Connect with us

Ruang Literasi

Untuk dan Atas Nama Mahasiswa.

Published

on

Aldy Ibura

NEWS – Beberapa hari terakhir kita menyaksikan sebuah ironi dengan beberapa hal yang beredar dengan sungguh ‘gelap’ terhadap seorang mahasiswa yang sedang berjuang di tengah jalur studi yang sebentar lagi mestinya selesai (wisuda). Seorang manusia, anak dan saudara yang telah 9 (sembilan) hari berada di balik tiang-tiang besi negara.

Melalui tulisan kita bisa bersuara, melalui himpunan aksara kita berusaha untuk berkata-kata menyampaikan sesuatu yang perlu dan menjangkau telinga serta dinding-dinding jiwa manusia.

Pemikiran (publik) orang banyak tentang mahasiswa di Gorontalo yang melakukan dugaan penggelapan uang sebesar Rp110.000.000 dalam pelaksanaan kegiatan seminar harus benar-benar diluruskan, bagi kami ini adalah murni kesalahan dalam manajemen kegiatan dan kami berkeyakinan saudara mahasiswa kami tersebut tidak sedikitpun memiliki niat bahkan melakukan tindakan yang terlanjur beredar dengan arus serta bentuk yang sangat suram di khalayak.

Di mana pada pelaksanaan kegiatan ini semata-mata berdasarkan pada cita-cita untuk menaikkan citra dari kampus kami tercinta. Kegiatan yang bagi kami cukup spektakuler tersebut bertajuk Creators Nation yang bertujuan untuk menciptakan dan menguatkan semangat berwirausaha di Gorontalo. Beberapa pengusaha sukses menjadi pembicara dalam seminar tersebut hingga menghadirkan tokoh nasional yang “pulang kampung” untuk berbagi bersama publik Gorontalo, yakni Bapak Sandiaga Uno selaku pambicara utama. Pada penghujung rangkaian kegiatan yang juga sempat memecahkan rekor pembuatan pia (kue) itu ditutup dengan konser Fourtwnty dan Beranda Rumah Mangga (Braga) yang menghentak Gorontalo dengan lagu-lagu indah mereka.

Ekspektasi dari kegiatan ini sederhana, agar mahasiswa terlibat aktif dan responsif terhadap dunia enterpreneur serta kampus menjadi lebih bermanfaat dengan citra yang kokoh. Namun, di balik harapan itu terdapat kendala yang menjadi latar persoalan di mana peserta yang hadir tidak mencapai target yang telah direncakanan oleh saudara-saudara mahasiswa sebagai pelaksana kegiatan.

Pada pelaksanaan kegiatan ini ditargetkan kurang lebih 2.500 peserta, sementara yang terjadi di lapangan peserta yang ikut, kurang mencapai 50%. Peserta yang tidak mencapai 50%, sementara atribut yang sudah disediakan oleh panitia pelaksana kegiatan itu sesuai dengan target yang ada. Atribut tersebut dipesan dan merupakan utang. Di sinilah letak kesalahan manajemen kegiatan dan akar dari persoalan yang terjadi. Bukan seperti apa yang diberitakan di berbagai media massa dengan ragam judul yang suram dan berpotensi menyesatkan pandangan khalayak, di antaranya, “penggelapan uang seminar, nilep uang” dan sebagainya.

Kami sadar bahwa negara ini adalah negara hukum, kami sangat menghargai proses hukum yang sementara berjalan meski mengakibatkan saudara kami telah ditahan oleh aparat penegak hukum. Perlu ditegaskan pula, bahwa sedari awal sampai dengan saat ini saudara kami tetap beriktikad baik dan masih terus berkomunikasi dengan vendor untuk menyelasaikan utang yang masih tersisa serta vendor yang selalu bijaksana dan terus mendukung saudara mahasiswa tersebut terhadap persoalan ini. Sebelumnya saudara kami sudah membayar kurang lebih Rp7.000.000, sehingga sisa utang tersebut masih sekitar Rp103.000.000.

Kami mengenal baik saudara kami, dia adalah mahasiswa yang bertanggungjawab. Maka dengan perilaku beliau yang baik dan bertanggungjawab, tergerak hati kami untuk membantu meringankan dengan mengajak semua mahasiswa untuk kiranya berkenan ikut serta dalam aksi penggalangan dana “Seribu Rupiah, Humanity Action”.

Aksi kemanusiaan untuk dan atas nama mahasiswa ini murni sebagai bentuk dukungan dan dilakuan sebagai kepedulian kami kepada sesama mahasiswa, hati kami tergerak karena kami sadar bahwa tentang persoalan ini adalah murni kesalahan manajemen kegiatan, yang dengan hal ini kami berpikir bahwa tidak semua masalah berujung penjara dan harus yang bersangkutan selesaikan sendiri. Di sisi lain, aksi ini pula lahir dengan pertanyaan yang sederhana, bagaimana jika kami di posisi rumit tersebut?

Kami masih percaya bahwa suara dan cita-cita terhadap sesama manusia masih selalu bergetar dan menyala. Sungguh wajib disyukuri karena kita masih bersama pada sesuatu yang penting dalam upaya membantu meringankan/memecahkan masalah yang membebani salah satu manusia yang juga merupakan sahabat/saudara kita dengan identitas yang identik, yakni mahasiswa. Hormat, cinta dan perjuangan selalu dan selamanya ada.

Penulis, Aldy Ibura Koordinator Isu Sosial Politik BEM Nusantara.

Gorontalo

Yang Menyatukan Warga Ternyata Bukan Kafe Mewah, Tapi Kursi Lipat

Published

on

Oleh: Zulfikar M. Tahuru

Gorontalo – Pelataran Pasar Sentral di Kota Gorontalo belakangan menjadi ruang berkumpul yang semakin ramai. Pada malam hari, area yang siang harinya dipenuhi aktivitas jual beli kebutuhan dapur itu berubah menjadi titik temu warga. Kursi lipat, booth portabel yang bisa pasang-bongkar dengan cepat, serta deretan pedagang UMKM membentuk suasana yang hangat dan cair. Di sini, orang-orang merasa cukup hadir apa adanya — tanpa desain interior, tanpa tema suasana, dan tanpa batasan sosial tak kasat mata.

Fenomena ini menunjukkan perubahan kebiasaan warga dalam memilih ruang perjumpaan sosial. Jika sebelumnya banyak aktivitas berkumpul berlangsung di kafe dan ruang privat yang menonjolkan estetika visual, kini ruang terbuka dengan biaya rendah justru lebih diminati. Selain pertimbangan harga, ruang terbuka memberi kenyamanan: siapa saja dapat hadir tanpa tekanan penampilan dan tanpa tuntutan minimal order.

Namun ada pertanyaan yang perlu dicermati lebih lanjut. Apakah keramaian ini merupakan perpindahan dari ruang yang lebih mahal menuju ruang terbuka? Ataukah sejak awal banyak warga yang memerlukan ruang sosial yang lebih ramah, dan baru sekarang ruang itu tersedia?

Demikian pula, siapa yang berjualan di sana: pelaku UMKM baru yang sedang membangun usaha, atau pelaku usaha yang sudah mapan yang memperluas cabang usahanya di ruang terbuka?

Pertanyaan-pertanyaan di atas layak diteliti secara lebih rinci oleh kalangan akademisi dan kaum terpelajar.

Yang jelas, Kota Gorontalo sedang menunjukkan arahnya. Ruang hidup itu tumbuh dari bawah. Dan sejauh ini, Pemerintah Kota memilih untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhannya. Ruang publik tidak langsung dikenakan retribusi, tetapi dibiarkan menemukan bentuknya terlebih dahulu.

Tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa ruang tersebut tetap inklusif, terbuka, dan tidak mengambil bentuk yang hanya menguntungkan sebagian kecil pihak.

Continue Reading

Gorontalo

Gebrakan Baru: PeHa Washpresso Luncurkan Program dan Salurkan Peha Peduli

Published

on

Gorontalo – PeHa Washpresso menandai satu tahun eksistensinya di tengah masyarakat Gorontalo melalui acara penuh makna sosial pada Rabu (05/11/2025). Pada momen istimewa ini, PeHa Washpresso secara resmi meluncurkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” serta menyerahkan bantuan PeHa Peduli kepada dua mahasiswa perantau yang membutuhkan.

Acara berlangsung dengan nuansa hangat dan kebersamaan. Pemilik PeHa menegaskan, sejak awal kehadirannya, PeHa Washpresso bukan sekadar tempat menikmati kopi, melainkan menjadi ruang pertemuan, diskusi, berkembang, serta saling menguatkan komunitas.

“PeHa lahir bukan hanya sebagai tempat ngopi. PeHa hadir sebagai ruang temu, ruang tumbuh, dan wadah saling menguatkan,” jelas Yakop Mahmud, S.H., M.H., pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa.

Melalui program PeHa Peduli, PeHa memberikan bantuan sebesar Rp 1.000.000 kepada dua mahasiswa perantau. Bantuan ini diharapkan dapat membantu keperluan sehari-hari penerima.

“Angka bantuan mungkin sederhana, namun kami ingin menegaskan bahwa setiap kebaikan, sekecil apapun, sangat berarti. Semoga ini menjadi pengingat bahwa kebersamaan bukan hanya berbagi cerita dan meja, tetapi juga kepedulian,” tambah Yakop.

Penerima manfaat menyampaikan apresiasinya. “Terima kasih kepada Owners PeHa atas kepeduliannya terhadap kehidupan mahasiswa rantau di Gorontalo. Bantuan ini sangat membantu kami,” ujar salah satu penerima.

Pada kesempatan yang sama, PeHa memperkenalkan program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”, yakni diskusi hukum mingguan yang membahas isu-isu aktual di Gorontalo. Program ini terlaksana atas kerja sama Pojok Literasi Hukum PeHa dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum.

Ketua Senat FH UNG, Sandi Idris, turut mengapresiasi langkah PeHa Washpresso. “Kami berharap program ini dapat terus berjalan, mencerahkan masyarakat Gorontalo dan membawa dampak positif terhadap literasi hukum di daerah,” paparnya.

Melalui komitmen kebersamaan dan kepedulian, PeHa Washpresso menegaskan posisinya sebagai ruang komunitas dan wadah aktivitas bermakna untuk masyarakat Gorontalo.

Continue Reading

Gorontalo

PeHa Washpresso Hadirkan Gerakan Baru: Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum

Published

on

Gorontalo – Pojok Literasi Hukum PeHa Washpresso bekerja sama dengan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum meluncurkan program diskusi hukum mingguan bertajuk “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum”. Kegiatan perdana digelar pada Rabu, 5 November 2025, pukul 15.30 WITA di PeHa Washpresso.

Diskusi perdana ini mengangkat tema “Pencemaran Nama Baik dan Media Sosial: Batasan antara Kritik dan Pencemaran Nama Baik (UU ITE, KUHP, dan Bukti Digital)”, dengan narasumber Faizal Akbar Ilato, S.H., Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo. Acara dipandu oleh Andi Aulia Arifuddin, S.H., M.H., Founder Gopos.id sekaligus pemerhati isu komunikasi publik.

Kegiatan ini dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum, praktisi muda, pegiat literasi digital, serta masyarakat umum yang antusias membahas batasan kritik dalam ruang digital dan konsekuensi hukumnya.

Dalam paparannya, Faizal Akbar Ilato menegaskan bahwa batas antara kritik dan pencemaran nama baik bergantung pada unsur niat, konten, dan konteks pernyataan. Ia menjelaskan bahwa Pasal 310 dan 311 KUHP serta ketentuan dalam UU ITE secara tegas mengatur konsekuensi hukum terhadap pernyataan yang dapat merusak kehormatan seseorang, baik secara langsung maupun melalui media sosial.

“Media sosial adalah ruang publik. Kritik diperbolehkan, tetapi harus disampaikan secara beretika, sesuai kaidah hukum, dan tidak mengarah pada penghinaan atau serangan pribadi,” ujarnya.

Diskusi berlangsung interaktif ketika peserta menanyakan contoh-contoh kasus nyata, baik di tingkat lokal maupun nasional, termasuk bagaimana bukti digital seperti tangkapan layar, rekaman, dan riwayat percakapan digunakan dalam pembuktian pidana.

Di akhir kegiatan, forum menyimpulkan pentingnya kehati-hatian pengguna media sosial dalam menyampaikan pendapat yang menyangkut nama baik dan martabat orang lain. Peserta sepakat bahwa kritik yang baik adalah yang mengedepankan substansi masalah tanpa menyerang pribadi.

Pendiri Pojok Literasi Hukum PeHa, Yakop Mahmud, S.H., M.H., menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan menjadi wadah masyarakat Gorontalo untuk membahas isu-isu hukum kontemporer secara santai namun tetap substansial.

“Melalui ruang diskusi ini, kami ingin menghadirkan edukasi hukum yang mudah dipahami, membumi, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Harapannya, kegiatan seperti ini dapat menumbuhkan kesadaran hukum masyarakat Gorontalo,” ungkapnya.

Program “Ngopi, Ngobrol, Ngerti Hukum” akan diselenggarakan setiap minggu di PeHa Washpresso dengan tema-tema aktual yang dekat dengan kehidupan masyarakat.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler