Connect with us

News

Pemerintah “Kalang Kabut” Tangani Covid-19

Published

on

Oleh : David Mohi

Sebut saja ini musibah biasa yang dibuat jadi luar biasa menyesuaikan dengan jangkauan kecepatan media dan teknologi, semua dibikin panik oleh kedatangan Pandemi Covid19 yang telah mendunia ini. Demikian yang terjadi di kalangan pemerintah. Mereka terpaksa harus mengambil kebijakan yang kadang kala kehilangan sisi bijak, tak heran beberapa alokasi anggaran yang sudah dibahas sebelumnya akhirnya digeser untuk keperluan penanganan Covid-19.

Berkaitan dengan hal ini, ternyata kalangan mahasiswa dan para aktivis dibuat cemas karena merasa ada beberapa keputuasan pemerintah yang tidak mempertimbangkan sisi subsatansial atas setiap upaya penanganan virus ini. Seperti halnya yang terjadi di Provinsi Gorontalo, Keputusan Pemerintah untuk melakukan pergeseran anggaran beasiswa yang digadang-gadang sejumlah Rp. 8 milyar untuk keperluan Covid19 menuai protes dan kritik dari para aktivis Gorontalo. Sebut saja di antaranya FPG (Forum Pemuda Gorontalo), yang telah menyuarakan protesnya dalam media berita Sang Fajar News pada Sabtu, 16 Mei 2020.

Menanggapi hal ini, KPMIP-G merasa cemas bila keputusan itu juga merembet sampai ke Pohuwato yang saat ini juga telah melakukan proses verifikasi berkas beasiswa dengan informasi terakhir bahwa SK penerima beasiswa tinggal menunggu beberapa tanda tangan pihak terkait sebagai penanggung jawab program beasiswa.

Kekhawatiran ini bukan tak beralasan, melihat dari beberapa kejadian pergeseran anggaran, sempat terinformasi pemerintah kabupaten pohuwato juga merencanakan pergeseran anggaran beasiswa untuk keperluan Covid19.

Harapan kami semestinya pemerintah bijak dan menilik sisi substansial pada keputusannya Bila Anggaran beasiswa yang di geser digunakan untuk membantu masyarakat di tengah pandemi, sebetulnya beasiswa bagi para mahasiswa sudah sangat efektif untuk membantu. bukankah masiswa juga masyarakat?, bila dikaji lagi kita akan temukan bagian terparah atas pandemi dialami oleh kalangan mahasiswa, bukan tidak mungkin, sebab kami memiliki beberapa alasan kuat untuk itu, diantaranya Mahasiswa kehilangan haknya untuk belajar di kampus tak cukup hanya itu mahasiswa juga dibebani dengan kuliah daring dan tugas-tugas online yang cukup memakan banyak kuota internet.

Pertimbangan lain yang harus di fikirkan lagi oleh pemerintah ialah, bahwa bila mahasiswa tidak lagi kuliah di kampus dan harus stay home sebagaimana kebijakan pemerintah, maka sepatutnya pemerintah memberikan bantuan modal untuk keperluan kretifitas usaha mahasiwa meskipun dari rumah saja, semisal jualan online dll, katakanlah hal ini untuk mencegah kemandekan perekonomian, bukankah mahasiswa yang belum selesai kuliahnya bila pulang kampung adalah pengangguran? itu devinisi negara, sebab mahasiwa belum memiliki pekerjaan tetap kecuali sekedar aktivitas tetap pada proses perkuliahannya, oleh karena itu pemerintah harus menerawang bagian paling Urgen dalam situasi ini.

Disisi lain kami menilai, bila pemerintah berniat menggeser anggaran beasiswa untuk bantuan bahan pokok terhadap masyarakat, kiranya pemerintah melihat lagi sembari menyadari bahwa masih banyak kekacauan yang terjadi akibat pemberian bantuan ditengah masyarakat, kadang data penerima bantuan tidak sesuai dengan data yang berada di desa, sehingga keributan sana-sini masih sering terjadi di tengah masyarakat, tidak heran bila banyak masyarkat yang bertengkar akibat pembagian bantuan yang dinilai tidak relevan dengan keadaan perekonomian mereka, kalau sudah begitu kenapa beasiswa tidak di eksekusi saja Pak? padahal uji kelayakan serta verfikasi berkas sudah dilakukan.

Lantas kenapa masih nyari pekerjaan baru dan meninggalkan pekerjaan lama yang sudah hampir selesai? semoga saja tidak untuk kepentingan penambahan Oprasional baru atas tugas dan pekerjaan baru
Kami Jadi hawatir bila pemerintah telah terbiasa bermain geser-geseran anggaran akan ada anggaran yang nyangkut di tempat lain karena menggesernya terlalu terburu-buru penuh kepanikan, Semoga saja tidak nyangkut di kantong dengan dalih kebutuhan Lebaran.

Harapan besar Kami, di tengah pandemi ini pemerintah harus mampu menjaga kepercayaan Rakyat untuk menaungi mereka lewat kebijakan yang Rasional bukan kebijakan yang penuh ladang Oprasional, serta bantuan yang betul-betul efektif dan jauh dari kecurigaan bukan bantuan yang menimbulkan sensitif penuh pencitraan.

Gorontalo

Gebrakan Baru: PeHa Washpresso Luncurkan Program dan Salurkan Peha Peduli

Published

on

Gorontalo – PeHa Washpresso menandai satu tahun eksistensinya di tengah masyarakat Gorontalo melalui acara penuh makna sosial pada Rabu (05/11/2025). Pada momen istimewa ini, PeHa Washpresso secara resmi meluncurkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” serta menyerahkan bantuan PeHa Peduli kepada dua mahasiswa perantau yang membutuhkan.

Acara berlangsung dengan nuansa hangat dan kebersamaan. Pemilik PeHa menegaskan, sejak awal kehadirannya, PeHa Washpresso bukan sekadar tempat menikmati kopi, melainkan menjadi ruang pertemuan, diskusi, berkembang, serta saling menguatkan komunitas.

“PeHa lahir bukan hanya sebagai tempat ngopi. PeHa hadir sebagai ruang temu, ruang tumbuh, dan wadah saling menguatkan,” jelas Yakop Mahmud, S.H., M.H., pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa.

Melalui program PeHa Peduli, PeHa memberikan bantuan sebesar Rp 1.000.000 kepada dua mahasiswa perantau. Bantuan ini diharapkan dapat membantu keperluan sehari-hari penerima.

“Angka bantuan mungkin sederhana, namun kami ingin menegaskan bahwa setiap kebaikan, sekecil apapun, sangat berarti. Semoga ini menjadi pengingat bahwa kebersamaan bukan hanya berbagi cerita dan meja, tetapi juga kepedulian,” tambah Yakop.

Penerima manfaat menyampaikan apresiasinya. “Terima kasih kepada Owners PeHa atas kepeduliannya terhadap kehidupan mahasiswa rantau di Gorontalo. Bantuan ini sangat membantu kami,” ujar salah satu penerima.

Pada kesempatan yang sama, PeHa memperkenalkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”, yakni diskusi hukum mingguan yang membahas isu-isu aktual di Gorontalo. Program ini terlaksana atas kerja sama Pojok Literasi Hukum PeHa dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum.

Ketua Senat FH UNG, Sandi Idris, turut mengapresiasi langkah PeHa Washpresso. “Kami berharap program ini dapat terus berjalan, mencerahkan masyarakat Gorontalo dan membawa dampak positif terhadap literasi hukum di daerah,” paparnya.

Melalui komitmen kebersamaan dan kepedulian, PeHa Washpresso menegaskan posisinya sebagai ruang komunitas dan wadah aktivitas bermakna untuk masyarakat Gorontalo.

Continue Reading

Gorontalo

PeHa Washpresso Hadirkan Gerakan Baru: Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum

Published

on

Gorontalo – Pojok Literasi Hukum PeHa Washpresso bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum meluncurkan program diskusi hukum mingguan bertajuk “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”. Kegiatan perdana digelar pada Rabu, 5 November 2025, pukul 15.30 WITA di PeHa Washpresso.

Diskusi perdana ini mengangkat tema “Pencemaran Nama Baik dan Media Sosial: Batasan antara Kritik dan Pencemaran Nama Baik (UU ITE, KUHP, dan Bukti Digital)”, dengan narasumber Faizal Akbar Ilato, S.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo. Acara dipandu oleh Andi Aulia Arifuddin, S.H., M.H., Founder Gopos.id sekaligus pemerhati isu komunikasi publik.

Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum, praktisi muda, pegiat literasi digital, serta masyarakat umum yang antusias membahas batasan kritik dalam ruang digital dan konsekuensi hukumnya.

Dalam paparannya, Faizal Akbar Ilato menegaskan bahwa batas antara kritik dan pencemaran nama baik bergantung pada unsur niat, konten, dan konteks pernyataan. Ia menjelaskan bahwa Pasal 310 dan 311 KUHP serta ketentuan dalam UU ITE secara tegas mengatur konsekuensi hukum terhadap pernyataan yang dapat merusak kehormatan seseorang, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

“Media sosial adalah ruang publik. Kritik diperbolehkan, tetapi harus disampaikan secara beretika, sesuai kaidah hukum, dan tidak mengarah pada penghinaan atau serangan pribadi,” ujarnya.

Diskusi berlangsung interaktif ketika peserta menanyakan contoh-contoh kasus nyata, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk bagaimana bukti digital seperti tangkapan layar, rekaman, dan riwayat percakapan digunakan dalam pembuktian pidana.

Di akhir kegiatan, forum menyimpulkan pentingnya kehati-hatian pengguna media sosial dalam menyampaikan pendapat yang menyangkut nama baik dan martabat orang lain. Peserta sepakat bahwa kritik yang baik adalah yang mengedepankan substansi masalah tanpa menyerang pribadi.

Pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa, Yakop Mahmud, S.H., M.H., menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan menjadi wadah masyarakat Gorontalo untuk membahas isu-isu hukum kontemporer secara santai namun tetap substansial.

“Melalui ruang diskusi ini, kami ingin menghadirkan edukasi hukum yang mudah dipahami, membumi, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat Gorontalo,” ungkapnya.

Program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” akan diselenggarakan setiap minggu di PeHa Washpresso dengan tema-tema aktual yang dekat dengan kehidupan masyarakat.

Continue Reading

News

Sanksi MKD DPR RI : Sahroni, Eko Patrio, Nafa Urbach Nonaktif, Uya Kuya dan Adies Kadier Bebas

Published

on

NEWS – Menghebohkan publik sejak aksi kontroversial di Sidang Tahunan MPR, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI akhirnya membacakan putusan etik untuk lima anggota dewan nonaktif pada Rabu (5/11). Dalam sidang yang dipimpin Ketua MKD Nazaruddin Dek Gam bersama empat pimpinan lain dan dihadiri para teradu, hasilnya menjadi sorotan nasional.

Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, MKD memutuskan Ahmad Sahroni dinonaktifkan sebagai anggota DPR selama enam bulan, Nafa Urbach selama tiga bulan, dan Eko Patrio selama empat bulan. Selama menjalani sanksi, mereka juga kehilangan hak keuangan sebagai anggota dewan. Keputusan ini dinilai sebagai bagian dari penegakan disiplin tanpa kompromi, apapun latar belakang para terlapor.

Mengutip Wakil Ketua MKD Gerindra, Imron Amin saat membacakan pertimbangannya, “Menghukum Dr Ahmad Sahroni nonaktif selama enam bulan terhitung sejak putusan dibacakan,” ucapnya. Sementara itu, Eko Patrio dinyatakan melanggar kode etik dan menerima penonaktifan selama empat bulan. Nafa Urbach mendapat hukuman serupa, namun dengan masa penonaktifan lebih singkat.

Di sisi lain, Adies Kadir dan Uya Kuya dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran dan langsung diaktifkan kembali menjadi anggota DPR. Dalam putusan MKD, “Uya Kuya dianggap tidak melanggar kode etik dan statusnya sebagai anggota dewan langsung diaktifkan,” sebagaimana dicatat media. Data dari Kompas dan Tribunnews juga menunjukkan keputusan bebas etik bagi kedua anggota tersebut.

Aksi joget di Sidang Tahunan yang sempat viral menjadi pemicu utama sidang MKD. Berdasarkan kesaksian ahli hukum Satya Adianto dalam persidangan: “Pada masa Pak Jokowi itu ada yang lagu Ojo Dibandingke, itu semua ikut menari. Yang kemarin juga ada lagu Tabola Bale itu semua menari juga itu, ya. Jadi itu biasa sebagai ekspresi, kalau menurut saya,” jelasnya.

Ahli media sosial Ismail Fahmi menegaskan pentingnya klarifikasi isu di publik. “Ini yang harus kita perhatikan ke depan, ketika ada sebuah isu yang kita rasa tidak pas, kita harus segera klarifikasi,” katanya di sidang MKD. Aksi beberapa anggota yang viral disebut terjadi spontan tanpa motif kenaikan gaji, seperti ditegaskan Pembina Koordinator Orkestra Unhan, Letkol Suwarko: “Reaksi anggota DPR yang berjoget saat penampilan orkestra dalam rangkaian Sidang Tahunan MPR…murni karena terhibur, bukan karena adanya informasi kenaikan gaji anggota DPR. Saya tak mendengar adanya informasi kenaikan gaji selama persidangan berlangsung,” tegasnya.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler