Connect with us

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Penerapan PSBB dan Jeratan Hukum

Published

on

Oleh : Nopiana Mozin, SH.,MH
(Bidang Pencegahan Crisis Covid-19 Center/Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial UNG)

Wabah Virus Corona yang semakin hari semakin bertambah, membuat masyarakat semakin gelisah. Di Gorontalo khususnya, masyarakat yang terkena dampak dari virus covid 19 ini cukup signifikan dari sejak diumumkannya pasien positif Covid-19 pertama kali oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie pada tanggal 09 April 2020. Hingga saat ini pasien Covid-19 di Gorontalo berjumlah 15 orang, 1 orang meninggal dan 2 orang dinyatakan sembuh. Pertambahan penyebaran Covid-19 di Gorontalo membuat semua Kepala Daerah bersepakat untuk mengajukan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Uniknya, usulan PSBB biasanya diajukan Pemerintah Kota dan Kabupaten, namun untuk Gorontalo diajukan oleh Pemerintah Provinsi untuk diberlakukan di semua Kab/Kota.

Apa Itu PSBB?

Pembatasan Sosial Berskala Besar atau biasa disingkat dengan PSBB adalah istilah kekarantinaan kesehatan di Indonesia yang didefinisikan sebagai “Pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.”.

PSBB saat ini sudah diterapkan dibeberapa wilayah di Indonesia, sebagai bagian dari upaya pencegahan virus corona beberapa daerah seperti di Jakarta, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Riau dan Makassar.

Pada tanggal 28 April 2020, setelah ditolaknya usulan pertama, Kementrian Kesehatan RI mengumumkan diterimanya usulan penerapan PSBB di seluruh wilayah Gorontalo. Penerapan PSBB ini disambut antusias oleh masyarakat Gorontalo, hal ini terlihat dari banyaknya komentar positif yang berseliweran di media sosial seperti Instagram, WhatsApp dan Facebook. Mereka berpendapat bahwa, jika PSBB resmi diterapkan di Gorontalo, pemerintah harus bertindak tegas kepada warga yang melanggar aturan tersebut.

Dalam penerapan PSBB, diharapkan agar Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tersebut bisa segera ditindaklanjuti dengan menerbitkan Peraturan Gubernur dan Peraturan Walikota/Bupati agar kekuatan dan kepastian penerapan bisa segera dilaksanakan. Pun demikian pula dengan persiapan refocussing anggaran pada tahap ketiga yang diharapkan bisa lebih tajam dan dalam budget yang lebih besar, hingga bagaimana operasionalisasi Jaring Pengaman Sosial untuk Kabupaten/Kota sesuai diktum yang ada.

Harapan dari penyusunan peraturan (regulasi) PSBB tersebut bisa lebih “melampaui” apa yang dtelah disusun oleh daerah lain yang telah menerapkan PSBB terlebih dahulu. Bekal pengalaman penerapa PSBB di daerah lain menjadi dasar bagi penyusunan Pergub/Perwako/Perbup yang lebih kuat agar penerapan PSBB di Gorontalo ini berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan dan tidak terjadi pelanggaran pidana selama masa PSBB ini berlangsung, karena jika hal ini terjadi jelas akan menimbulkan efek negatif bagi para pelanggar PSBB.

Pelanggar dan Jeratan Hukum

Berbicara mengenai pelanggaran, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pelanggaran diartikan sebagai perbuatan (perkara) melanggar. Pelanggaran sering disebut sebagai delik undang-undang, artinya dipandang sebagai delik karena sudah ada dan tercantum dalam undang-undang.

Menilik pasal 93 Undang-Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yakni tentang pidana penjara paling lama satu tahun atau denda sebesar Rp 100 juta bagi masyarakat yang melanggar, hal tersebut tidak serta merta menjadi dasar acuan untuk menghukum pelanggar PSBB jika notabenenya mereka mempunyai keperluan mendesak dan mengharuskan mereka untuk keluar rumah dalam hal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi hingga saat ini belum ada instrumen teknis semacam kartu kontrol individual terkait mobilitasnya personal.

Jika pasal 93 tersebut dijadikan dasar sebagai jerat pidana terhadap pelanggar PSBB, maka hal ini dianggap kurang tepat, karena perbuatan ini bukanlah perbuatan pidana namun perbuatan ini bisa merugikan masyarakat lain dalam hal memutus rantai penyebaran virus covid 19 ini. Sehingga jika harus diambil penindakan, maka penindakan yang dilakukan harus bersifat persuasif, artinya tindakan-tindakan tersebut harus berada dalam jalur koridor terbatas dan dilakukan dengan cara persuasif. Sebab, secara subjektif masyarakat tersebut sebenarnya sudah mendukung PSBB ini, namun kembali lagi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, melihat status sosial-ekonomi masyarakat Gorontalo yang rata-ratanya adalah petani, pedagang, sopir, buruh, tukang bentor, nelayan, petani serta jenis pekerjaan yang mengharuskan beraktifitas di luar rumah.

Maka, alangkah baiknya bagi pelanggar kebijakan PSBB tidak langsung diseret kepada urusan hukum, akan tetapi aparat penegak hukum tetap menggunakan langkah persuasif untuk melakukan penegakan aturan hukum ini dengan melihat dan mempertimbangkan alasan yang ada. Banyak pengalaman lapangan betapa penegakan aturan yang tidak holistik dan komprehensif, seperti contoh pemukukan sopir mobil yang membawa komoditas rempah-rempah di perbatasan Buol dan Gorontalo Utara.

Hal ini belum lagi ditambah dengan kondisi masyarakat yang begitu tertekan baik secara psikologis, ekonomi dan sosial. Kemungkinan dalam tekanan yang besar, akan membuat tensi emosional bisa naik, baik itu di pihak masyarakat maupun penegak hukum hingga penegakan PSBB bukan menghasilkan sesuatu yang positif, namun malah kontra produktif karena akan terjadi perlawanan secara massif. Belum lagi dengan banyaknya masyarakat yang hingga kini belum menerima bantuan sembako sebagai bagian dari Jaring Pengaman Sosial. Kondisi yang timpang ini, jika penanganan tidak koesif malah bisa menambah beban dan tidak menambah beban baru.

Jika memang Pasal 93 pada UU Karantina Kesehatan tersebut diberlakukan, maka pemerintah harus mempertimbangkan lagi terkait penyediaan bantuan tunai maupun stok makanan yang memadai dan mencukupi bagi semua warga wilayah yang diterapkan PSBB tanpa terkecuali, agar tidak ada alasan bagi mereka untuk keluar rumah jika hanya untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup. Hal ini pula bisa menjamin kepatuhan masyarakat terhadap aturan penetapan karantina wilayah. Bagaimanpun, penegakan aturan penting, namun yang paling penting adalah menjamin hak hidup dari seluruh masyarakat (salus populi suprema lex esto).

Advertorial

Pakar UNG Tekankan Teknologi Ramah Lingkungan untuk Penangkapan Ikan di Gorontalo

Published

on

UNG – Provinsi Gorontalo dinilai memiliki potensi sumber daya laut yang melimpah, yang jika dikelola secara bijak dan berkelanjutan, dapat menjadi penopang utama ketahanan pangan sekaligus penggerak ekonomi lokal. Hal ini disampaikan oleh dua akademisi dari Fakultas Kelautan dan Teknologi Perikanan (FKTP) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) dalam dialog publik bertajuk “Seberapa Penting Penangkapan Ikan bagi Provinsi Gorontalo” yang disiarkan melalui Radio Suara Rakyat Hulontalo.

Dekan FKTP UNG, Prof. Dr. Ir. Yuniarti Koniyo, MP, mengungkapkan bahwa sektor perikanan tangkap merupakan salah satu tulang punggung ekonomi pesisir di Gorontalo. Menurutnya, sektor ini tidak hanya menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari budaya dan kehidupan sosial masyarakat pesisir.

“Perikanan tangkapan menyerap banyak tenaga kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan menjadi bagian penting dari identitas maritim Gorontalo. Namun, pengelolaannya harus berkelanjutan agar sumber daya tidak habis dieksploitasi,” tegas Prof. Yuniarti.

Sementara itu, Dr. Aziz Salam, ST, M.Agr., selaku Ketua Jurusan Teknologi Penangkapan Ikan FKTP UNG, menekankan urgensi penerapan teknologi tepat guna serta inovasi dalam praktik penangkapan ikan. Ia menyebutkan bahwa pemanfaatan alat tangkap yang ramah lingkungan dan edukasi terhadap nelayan menjadi fokus utama pihaknya dalam mendukung perikanan berkelanjutan.

“Melalui pendidikan dan riset, kami mendorong pemanfaatan teknologi yang meningkatkan efisiensi tangkap namun tetap menjaga ekosistem laut. Keseimbangan antara produksi dan konservasi sangat penting,” ujar Dr. Aziz.

Kedua narasumber sepakat bahwa potensi laut Gorontalo yang besar harus diimbangi dengan regulasi yang kuat, kolaborasi antarsektor, serta pemberdayaan masyarakat nelayan agar sektor perikanan mampu berkontribusi maksimal terhadap pembangunan daerah dan ketahanan pangan nasional.

Continue Reading

Advertorial

UNG Sambut Ribuan Mahasiswa PPG Tahap I Lewat Orientasi Akademik Daring

Published

on

UNG – Sebanyak 7.870 mahasiswa resmi mengikuti tahapan orientasi akademik dalam rangkaian awal Program Studi Pendidikan Profesi Guru (PPG) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) untuk Guru Tertentu Tahap I Tahun 2025. Kegiatan ini digelar secara daring dan menjadi langkah awal sebelum mahasiswa menjalani proses pendidikan profesi sebagai guru profesional.

Koordinator Prodi PPG UNG, Dr. Jusna Ahmad, M.Si., menjelaskan bahwa orientasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman menyeluruh kepada peserta terkait alur, mekanisme, dan sistem pembelajaran selama program PPG berlangsung.

“Proses orientasi merupakan tahapan penting yang wajib diikuti oleh mahasiswa PPG UNG. Mahasiswa akan mendapatkan penjelasan mengenai seluruh kegiatan akademik yang akan dilalui, termasuk metode pembelajaran dan evaluasi,” ungkap Jusna.

Peserta PPG Guru Tertentu Tahap I ini berasal dari berbagai bidang studi, di antaranya Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, Pendidikan Jasmani, dan Bahasa Inggris. Seluruh peserta telah melakukan proses lapor diri dan siap menjalani pendidikan secara intensif.

Rektor UNG, melalui Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi, Dr. Harto Malik, M.Hum., menyampaikan sambutan hangat dan apresiasi terhadap keikutsertaan ribuan mahasiswa PPG di kampus UNG.

“Selamat datang di Universitas Negeri Gorontalo. Ini merupakan kesempatan besar untuk meningkatkan kompetensi sebagai calon guru profesional. Ikutilah proses pendidikan dengan baik, karena ini adalah syarat utama meraih gelar dan kompetensi sebagai pendidik yang unggul,” pesan Dr. Harto.

Dengan dimulainya tahapan orientasi, UNG menegaskan komitmennya dalam mencetak guru-guru profesional yang berkualitas, siap menghadapi tantangan dunia pendidikan, dan memberikan kontribusi nyata dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Continue Reading

Advertorial

UNG Seleksi 51 Siswa Berprestasi Nasional dan Hafidz 10 Juz untuk Jalur Mandiri 2025

Published

on

UNG – Sebanyak 51 calon mahasiswa baru bersaing memperebutkan kursi di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) melalui jalur Seleksi Mandiri Prestasi Unggul tahun 2025. Seleksi ini diperuntukkan bagi calon mahasiswa yang memiliki prestasi tingkat nasional atau internasional, serta mereka yang merupakan hafidz Al-Qur’an 10 juz.

Seleksi dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio dan wawancara, yang digelar di Aula Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Perencanaan (BAKP) UNG pada Selasa (3/6).

Kepala BAKP UNG, Darman, S.Kom., M.Ap., menjelaskan bahwa dari total pendaftar, 45 peserta berasal dari kategori prestasi bidang olahraga dan olimpiade, sementara 6 peserta berasal dari kategori hafidz Al-Qur’an 10 juz.

“Penilaian berupa portofolio dan wawancara merupakan tahapan wajib bagi pendaftar jalur mandiri prestasi unggul. Kami mengonfirmasi langsung keabsahan prestasi yang dilampirkan serta melakukan uji hafalan untuk peserta kategori hafidz,” jelas Darman.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Abdul Hafidz Olii, M.Si., mengungkapkan bahwa UNG hanya akan menerima 10 calon mahasiswa terbaik dari jalur ini. Mereka yang lolos seleksi akan mendapatkan pembebasan biaya Iuran Pengembangan Institusi (IPI) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

“Namun, pembebasan UKT ini akan dievaluasi setiap tahun. Jika mahasiswa tidak menunjukkan prestasi lanjutan, maka pembebasan UKT bisa dicabut, dan mahasiswa akan dikenakan biaya sesuai ketentuan,” tegas Prof. Hafidz.

Seleksi ini menjadi bagian dari upaya UNG dalam menjaring talenta-talenta unggul dari berbagai bidang dan latar belakang untuk mengembangkan kualitas akademik kampus secara menyeluruh.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler