Connect with us

Ruang Literasi

Milenial dan Pahlawan Masa Depan

Published

on

Oleh : Fatra Abdullah
Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah,
Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Gorontalo

Dalam bidang kemiliteran, tercatat nama Sa’ad bin Abi Waqqasah yang masuk islam ketika berumur 17 tahun. Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 sahabat Rasulullah menulis, Sa’ad adalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah. Ia ditunjuk menjadi panglima kaum muslim di Irak dalam perang melawan Persia pada masa Khalifah Umar bin Khattab

Pemuda lainnya, Usamah bin Zais, pada usia18 tahun dipercaya Rasulullah untuk memimpin pasukan yang ada di dalamnya yaitu sahabat-sahabat ternama, seperti Abu bakar bin Khattab. Pasukan berhasil dengan gemilang mengalahkan tentara Romawi
Atab bin Usaid diangkat menjadi gubernur Makkah pada usia 18 tahun. Dua khasatria yang membunuh Abu Jahal dalam perang Badar, mu’adz bin Jamuh dan Mu’awwiz bin Afra, juga masih berusia belasan tahun

*Muda dan berilmu*
Di bidang keilmuan, ada Zaid bin Tsabit, pemuda Anshar yang masuk islam pada usia 11 tahun. Pada masa perang Badar dan Uhud, dengan semangatnya Zaid pernah memohon diizinkan berperang, namun ditolak oleh Rasulullah karena masih kecil. Ia baru diizinkan perang pada masa perang Khandaq tahun 5 H.

Bercerita masa depan berarti bercerita anak muda. Pemuda hari ini adalah the leader off tomorrow. Seorang perempuan perdana mentri pertama Inggris, Margaret Trachher pernah mengatakan ”Watch your thoughts for they become words. Watch your words they become your actions. Watch your actions for they become yout habits. Watch your habits for they become your character. Watch your character for they become your destiny in other words what you think you becom”.

Perhatikan apa yang kita pikirkan karena itu akan keluar menjadi ucapan, menjadi kata-kata. Perhatikan apa yang kita ucapkan karena itu akan keluar menjadi tindakan, menjadi actions. Perhatikan apa yang kita lakukan, karena ketika itu diulang-ulang terus, dia akan menjadi habits (kebiasaan). Perhatikan kebiasaan kita mulai dari mata terbuka, sampai tertutup lagi. Karena dia akan menjadi karakter. Perhatikan karakter kita karena demikian lah takdir kita.

Dengan kata lain apa yang kita pikirkan demikian takdir kita. Urusan kun fayakun adalah urusan yang Maha Kuasa urusan kita adalah berikhtiar semaksimal mungkin. Ditanya perubahan besar dimulai darimana? Dimulai dari mindset kita sendiri. Pertanyaanya selama ini mindset kita diisi dengan apa?

Untuk menjawab hal itu, kiranya kita perlu merefleksi kutipan yang bernuansa nasionalisme milik mantan presiden Soekarno “Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia. Kutipan yang menggambarkan bahwa seorang pemuda dipercaya bisa memiliki pengaruh besar terhadap lingkungan bahkan dunia.

Pada hari Jum’at 31 oktober saya mengikuti Talks Show yang diselenggarakan oleh Komunitas Kejar Mimpi Langsa. Saya terinspirasi dengan salah pemateri yakni kak Sherly Annavita Rahmi S.sos M.SIPH. Beliau terlahir dari keluarga yang kurang mampu, penghasilan orang tuanya bisa dikatakan pas-passan, tapi belau tidak pernah putus asa tetap untuk menggapai cita-citanya beliau selalu mencari informasi soal beasiswa.

Beliau dari Provinsi paling barat di Indonesia namanya Aceh. Beliau penerima 25 beasiswa kampus dalam dan luar negeri. Beliau S1 di UGM kemudian dapat beasiswa dari pemerintah Austrlia lanjut lagi kuliah disana. Selama kuliah di Australia beliau mendapat pengalaman yang menarik mahasiswa di kelasnya berjumlah 20 orang dan beliau satu-satunya perempuan yang berhijab artinya beliau minoritas di kelasnya. Dan mendapat perlakuan yang berbeda.

Beliau yang paling pendek di kelas jadi kalau duduk gak kelihatan dan yang terakhir beliau satu-satunya mahasiswa yang berasal dari Negara berkembang. Suatu ketika sherly dicegat oleh professor setelah selesai kelas, Profesor memberikan tawaran yang menarik yaitu bagian dari “Social Impact Investment se Asia Pasifik” mengepalai menjadi delegasi untuk teman-teman muda se Asia Pasifik membuat project sosial yang nantinya akan terkonsentrasi di Australia dan di Negara-negara se Asia Pasifik.

Tetapi karena beliau teringat ketiga amanah dari orang tuanya yaitu “ingat kodratmu sebagai anak bangsa Indonesia” sehingga mau tidak mau beliau menyampaikan kepada Profesor :” kalau memang saya bergabung ketim anda bisa memberikan secuil, sekecil sekali kebermanfaatan untuk Australia maka ijinkan itu saya lakukan di Indonesia ijinkan saya pulang keindonesia, baik saya respect saya hormati itu saya hargai, kita tetap komunikasi, jika ada sesuatu yang bisa saya bantu” sekarang beliau sudah di Indonesia menjadi Dosen, Pengusaha, Milenial Influencer, Master of Social Impact Investment, Australia.

“Pahlawan yang setia itu berkorban, bukan buat dikenal namanya, tetapi semata-mata untuk membela cita-cita (Mohammad Hatta)

Penulis ingin menegaskan bahwa setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Peletup semangat perjuangan menjadi pahlawan tidak hanya 10 november, tetapi berlangsung setiap hari dalam kehidupan. Jiwa kepahlawanan kita tumbuhkan dengan membiasakan diri dalam urusan kemaslahatan masyarakat banyak.

Membekali diri dengan pengetahuan dan bertanggung jawab pada nilai kebenaran. Melalui gerakan intelektual yang mulia, tanggung jawab yang ada pada generasi kita untuk mewujudkan Indonesia yang hebat, Indonesia yang bermartabat, bisa diraih.

Kesehatan

Why Do Westerners Prefer Using Toilet Paper Over Water? Here’s the Reason

Published

on

The practice of using toilet paper instead of water for personal hygiene after defecation is a common habit in many Western countries. This preference is influenced by a combination of historical, cultural, climatic, and practical factors that have shaped the hygiene practices in these regions.

The use of toilet paper in the West dates back to the 16th century. French writer François Rabelais was among the first to mention it, albeit with reservations about its effectiveness. Despite these early critiques, the practice became widespread. In contrast, many Eastern cultures have long traditions of using water for cleansing, influenced by religious practices and cultural norms.

The colder climates of many Western countries play a significant role in the preference for toilet paper. In these regions, the use of water for personal hygiene can be uncomfortable due to low temperatures. Toilet paper provides a convenient and warm alternative.

Dietary habits also influence hygiene practices. Western diets, which often include lower fiber intake, result in firmer stools that are easier to clean with toilet paper. In contrast, higher fiber diets common in many Eastern countries lead to softer stools, making water-based cleansing more effective and comfortable.

The widespread availability and affordability of toilet paper in Western countries make it a practical choice for personal hygiene. In contrast, the infrastructure for water-based cleansing methods, such as bidets or handheld sprayers, is less common in these regions, making the adoption of such practices less feasible.

While toilet paper is convenient, it has environmental implications. The production of toilet paper contributes to deforestation and water usage. Moreover, some studies suggest that water-based cleansing methods may be more hygienic and less irritating to the skin.

The preference for toilet paper in Western countries is the result of a complex interplay of historical developments, cultural norms, climatic conditions, dietary habits, and practical considerations. While this practice is deeply ingrained, there is a growing awareness of the environmental and hygienic benefits of alternative methods, such as water-based cleansing. As global perspectives on hygiene and sustainability evolve, these practices may continue to adapt and change.

Continue Reading

DPRD PROVINSI

Iqbal Al Idrus Desak Pemprov Gorontalo rampungkan kesiapan Lahan Sekolah Rakyat

Published

on

Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Iqbal Al Idrus

DEPROV – Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, Iqbal Al Idrus, mendesak Pemerintah Provinsi Gorontalo untuk segera merampungkan penyiapan lahan yang diperlukan untuk program Sekolah Rakyat. Program ini merupakan inisiatif Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak dari keluarga miskin ekstrem. Iqbal menyatakan bahwa Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo akan mendukung penuh dan bekerja maksimal agar program ini dapat segera terealisasi di daerah Gorontalo.

Sekolah Rakyat merupakan program yang menyasar anak-anak dari keluarga dengan tingkat kemiskinan ekstrem. Dalam program ini, anak-anak akan menerima pendidikan berkualitas dari tingkat SD hingga SMA dengan sistem sekolah berasrama. Mereka tidak hanya mendapatkan pendidikan akademis tetapi juga perhatian terhadap nutrisi dan pengembangan karakter. Dengan demikian, program ini bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan melalui akses pendidikan yang lebih baik.

Iqbal Al Idrus, yang juga anggota DPRD dari Fraksi Partai Gerindra, menyatakan bahwa pihaknya akan berupaya semaksimal mungkin agar Provinsi Gorontalo dapat menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program Sekolah Rakyat ini. Ia menegaskan pentingnya persiapan lahan dan dukungan anggaran agar program tersebut bisa segera dilaksanakan di Gorontalo.

“Saya berharap Pemprov Gorontalo segera bergerak cepat, karena pendidikan adalah salah satu kunci untuk mengatasi kemiskinan. Komisi IV akan terus mendukung dan memastikan program ini berjalan dengan baik di Gorontalo,” kata Iqbal.

Gorontalo, meskipun memiliki potensi besar, masih menghadapi sejumlah tantangan dalam sektor pendidikan. Berdasarkan data BPS Provinsi Gorontalo, sekitar 13% penduduk di Gorontalo hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak anak-anak dari keluarga miskin yang kesulitan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi karena keterbatasan biaya. Program Sekolah Rakyat diharapkan dapat menjadi solusi untuk masalah ini.

Menurut data dari Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo, angka putus sekolah di daerah-daerah tertentu masih cukup tinggi, terutama di kabupaten-kabupaten yang lebih terpencil. Dengan adanya program Sekolah Rakyat, anak-anak yang berasal dari keluarga tidak mampu memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan yang layak.

Iqbal Al Idrus menegaskan bahwa ia dan Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk menyukseskan program ini. Ia menyebutkan bahwa salah satu langkah penting adalah segera menyelesaikan ketersedian lahan untuk pembangunan sekolah rakyat di Gorontalo.

“Pendidikan adalah hak setiap anak. Kami di Komisi IV akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa lahan dan anggaran tersedia sehingga program ini bisa segera berjalan,” ujar Iqbal.

Komisi IV DPRD Provinsi Gorontalo, lanjutnya, juga akan memastikan bahwa setiap sekolah rakyat yang dibangun di Gorontalo dapat berfungsi dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. Ia berharap, dengan adanya Sekolah Rakyat, anak-anak di Gorontalo yang selama ini terhambat oleh faktor ekonomi bisa mendapatkan kesempatan untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Program Sekolah Rakyat diharapkan menjadi langkah nyata untuk menjawab permasalahan pendidikan yang ada di Gorontalo. Dengan adanya akses pendidikan yang lebih merata, anak-anak dari keluarga miskin ekstrem diharapkan dapat memiliki kesempatan untuk belajar dan berkembang, mengurangi ketimpangan sosial, dan memutuskan rantai kemiskinan.

Melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, DPRD Provinsi Gorontalo, dan masyarakat, program ini diharapkan dapat terlaksana dengan sukses dan memberikan manfaat yang besar untuk masa depan pendidikan di Gorontalo. Iqbal pun berharap, dengan adanya Sekolah Rakyat, anak-anak di Gorontalo bisa mencapai potensi terbaik mereka dan ikut berkontribusi dalam pembangunan daerah.

Continue Reading

Gorontalo Utara

SIAPA YANG BERPELUANG MEMENANGKAN PSU GORUT?

Published

on

Oleh : Dr. Funco Tanipu., ST., M.A
(Dosen Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo)

Jika tak ada aral melintang, Pemungutan Suara Ulang di Gorontalo Utara (PSU Gorut) akan dilaksanakan tanggal 19 April 2025. Di media sosial, semenjak persidangan di MK dimulai, perdebatan dan sengketa terbuka sangat riuh. Ada yang meramalkan tidak akan dismissal, ada yang sebaliknya. Hasilnya kasus Gorut pun lolos dismissal, hingga pada ujung Februari, Pilkada Gorut diputuskan untuk “diulang seluruhnya” sebagaimana tercantum pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan Senin 24 Februari 2025. Keputusan MK tersebut berdasarkan permohonan dari pasangan Thariq Modanggu dan Nurjana Yusuf.

Akar persoalan dalam putusan MK, Ridwan Yasin dianggap tidak bisa memenuhi syarat calon sebagaimana yang tertera dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan Ridwan harus diganti. PDI P sebagai partai pengusung pun mengusulkan nama Mohammad Siddik Nur sebagai pengganti Ridwan.

Pada 23 Maret 2025, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gorut menetapkan tiga pasangan calon beserta nomor urutnya yakni Roni Imran – Ramdhan Mapaliey (nomor urut 1), Thoriq Modanggu-Nurjana Hasan Yusuf (nomor urut 2) dan Mohammad Siddik Nur – Muksin Badar (nomor urut 3).

Walaupun hasil Pilkada 2024 harus diulang, dalam artian perolehan suara tanggal 27 lalu “dianggap nol” oleh MK, tapi basis ketiganya telah terakumulasi secara kuat.

Gorut dengan panjang pantai 317,39 kilometer memiliki 11 kecamatan dan 123 Desa serta 340 TPS, faktor geografis sangat mempengaruhi perilaku pemilih, apalagi Gorut memiliki pembagian basis berdasarkan domisili dari pasangan calon.

Jika dihitung dari data KPU Gorut, total DPT sejumlah 92.601 pemilih dan hanya sekitar 77.477 pemilih yang memberikan hak suaranya pada Pilkada 2024 lalu. Dari rincian jumlah pemilih diatas, ada sekitar 499 pemilih disabilitas. Pemilih pada Pilkada Gorut 2024 sebesar 77.477 pemilih hanya naik 5.493 pemilih dibandingkan jumlah pemilih pada Pilkada Gorut 2018 sebesar 71.984 pemilih.

Dari jumlah DPT diatas, lalu jika dikurangi pemilih yang memberikan suaranya, berarti ada sekitar 15.124 warga yang tidak datang ke TPS saat Pilkada 2024 lalu.

Pada 27 November 2024 lalu, pasangan 01 meraih 41.842 suara, pasangan 02 meraih 29.283 suara dan pasangan 03 meraih 5.104 suara. Beda perolehan suara antara pasangan 01 dan 02 sebesar 12.559 suara.

Jika dibandingkan dengan kemenangan Thariq Modanggu bersama Indra Yasin pada Pilkada tahun 2018, keduanya meraih 31.446 suara, Roni Imran yang saat itu berpasangan dengan Ismail Patamani hanya meraih 23.196 suara dan Thomas Mopili yang berpasangan dengan Suhela meraih 17.322 suara. Saat itu, total suara sah sebesar 71.984 suara,

Dari data hasil suara Pilkada tahun 2018 dan tahun 2024 terlihat jelas bahwa ada perbedaan mencolok pada perolehan suara Roni Imran, yakni ada ketambahan sebesar 18.646 suara. Thoriq Modanggu yang saat Pilkada 2018 berpasangan dengan bupati incumbent, dan pada Pilkada 2024 juga terhitung sebagai incumbent, malah berkurang sejumlah 2163, padahal saat Pilkada 2024 Thoriq berpasangan dengan Nurjana, yang juga istri dari Thomas Mopili yang pada 2018 mengoleksi 17.322 suara.

Pertanyaannya, mengapa Roni bisa menambah suaranya hingga 18.646 suara dan Thariq yang didukung Thomas malah menurun perolehan suaranya sebesar 2.163 suara?

Harus diakui bahwa perolehan suara adalah potret dari perilaku pemilih, yakni respon psikologis dan emosional dari persepsi dan sikap pemilih terhadap kandidat, yang diwujudkan dalam bentuk tindakan politik dalam mendukung kandidat dengan cara memberikan suara di tempat pemungutan suara. Sementara persepsi dan sikap dikosntruksi oleh banyak media termasuk lingkungan sosial, yaitu; kebijakan publik, partai politik, birokrasi, dan organisasi masyarakat (Agus, Jurnal Politik Islam Politea, 2018).

Bagi publik, incumbent adalah kumpulan dari persepsi tentang kepala daerah yang berhasil menjadi inovator pembangunan, pemimpin bersahaja, tegas membuat keputusan, dan pemimpin karismatik.

Pada periode Thariq Modanggu sebagai incumbent, menurunnya jumlah perolehan suara pada tahun 2024 dibandingkan dengan pilkada 2018 adalah potret dari opini masyarakat terhadap kebijakan publik selama periode pemerintahan dari 2018 hingga 2023. Publik mempersepsikan bahwa pemerintahan Thariq Modanggu tidak linier dengan harapan Gorut untuk menjadi lebih baik, yang keinginan tersebut cenderung berlabuh pada tawaran Roni dengan tagline “Kase Bae Gorut”.

Publik menilai dari penglihatan dan pendengarannya, dalam artian bahwa publik menilai apa yang telah dikerjakan oleh Thariq Modanggu selama masa jabatan lima tahun. Pandangan, pendengaran dan penglihatan lalu dicerna melalui daya pikir yang menghasilkan pemberian makna. Makna tersebut diakumulasi menjadi suara pada tempat pemungutan suara (TPS).

Padahal, publik juga belum melihat bukti kinerja Roni sebagai eksekutif, walaupun Roni pernah menjadi Wakil Bupati. Tetapi, penambahan suara Roni dari 2018 ke 2024 sebesar 18.646 suara menjadi fakta bahwa pemilih cenderung masih menaruh harapan yang lebih pada janji perubahan yang ditawarkan Roni dibandingkan misalnya memilih “memperpanjang” periode Thariq.

Dalam konteks PSU Gorut besok (19 April 2025), apakah akan ada perubahan secara revolusioner dari strategi pasangan 01, 02 dan 03? Apakah pasangan 01 mampu mempertahankan perolehan suara mereka sebesar 41.842 suara, ataukah malah perolehan suara mereka akan bertambah, dan bahkan jangan-jangan perolehan suara mereka akan berkurang signifikan?

Bagaimana pula strategi dari pasangan 02 dalam menaikkan perolehan suara mereka agar bisa melampaui pasangan 01? Atau jangan-jangan, jumlah perolehan suara mereka hanya bisa bertahan seperti Pilkada 2024 lalu? Dan bagaimana pula upaya pasangan 03 untuk menyusun strategi yang “harus 5 kali lebih canggih” dibandingkan pada 2024 lalu?

Untuk menjawab hal tersebut bisa dimulai dari menghitung basis dari pasangan 01, pasangan 02 dan pasangan 03. Dimanakah basis pemilih mereka?

Pada Pilkada 2024, Pasangan 01 misalnya berhasil menang di 9 kecamatan, tapi selisih suara besar berada di 4 kecamatan ; Atinggola, Kwandang, Gentuma Raya, dan Tomilito. Sederhananya, basis pemilih 01 berada di 4 kecamatan tersebut.

Pasangan 02 hanya menang di dua kecamatan yakni di Tolinggula dan Biau, basis dari calon Bupati. Di Sumalata, Monano dan Sumalata Timur, walaupun kalah, tapi hanya beda sekitar 500 an dengan pasangan 01. Dari data tersebut bisa diartikan bahwa basis kuat mereka berada di Tolinggula dan Biau. Di tiga kecamatan seperti Sumalata, Monano dan Sumalata Timur, pengaruh di tiga kecamatan tersebut hanya bersifat menengah.

Pasangan 03 hanya bisa meraih suara “agak besar” diatas 1000 pemilih di Monano dan Atinggola. Bahkan di Atinggola berhasil meraih suara terbesar kedua, melampaui pasangan 02. Sisanya hanya meraih suara dibawah 500 suara di 9 kecamatan. Basis 03 di Atinggola ini dikarenakan Ridwan Yasin adalah putra Atinggola.

Nah, jika pasangan 02 ingin menang, maka pasangan ini harus bisa “mencuri” suara dari pasangan 01 dan 03. Masalahnya, dengan perubahan calon, apakah pasangan 03 bisa mempertahankan jumlah suaranya sebesar 5.104 suara?. Juga perlu dipertanyakan, apakah pasangan 02 bisa “mencuri” suara dari pasangan 01?

Jika kita hitung secara matematis, selisih 12.559 suara antara pasangan 01 dan 02 sangatlah besar, apalagi hanya tiga pasangan calon yang berkontestasi di Gorut. Hal ini berarti bahwa jika pasangan 02 ingin melampaui perolehan suara 01, maka pasangan 02 harus bisa “mencuri” minimal 5 ribu suara dari pasangan 01 dan minimal 3 ribu suara dari pasangan 03, sehingga bisa diasumsikan perolehan suara dari pasangan 02 menjadi sebesar 37.283 suara, pasangan 01 menjadi 36.842 suara dan pasangan 03 menjadi 2.104 suara.

Tetapi, hal tersebut hanya hitungan matematis diatas kertas, secara praktis dan realistis, harus dihitung pula dari basis mana suara tersebut akan ditambah? Tentu saja jika dari mengambil dari basis pasangan 01, maka asumsi tersebut diatas akan sulit diwujudkan. Mau tidak mau, pasangan 02 harus fokus menambah suara di Sumalata, Tolinggula, Biau, Monano dan Sumalata Timur.

Bagaimana pasangan 02 menambah suara, dalam artian “mencuri 5000 ribu suara dari pasangan 01 dan 3000 suara dari pasangan 03?

Jika berdasarkan opini dan persepsi yang cenderung tidak “selaras dengan keinginan incumbent untuk memimpin Gorut seperti perilaku pemilih pada Pilkada Gorut tahun 2024, maka tampaknya pasangan 02 membutuhkan energi ekstra revolusioner untuk membalikkan persepsi sejumlah 8000 orang dalam satu hari untuk menyakinkan pemilih 01 dan 03 agar bisa berpindah haluan ke pasangan 02.

Perubahan persepsi dalam semalam membutuhkan kerja ekstra, walaupun misalnya pasangan 02 pada beberapa terakhir ini mendapatkan “backup resources” untuk bisa mencuri suara dari 01 dan 03. Tapi ada juga variabel lain, yang jika dilihat dari beberapa berita media, Ridwan Yasin yang sebelumnya adalah pasangan 03 kini telah mengalihkan dukungannya ke pasangan 01. Maka perebutan suara 03 tampaknya akan sangat ketat.

Pertanyaan berikut, apakah pasangan 01 akan rela jika sekitar 5000 pemilihnya beralih ke pasangan 02? Ataukah malahan pasangan 01 berupaya keras “mencuri” suara pasangan 02 dan pasangan 03 sebagaimana berbagai rilis yang dilansir media jika pasangan 01 berupaya menambah persentase suara menjadi 60 – 70 % suara.

Jika kita lihat dari pergerakan dan perubahan strategi dari pasangan 02 yang menjalankan “kampanye dari rumah ke rumah” secara represif, dengan variable “resources” yang maksimal, maka upaya menambah jumlah suara dari pasangan 01 menjadi diatas 60 %, tampaknya akan sulit. Pasangan 01 akan lebih realistis jika cukup mempertahankan perolahan suaranya seperti pada Pilkada 2024 sebesar 41.842 suara. Kalaupun jika bisa menambah, cukup hanya menambah sekitar 2000 – 5000 suara.

Lalu, apakah ada celah dari pasangan 01 dan 02 “mencuri” dan menambah suara jika misalnya kekentalan ideologis pada masing-masing pasangan sudah tidak beralih? Pasangan 01 dan 02 mesti memetakan kembali secara spesifik siapa dan dimana 15.124 warga yang tidak datang ke TPS saat Pilkada 2024 lalu, termasuk memberikan edukasi yang baik pada 1248 orang yang kertas suaranya dihitung tidak sah pada Pilkada 2024 lalu. Pada sejumlah warga tersebut, edukasi dan penetrasi menjadi celah tambahan suara baik pada pasangan 01 dan 02.

Bagaimana pasangan 03, apakah memungkinkan untuk bisa menjadi pemenang pada PSU Gorut besok? Jika melihat dari semua variable pemenangan yang tersedia pada pasangan 03, walaupun misalnya memiliki energi extra revolusioner, pasangan 03 harus menambah minimal 32 ribu suara untuk menjadi pemenang PSU Gorut nanti. Dan hal tersebut bisa terjadi jika terjadi “tsunami politik” pada pasangan 01 dan 02 dalam semalam.

Tulisan ini adalah “snapshot” dari pergerakan pasangan calon dan pemetaan basis pemilih berdasarkan data perolehan suara yang dirilis oleh KPU Gorut baik data Pilkada 2018 dan Pilkada 2024. Kemenangan ditentukan oleh semakin banyaknya variabel dalam strategi pemenangan dalam semalam. Semakin sedikit variabel dalam strategu, maka peluang untuk menang akan semakin tipis.

Jumlah “resources” yang hanya menjadi salah satu variabel, tidak bisa dijadikan jaminan untuk mengubah persepsi pemilih dalam semalam jika penetrasinya hanya sekedar “strategi transaksional”, sebab pemilih di Gorut telah berada dalam dua kutub yang terbelah secara ideologis yakni pemilih yang menginginkan perubahan dan pemilih yang masih ingin mempertahankan incumbent. Kekentalan basis ideologis ini tampaknya memerlukan metode pendekatan lain yang berbeda untuk bisa mengubah persepsi dan juga mampu memobilisasi pemilih (yang tidak datang ke TPS pada Pilkada 2024) hingga datang ke TPS untuk memberikan hak suaranya.
Pada konteks itu, pasangan 01 pasti lebih memilih akan menjaga basis pemilihnya agar suaranya tidak diambil alih, pasangan 02 pasti akan berusaha mati-matian untuk membuktikan dirinya memiliki agenda yang bisa menyejaterahkan warga Gorut, hingga bisa mengambil alih suara dari 01 dan 03. Dan pasangan 03 harus mencari metode yang “tujuh kali lipat daya dobraknya” untuk bisa meyakinkan pemilih bahwa mereka juga layak dipilih.
Kita akan menunggu dan menyaksikan kontestasi PSU Gorut. Dalam perspektif yang tidak mainstream ; rupanya Gorut adalah salah satu daerah “istimewa” demokrasi di Indonesia, sebab dalam proses rekrutmen elit, memerlukan energi dan ketabahan yang luar biasa dalam menegakkan demokrasi, untuk menyejaterahkan rakyatnya.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler