GORONTALO – Insiden kericuhan yang terjadi di Marisa, Kabupaten Pohuwato Kamis (21/9/2023) memberi luka mendalam bagi masyarakat di Provinsi Gorontalo. Kantor Bupati Pohuwato dibakar massa, kantor DPRD Kabupaten Pohuwato dirusak, beberapa bangunan kantor diamuk massa bahkan rumah dinas Bupati dibuat porak-poranda oleh ribuan massa penambang yang tergabung dalam Forum persatuan ahli waris IUP OP 316 dan ahli waris penambang Pohuwato.
Namun dari insiden itu, terdapat wartawan di kabupaten Pohuwato turut menjadi sasaran amukkan. Dari video livestreaming yang terpantau, aksi aparat yang diduga oknum polisi melakukan upaya intimidasi dan merampasan alat kerja wartawan di lapangan.
Dari video tersebut, terlihat seseorang yang menggunakan kaos dan topi merampas Handphone milik salah satu wartawan yang sedang bertugas sembari menanyakan identitas wartawan tersebut. Sontak rekan-rekan wartawan di sekitar langsung memberi tahu bahwa orang tersebut adalah wartawan yang sedang meliput dibantu oleh aparat kepolisian yang menggunakan seragam.
Dari insiden ini, Persatuan Wartawan Indonesi (PWI) Provinsi Gorontalo meminta agar pihak penegak hukum untuk tidak melakukan intimidasi terhadap kerja-kerja wartawan di lapangan.
Wakil Ketua Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Gorontalo, Andi Arifuddin mengingatkan agar dalam kasus demonstrasi yang terjadi di Pohuwato aparat jangan melakukan upaya represif terhadap wartawan yang sedang bertugas. Sebab setiap wartawan dengan identitas yang lengkap tidak bisa dihalangi kerja-kerja jurnalistiknya, karena dilindungi oleh undang-undang.
“Ini jelas sebagaimana amanat Pasal 18 UU 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Tidak boleh siapapun baik individu, organisasi, aparat termasuk TNI/Polri, individu atau siapapun tidak boleh menghalang-halangi kerja jurnalis untuk memperoleh informasi,” ujar Andi Arifuddin.
Ia menyebut upaya menghalang-halangi peliputan, khususnya yang disertai dengan ancaman bisa terjerat pidana. Di dalam UU 40 tahun 99 bagi pelaku yang menghalangi kerja jurnalistik diancam dua tahun atau denda Rp500 juta, jadi ini serius. Belum lagi jika hal itu sudah menjurus ke tindak pidana penganiayaan.
“Kami tentu berduka atas kejadian yang terjadi di Pohuwato. Namun kami berharap agar para pihak untuk senantiasa melindungi fungsi pers dalam mengawal demokrasi dan kebebasan pers,” paparnya.
Terakhir Andi mengingatkan agar seluruh wartawan yang melakukan peliputan di lokasi yang rawan kericuhan agar dapat bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik serta melengkapi diri dengan identitas yang jelas.
“Paling penting juga dapat menjaga etika, ketika dalam kondisi yang chaos, segala kemungkinan bisa terjadi. Untuk itu rekan-rekan tetap berhati-hati serta melengkapi diri dengan identitas yang jelas. Dan jangan lupa untuk melakukan komunikasi dua arah, sehingga tidak menjadi korban kekerasan saat meliput,” tandasnya.
Ketua Panitia CSP XVIII, Yakop Mahmud di dampingi Bendahara Alham Prasogo Habibie saat diwawancara
Gorontalo – Ajang tahunan Celebes Scouter Party (CSP) XVIII Tahun 2025 resmi dibuka pada Jumat (4/7/2025) di Alun-Alun Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Event bergengsi bagi pecinta motor Vespa ini berlangsung hingga 6 Juli 2025 dan menghadirkan ribuan peserta dari seluruh penjuru Indonesia.
Ketua Panitia CSP XVIII, Yakop Mahmud, dalam sambutannya menyampaikan bahwa event ini terselenggara atas kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, dan Kota Gorontalo. Ia menyebut bahwa berbagai kegiatan menarik telah disiapkan untuk memeriahkan gelaran tahun ini.
“Beberapa agenda yang kita laksanakan hari ini antara lain Festival Karawo, kontes motor Vespa, serta kegiatan amal seperti donor darah dan penanaman pohon. Semuanya dikemas dalam tema ‘Vespa-lah’ yang kental dengan semangat kebersamaan dan cinta lingkungan,” ungkap Yakop.
Event yang menjadi ajang pertemuan pecinta Vespa se-Sulawesi ini menargetkan 1.500 peserta, dan Gorontalo sendiri telah tiga kali dipercaya sebagai tuan rumah.
“Gorontalo sebelumnya menjadi tuan rumah pada tahun 2011, 2017, dan kini kembali dipercaya menggelar CSP XVIII Tahun 2025,” tambahnya.
Menariknya, peserta CSP kali ini tidak hanya berasal dari Pulau Sulawesi. Menurut Yakop, berdasarkan data panitia, peserta juga datang dari berbagai daerah di luar Sulawesi.
“Dari database panitia, terkonfirmasi peserta dari Kalimantan, Maluku, Jawa, bahkan Sumatra. Ini menunjukkan bahwa CSP telah menjadi magnet nasional bagi komunitas pencinta Vespa,” jelasnya.
Lebih dari sekadar event otomotif, CSP XVIII juga menjadi ajang promosi budaya dan ekonomi lokal. Panitia menggandeng para pelaku UMKM lokal untuk turut serta memamerkan produk-produk khas Gorontalo.
“CSP tahun ini mengusung semangat kebudayaan dan pariwisata. Harapannya, lewat event ini, budaya lokal dan potensi wisata Gorontalo dapat dikenal lebih luas, baik di dalam maupun luar negeri,” tutup Yakop.
Gorontalo – Langkah hukum terhadap dugaan perusakan lingkungan di Desa Bulangita, Kecamatan Marisa, Kabupaten Pohuwato, kian memasuki babak serius. Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Analisis Hak Asasi Manusia (LA HAM) Provinsi Gorontalo secara resmi membentuk tim advokasi hukum untuk mendampingi langkah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) LA HAM Pohuwato dalam proses pelaporan ke pihak kepolisian.
Penunjukan tim tersebut diputuskan melalui rapat pleno tertutup yang digelar Kamis malam (3/7/2025). Dalam rapat tersebut, Janes Komenaung, S.H., yang saat ini menjabat sebagai Sekretaris DPW LA HAM Gorontalo, ditetapkan sebagai Ketua Tim Advokasi Hukum.
“Ya, Pak Janes Komenaung, S.H., menjadi ketua tim untuk mendampingi DPD LA HAM Pohuwato dalam melaporkan para terduga pelaku pengrusakan lingkungan,” ungkap Akram Pasau, S.H., Ketua DPW LA HAM Gorontalo usai rapat pleno.
Akram menegaskan bahwa fokus laporan menyasar aktivitas perusakan lingkungan di Desa Bulangita, yang diduga kuat menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan sedimentasi di wilayah ibu kota Kabupaten Pohuwato, yakni Kota Marisa.
Sementara itu, Janes Komenaung menyatakan kesiapannya memimpin pendampingan hukum tersebut.
“Kami siap mengawal proses ini. Tim advokasi terdiri dari lima pengacara yang semuanya adalah pengurus aktif LA HAM Provinsi Gorontalo,” ujarnya.
Diketahui, beberapa nama terduga pelaku yang akan dilaporkan ke pihak berwenang di antaranya berinisial UM alias Uten, MM alias Muku, PA alias Barot, DD alias Ded, dan ARM alias Man.
LA HAM menegaskan, langkah hukum ini bukan hanya sebagai bentuk pengawalan hak lingkungan masyarakat, tetapi juga upaya menekan dampak ekologis yang semakin meluas akibat kegiatan yang diduga dilakukan secara ilegal.
Gorontalo – Kaderisasi semestinya menjadi ruang sakral dalam membentuk insan cita Himpunan Mahasiswa Islam (HMI): insan akademis, pencipta, dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Namun dalam praktiknya, idealisme tersebut kerap tereduksi oleh dinamika kekuasaan dan kepentingan kelompok tertentu.
Hal ini disuarakan secara tegas oleh Adnan R. Abas, Ketua HMI Komisariat Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo (UNG), Cabang Gorontalo. Dalam wawancara eksklusif, Adnan mengungkapkan kekecewaan mendalam terhadap kondisi aktual kaderisasi yang dinilainya telah mengalami pergeseran nilai secara signifikan.
“Saya kecewa ketika melihat kaderisasi yang seharusnya menjadi tempat pembentukan nilai, justru berubah menjadi alat politik praktis. Bahkan ironisnya, ini datang dari alumni yang seharusnya membimbing kami,” ungkap Adnan.
Menurutnya, ruang kaderisasi kini lebih banyak diwarnai oleh politisasi internal, bukan penguatan nilai-nilai perjuangan Islam dan intelektualisme. Ia menyoroti peran sejumlah alumni yang bukan lagi membina, melainkan mendorong agenda-agenda pragmatis demi melanggengkan pengaruh di lingkaran organisasi.
“Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan kaderisasi menjadi panggung perebutan pengaruh. Apalagi jika kader yang belum matang justru digiring untuk mendukung elite alumni tertentu. Ini bukan ruh HMI yang sesungguhnya,” tegasnya.
Adnan menilai bahwa kondisi ini menyebabkan polarisasi tajam di tubuh organisasi, bahkan menciptakan fenomena kader pesanan — kader yang diarahkan untuk tujuan tertentu sejak awal proses pengkaderan, bukan karena kapasitas atau komitmen pada nilai-nilai himpunan.
Akibatnya, muncul kebingungan ideologis di level bawah. Banyak kader muda kehilangan arah karena tidak mendapatkan pembinaan yang utuh dan konsisten. Penguatan nalar kritis — yang seharusnya menjadi napas utama HMI — justru tergantikan oleh intrik struktural yang membingungkan dan kontraproduktif.
“Ruang kaderisasi harus dikembalikan kepada niat awalnya: membentuk insan cita. Jika tidak, maka kader HMI hanya akan menjadi alat kekuasaan, bukan pemegang nilai,” tutup Adnan.
Pernyataan Adnan mencerminkan keresahan yang kini mulai mengemuka di kalangan kader akar rumput. Evaluasi terhadap praktik kaderisasi yang sarat kepentingan mendesak dilakukan oleh seluruh unsur, termasuk alumni yang selama ini berperan sentral dalam pembinaan.
Kaderisasi yang terpolitisasi bukan hanya menghambat lahirnya pemimpin masa depan berintegritas, tetapi juga mengikis marwah HMI sebagai organisasi kader yang telah melahirkan tokoh-tokoh besar bangsa.