Connect with us

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

UPT UNG Implementasikan Perjanjian Kerja Sama

Published

on

UPT UNG Berkunjung ke Salah Satu Perpustakaan Di Desa Banuroja || Foto Istimewa

UNG – Unit Pelayanan Teknis Perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo mengimplementasikan perjanjian kerja sama dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Pohuwato, dalam rangkaian transformasi perpustakaan desa berbasis inklusi sosial, di Banuroja, (8/3/2021).

“Kami berkunjung ke Desa Banuroja dalam upaya membangun perpustakaan desa sehingga bisa berkontribusi bagi masyarakat. Ini juga merupakan arahan dari Rektor UNG, bahwa setiap program perpustakaan harus betul betul memberi nilai manfaat yang riil bagi masyarakat,” Ungkap Ismet Sulila.

Ismet menuturkan bahwa UPT Perpustakaan akan memaksimalkan upaya pelibatan seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dalam upaya membangun desa.

“Lewat membaca buku dan melalui berbagai pelatihan yang dipusatkan di perpustakaan desa kelak, kami berharap masyarakat desa, khususnya di Banuroja ini, akan memiliki peluang untuk meningkatkan kualitas hidup keluarganya sehingga desa ini benar benar menjadi mandiri dan tangguh,” ujarnya.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Lusiana Bouty, menyampaikan dukungan penuh atas kegiatan ini dengan harapan ada peningkatan kualitas hidup masyarakat yang diperoleh dari program perpustakaan berbasis inklusi sosial ini.

Sementara itu, dalam sesi diskusi terkait pengembangan kantor perpustakaan Desa Banuroja, Kepala UPT Perpustakaan yang didampingi oleh Kabid (Ketua Bidang Pengembangan Kerjasama) dan Hans Ruchban (Pustakawan Madya) membahas langkah dan tahapan strategis terkait upaya menghidupkan kembali perpustakaan desa Banuroja yang pernah beroperasi beberapa tahun lalu bersama Yusri Ismail (Kasi Pembudayaan Kegemaran Membaca, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kab. Pohuwato), I Made Suardana (Kades Banuroja), Ahmad Faiz (Sekdes Banuroja) dan seluruh unsure pemerintah Desa Banuroja.

Advertorial

Respon Fakultas Hukum UNG terhadap Dugaan Penganiayaan oleh Oknum Dosen

Published

on

UNG – Perkembangan dugaan kasus penganiayaan yang melibatkan salah satu Dosen Hukum di Universitas Negeri Gorontalo (UNG) mendapat tanggapan cepat dari Fakultas Hukum UNG.

Dalam konferensi pers yang digelar oleh Fakultas Hukum pada Kamis, (25/04/2024), di Gedung Pancasila Fakultas Hukum, dekan Fakultas Hukum UNG, Dr. Weny Almoravid Dungga, SH., MH, menjelaskan bahwa ini merupakan pertemuan pertama kali antara Fakultas Hukum dan media untuk membahas isu yang telah mencoreng nama baik lembaga dan universitas.

Dr. Weny menegaskan bahwa kejadian penganiayaan tersebut tidak terjadi di lingkungan Fakultas Hukum atau Universitas Negeri Gorontalo. Dia menambahkan bahwa oknum dosen yang diduga terlibat sedang mengikuti pelatihan di luar daerah, sehingga lembaga masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait kasus ini.

Dalam hal ini, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr. Suwitno Yutye Imran, S.H., M.H., menyampaikan bahwa Fakultas Hukum mengapresiasi dan percaya pada proses hukum yang sedang berjalan di kepolisian. Dia berharap agar proses ini dapat berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Dekan Fakultas Hukum UNG menegaskan komitmennya untuk mendukung proses hukum dan menjaga integritas lembaga serta memastikan lingkungan akademik yang aman dan nyaman bagi seluruh mahasiswa dan dosen. Mereka juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga etika dan moralitas dalam lingkungan akademik.

Continue Reading

Gorontalo

Ramadan, Matinya Politik Gorontalo dan Politik Emansipasi

Published

on

Dr. Funco Tanipu., ST., M.A, Founder The Gorontalo Institute

Oleh : Dr. Funco Tanipu., ST., M.A (Founder The Gorontalo Institute, Dosen Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo)

Wajah politik Gorontalo akhir-akhir ini memperlihatkan kecenderungan perubahan ke arah situasi yang didalamnya aspek-aspek politik yang bersifat “low politics” dirayakan secara semarak. Arena politik dipenuhi oleh berbagai pertunjukan, tontonan, tepuk tangan, tayangan, dan tindakan-tindakan yang mengeksploitasi berbagai bentuk yang bernilai rendah dan tak substantif. Sisi lain mempertontonkan cakar-cakaran, saling bunuh, dan meniadakan. Yang lebih gawat adalah maraknya fenomena transaksional “ada uang ada suara”.

Politik dianggap sebagai arena untuk kegiatan yang bersifat “low”, yang menggunakan model-model strategi dan psikologi massa budaya populer, dalam rangka mencari popularitas, memobilisir massa, memenangkan pemilihan, mendapatkan pengikut, meningkatkan rating atau mencari keuntungan (Yasraf Amir Piliang, 2008) . Makanya tak heran banyak kita dapati iklan politik mengotori ruas jalan kita. Gorontalo tak ubahnya seperti Balihopolitan (Kota Baliho). Politik semata-mata ditujukan untuk merayakan hasrat yang tak terbatas (desire/nafs), namun rendah.

Belum lagi jika kita mengamati maraknya fenomena “koprol” yang telah menjadi bagian dari politik keseharian kita. Sungguh kita memasuki sebuah era yang dinamakan matinya politik. Foucault menyebut “matinya politik” bukan nanti tidak ada lagi politik, melainkan bahwa akan hilang konsep politik sebagai suatu arena dan kategori istimewa dalam pemikiran kita untuk membebaskan masyarakat dari tirani negatif.

Kini, kita hidup di sebuah era yang bisa disebut sebagai “era matinya politik”, era matinya segala sesuatu. Politik kehilangan peran sentralnya dalam peradaban, politik hanya menjadi instrumen teknis untuk merayakan segala sesuatu yang privat, kepentingan pribadi dan kelompok.

PERAYAAN HASRAT, PENDANGKALAN POLITIK

Kecenderungan politik lokal Gorontalo yang mengarah pada pendangkalan dan kerendahan di dalam budaya politik terlihat pada banalitas politik, misalnya iklan politik tak bisa dibedakan lagi dengan iklan sabun mandi; lembaga politik tidak dapat dibedakan lagi dari travel perjalanan atau event organizer; kampanye politik tidak dapat dibedakan lagi dari pertunjukan musik dangdut.

Perspektif kedangkalannya itulah yang menyebabkan aktifitas politik lebih cenderung mengeksploitasi berbagai bentuk histeria massa (mass histeria), yaitu pola memanipulasi emosi publik, sehingga mencapai kondisi puncak tak terkendali, yang diperlihatkan dalam berbagai bentuk teriakan, tangisan atau kesedihan massa dalam melihat idolanya (Baudrillard, 2005). Politis menjadi idola jika melakukan “bagi-bagi doi”, “ba siram”, “kuti-kuti” dan ragam definisi soal kebaikan. Sehingga realitas hanya bisa disaksikan oleh mata, bukan lagi oleh nurani, lalu wajar kemudian jika banyak dari idola-idola tersebut walau pernah tersangkut kasus hukum namun tetap ditangisi dan diidolakan.

Politik Gorontalo didefinisikan sebagai aktifitas yang menghibur, menyenangkan, mempesona, dan menghanyutkan, mendapat ruang ruang yang mewah dan istimewa di dalam arena politik kita. Sebaliknya yang berkaitan dengan pembangunan peradaban, pendidikan karakter, perayaan gagasan dan pembelaan hak rakyat justru tidak mendapatkan ruang yang hidup dan aktif.

Kecenderungan yang ada saat ini, politik adalah instrumen untuk memuaskan hasrat diri meskipun kepuasan itu tak pernah terpenuhi. Lihat saja kediaman politisi kita seperti galeri mobil, bangunan megah bak istana dan perternakan properti yang tak ada habisnya. Pada taraf itu, hasrat terus-menerus mencari pemuas melebihi batas yang diperbolehkan, sehingga hal-hal yang amoral dan anti sosial terlampaui oleh hasrat itu sendiri.

Agama pun lebih banyak dijadikan alat legitimasi politik. Jubah hanya sekedar menjadi fashion politik semata. Jilbab adalah instrumen kampanye untuk dibagi-bagi agar bisa menambah pemilih. Program yang bertema spiritual hanya menjadi kedok bagi mobilisasi suara dan pengalihan opini publik agar citra menjadi positif.

Rumi, seorang sufi klasik ternama, mengatakan bahwa dunia adalah penjara hasrat yang tinggi, tetapi kuburan bagi hasrat yang rendah. Hasrat yang tinggi adalah hasrat pengabdian untuk kemanusiaan yang semata-mata ditujukan sebagai persembahan pada Pencipta, arenanya menembus batas-batas ruang dan waktu. Berbeda dengan hasrat rendah yang hanya diabdikan dan dikelola di seputar dunia dan dibawah langit.

RAMADAN, ARENA KEBANGKITAN POLITIK EMANSIPASI

Politik pada akhirnya kehilangan pola kepemimpinan yang hakiki, yang ada tinggal idola-idola yang bekerja untuk kepentingan personal dan kelompok ketimbang kepentingan publik. Politik seperti menjadi pasar, dimana orang lalu-lalang sambil memperdagangkan jualannya, ada lapak-lapak, ada pembeli, semuanya serba transaksional. Pada ujungnya hanya dimaksudkan pada pencarian laba yang bersifat eksploitatif.

Dalam meneropong arah politik dimasa depan, harus ada upaya-upaya untuk mengendalikan hasrat, banalitas, dan popularisme politik.

Salah satu arena untuk memperbaikinya adalah menjadikan Ramadan sebagai arena untuk membangkitkan sisi humanis dari politik yang terkotori. Ramadan mesti dijadikan ruang untuk menggalang politik alternatif dalam rangka menciptakan wajah politik yang lebih produktif, substantif, humanis, dan bermakna, yang di dalamnya warga tidak lagi menjadi pengikut, melainkan sebagai sesuatu yang aktif, yang mampu secara inovatif, dinamis dan kreatif membangun arena politiknya sendiri. Hal itu dinamakan politik emansipasi oleh Slavoj Zizek, filsuf politik asal Slovenia yang termasyhur abad ini.

Maka dengan itu, kedepan perlu penguatan politik yang lebih humanis, bermakna dan luhur dengan memperbanyak generasi ‘aktifis politik’, yaitu manusia yang mempunyai daya kritis, daya kreativitas, jiwa kepeloporan, keinginan berprestasi, hasrat inovasi tinggi, dan spiritualitas kuat, yang secara bersama-sama mampu membangun sebuah masyarakat Gorontalo yang tidak lagi dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar (kapitalisme, globalisasi), tetapi secara kreatif mampu memproduksi tafsir politiknya secara terang (Piliang, 2008).

Karena itu, maka Ramadan mestinya bukan lagi momen untuk menahan lapar dan haus, karena jika yang dilakukan oleh kita semua, maka tentu tidak akan menghasilkan manusia-manusia politik yang memiliki keluhuran nurani. Sebagaimana disampaikan oleh A-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin bahwa puasa ada tiga tingkatan: (1) Puasa yang disebut shaum al-umum yakni menahan perut dan kemaluan dari memenuhi kebutuhan syahwat seperti makan dan minum. (2). Puasa yang disebut shaum al-khusus (puasa khusus) yaitu menjaga lisan, mata dan pendengaran dari kemaksiatan. (3). Puasa yang disebut shaumu khusus al-khusus yakni puasa menjaga hati dan pikiran dari prasangka tercela.

Di Gorontalo, sejak Islam masuk pada tahun 1200 an dan menjadi agama resmi kerajaan pada tahun 1525, berarti sudah 499 kali Ramadan dilaksanakan. Pertanyaannya, apakah selama 499 kali Ramadan tersebut, adakah peradaban Gorontalo sudah semakin baik dan tertata untuk kemaslahatan rakyat? Ataukah malah peradaban kita menuju keadaban, dalam hal ini politik, yang semakin menurun kualitasnya hingga rakyat kita berada di memori yang sama ; “mana-mana jo pa ngoni” atau dalam bahasa Gorontalo “bolo tonulala toli mongoli”. Pertanyaan lanjut, masih butuh berapa kali Ramadan lagi untuk memperbaiki kondisi politik Gorontalo kita?

Tentu, kita semua tahu, siapapun manusia (termasuk aktor politik) tak ada yang bisa mengklaim bahwa umurnya akan panjang, sehingga ada perspektif umum yang berkembang biarlah nanti ada waktunya untuk memperbaiki diri (dalam hal ini taubat), untuk masa sekarang “seperti apa yang ada”, atau “sementara bagitu dulu”. Jika perspektifnya seperti itu, maka ratusan kali Ramadan, tak akan bisa mengubah peradaban dan manusia yang ada didalamnya.

Semoga kita semua masih diberi kesempatan untuk bisa memperbaiki diri yang pada ujungnya adalah memperbaiki peradaban politik kita.

Continue Reading

Advertorial

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Raih Penghargaan Terbaik I dalam Pilmapres UNG 2024

Published

on

UNG – Kompetisi Pemilihan Mahasiswa Berprestasi tahun 2024 telah menghasilkan pemenang, dengan mahasiswa perwakilan Fakultas Kedokteran menjadi yang terbaik 1 dalam kategori sarjana di tingkat Universitas Negeri Gorontalo (UNG). Kuni Zakiyyah, mahasiswa dari Fakultas Kedokteran, meraih gelar tersebut setelah mendapatkan nilai tertinggi, mengungguli perwakilan Fakultas Olahraga dan Kesehatan yang meraih terbaik II serta perwakilan Fakultas Teknik yang meraih terbaik III.

Ketua panitia Pilmapres 2024, Prof. Dr. Sukirman Rahim, M.Pd., menjelaskan bahwa penentuan pemenang pada kompetisi ini didasarkan pada penilaian yang dilakukan oleh para juri. Perwakilan dari Fakultas Kedokteran dinilai sebagai yang terbaik berdasarkan penilaian tiga komponen, yaitu capaian unggulan, gagasan kreatif, dan kemampuan berbahasa Inggris.

“Proses penilaian dalam Pilmapres dilaksanakan secara objektif oleh para juri yang memiliki kompetensi. Dengan seleksi yang objektif ini, diharapkan akan dihasilkan mahasiswa terbaik yang siap berkompetisi untuk mengharumkan nama UNG baik di tingkat wilayah maupun nasional,” ujar Sukirman.

Sementara itu, Wakil Rektor bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Prof. Dr. Mohamad Amir Arham, M.E., menyampaikan selamat kepada mahasiswa terbaik dalam kompetisi Pilmapres 2024 UNG. Beliau berharap agar mahasiswa yang meraih prestasi tersebut dapat melanjutkan kompetisi di tingkat regional dan mengharumkan nama UNG di tingkat nasional.

Tidak hanya dalam kategori sarjana, Pilmapres juga membuka kompetisi untuk mahasiswa program vokasi dengan kategori D3. Dalam kategori tersebut, mahasiswa dari Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Shalwa Azahra, berhasil meraih gelar terbaik I.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler