dan bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi, agar tidak menciptakan kegaduhan atau menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Popayato yang selama ini dikenal hidup dalam suasana damai.

Sinergi Pendidikan dan Pembangunan, UNG dan DPRD Pohuwato Perkuat Kolaborasi

Sinergi Kemanusiaan: Wakil Bupati Pohuwato Terpilih Pimpin PMI untuk 5 Tahun ke Depan

Mahasiswa Kimia UNG Raih Prestasi Lewat Ide Pengolahan Limbah Tulang Tuna

Negara, Masyarakat, dan Polisi: Relasi Kuasa dalam Bayang-Bayang Ketakutan

Instruksi Presiden Nomor 1/2025 Diabaikan? DPRD Provinsi Gorontalo Laporkan ke Kemendagri

Warisan Budaya Terabaikan, Tim Langga Gorontalo Kesulitan Dana Menuju Ajang Nasional

CSP XVIII 2025 Sukses Digelar: Ribuan Scooterist Ramaikan Bone Bolango

Dugaan Kepanikan ESDM dan Kejanggalan Izin PT Gorontalo Minerals, Ini Buktinya!

Sambut Mahasiswa Baru, UNG Tegaskan PKKMB Tanpa Perpeloncoan

Ruh HMI Terkikis? Kritik Tajam atas Politisasi dalam Kaderisasi

PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT

Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia

PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI

PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI

Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo2 months ago
Aleg DPR RI Rusli Habibie Nyatakan Dukungan Penuh untuk Pelaksanaan CSP XVIII di Gorontalo
-
DPRD PROVINSI2 months ago
Limonu Hippy : Digitalisasi dan harga Gabah yang stabil kunci Swasembada Pangan di Gorontalo
-
Gorontalo2 months ago
Gerindra Sambut Tokoh Baru, Indra Gobel Resmi Bergabung
-
DPRD PROVINSI2 months ago
Iqbal Al Idrus Desak Pemprov Gorontalo rampungkan kesiapan Lahan Sekolah Rakyat
-
Gorontalo2 months ago
LSM Labrak Soroti Putusan Kasus Pupuk Subsidi: Diduga Ada Ketidaksesuaian Fakta dan Penanganan Tak Profesional
-
Gorontalo Utara3 months ago
BMKG Pastikan Gempa Pohuwato Tidak Picu Tsunami, Satu Gempa Susulan Terdeteksi
-
Gorontalo2 months ago
Seorang Suami di Randangan Tikam Istri Usai Mabuk, Keluarga Tuntut Proses Hukum Tegas
-
Daerah2 months ago
SATRIA Provinsi Gorontalo Gelar Bakti Sosial dalam Rangka HUT ke-17