Connect with us

News

Pemimpin Dan Tragedi Kepemimpinan Gorontalo

Published

on

GORONTALO – Terkait dengan memahami kepemimpinan publik, saat ini mulai bergeser tentang sentimen publik. Kepemimpinan hari ini tak bisa lagi diukur dengan memonitor percakapan harian yang tradisional.

Percakapan adalah perilaku harian manusia. Sebelum ada media sosial, percakapan dari mulut ke mulut bisa diukur dengan melakukan survey kuantitatif.

Sejak 2005, saya melakukan survey mengenai opini publik baik untuk Pilkada maupun untuk hal-hal lainnya. Dalam setahun hampir 2 – 3 kali survey. Namun sejak 5 tahun belakangan, frekuensi melakukan survey jarang saya lakukan. Lebih suka ke riset-riset kualitatif dan pengukuran digital.

Perkembangan pengukuran opini publik pun kini berubah. Percakapan dan opini sudah bisa diukur lebih real time, bisa harian dan bahkan per jam.

Percakapan yang dulunya dari mulut ke mulut, kini hampir sama dengan percakapan di beranda media sosial. Siapa yang paling banyak diperbincangkan di media sosial (dunia maya) dia juga yang paling banyak diperbincangkan di dunia nyata.

Dari percakapan di media sosial, kita bisa lebih mendalami topik, isu, paparan, sentimen, singgungan, volume, engagement, reach, hingga rasio interaksi.

Mengapa percakapan digital sama dengan percakapan face to face, mulut ke mulut? Karena hampir semua orang memegang gadget, hampir semua orang pula mengakses informasi di media sosial, pun demikian hampir semua orang beropini di media sosial. Media sosial merepresentasikan perilaku manusia sehari-hari.

Pertanyannya, apakah sentimen di media sosial juga sama dengan sentimen di dunia nyata? Jelas sama. Setiap orang memiliki kecenderungan yang sama dalam sentimen. Kenapa sentimen diukur? Sebab dengan mengukur sentimen kita bisa melihat bagaimana opini publik terhadap “sesuatu” apakah itu person atau brand tertentu.

Jika misalnya kita mengukur sentimen dalam politik, siapa yang sentimen positif tinggi, selalu linier dengan sentimen kuantitatif yang kita ukur melalui survey. Jika sentimen negatif, maka begitu pula sentimen yang real di masyarakat.

“Temuan” ini adalah hasil dari perbandingan pengukuran yang saya lakukan tahun lalu. Dalam dua kali survey kuanti dan enam kali pengukuran sentimen digital, datanya selalu linier.

Dari riset tahun lalu, temuan yang penting adalah opini publik baik di media sosial maupun di dunia real, memiliki kecenderungan untuk mengikuti wacana dan isu dominan. Bandwagon effect tidak saja berlaku di dunia real, tetapi juga di ranah digital. Publik akan “terseret” pada opini mayor, namun konsistensi opini dalam hal yang subtil adalah pilihan, tergantung pengelolaan isu dan wacana.

Namun, besaran volume percakapan dan jumlah singgungan tidak serta merta akan linier dengan sentimen, sebab jika sentimen dominan negatif, maka hasilnya pasti buruk.

Grafik dalam lampiran postingan ini adalah hasil pengukuran sentimen dan volume percakapan di media sosial. Terlihat bahwa “brand” tertentu jika tidak “dirawat” konsistensi isu dan wacananya, maka pasti akan fluktuatif, sentimen tidak berada pada titik stabil. Ketidakstabilan sentimen dalam pengukuran opini (contohnya pengukuran id party partai politik) akan menghasilkan kecenderungan ketidakstabilan id party partai politik tersebut.

Hal yang sama berlaku bagi brand atau merk perusahaan atau institusi publik. Brand tidak bisa diperlakukan lagi seperti sesuatu yang statis. Brand harus mengikuti alur opini publik atau bahkan men-drive opini publik.

Dulu, beberapa brand di Gorontalo cukup kuat sentimennya. Misalnya, milu siram Ci Kia, nasi kuning Hola, dll. Hingga brand sekarang seperti Ilabulo Diponegoro, Nasi Kuning Padebuolo, Milu Siram Telaga Biru, dll, adalah hasil percakapan dari mulut ke mulut. Tiga brand terakhir adalah kombinasi percakapan dari mulut ke mulut dan percakapan digital. Sentimen terkait brand diatas selalu positif. Brand diatas walaupun “fashion” dan pelayanana pelayan masih bersifat tradisional, namun bukan itu yang dikonsumsi, yang dikonsumsi adalah pemuasan hasrat dan selera.

Kecenderungan brand kedepan adalah perkawinan sentimen digital harus positif, strategi word of mouth yang kuat, dan isu/wacana/topik yang beririsan dengan selera, hasrat dan opini publik. Jika tidak, maka siap-siap brand tersebut akan ditinggalkan oleh publik/konsumen. Hal yang sama dengan citra institusi publik atau yang lain adalah elektabilitas kandidat politik.

Di beberapa negara maju, kecenderungan perilaku manusia telah dapat dianalisis dari berbagai macam input data. Misalnya, ada perusahaan yang kerjanya hanya mengumpulkan bill pembayaran (nota) di jaringan toko retail. Data ini jika dikumpulkan dalam waktu yang lama bisa mengukur perilaku konsumsi masyarakat. Dari data pembayaran bisa mengukur kecendurungan orang membeli apa pada jam apa, dan suka produk apa, setiap orang bisa diukur berapa uang yang dikeluarkan di toko-toko retail tersebut. Sehingga, analisis big data tersebut bisa melakukan pemodelan dan melakukan justifikasi mengenai pengembangan brand.

Kemenangan beberapa kandidat baik Presiden Kepala Daerah pun demikian, big data menjadi kata kunci kemenangan. Perekaman perilaku warga di media sosial dalam kurun waktu tertentu telah menghasilkan serangkaian data mengenai perilaku pemilih Presiden/Kepala Daerah. Justifikasi kampanye mengenai sentimen ras, soal isu pembelahan agama, dan hal hal yang dianggap “negatif” dalam demokrasi, malah berhasil memenangkan beberapa kandidat. Sebab, pilihan isu itu (walaupun negatif dalam konteks demokrasi) adalah hasil dari pengolahan data time series yang cukup panjang dan hasil simulasi data digital dan data real.

Jadi, justifikasi terhadap pilihan-pilihan strategi penguatan brand baik institusi maupun personal, mengalami kecenderungan untuk bisa mengawinkan banyak hal dan data serta metode. Jika tidak, gugurnya brand besar baik institusi dan person, akan semakin tinggi.

Dari sederatan pemimpin publik hari ini, mereka-mereka ini yang kini memegang kendali atas pembentukan opini, mengapa begitu? Sebab mereka memiliki instrumen pengendalian informasi dan pembentukan opini yang berbasis birokrasi, terlihat hal itu dari jumlah media yang memiliki kerjasama dengan Pemda-pemda. Tentu apa yang diharapkan adalah pembentukan citra positif selama memimpin.

Tapi, media secanggih apapun tools yang ia gunakan, jika pengelolaan isu dari pemimpin-pemimpin tersebut “begitu-begitu” saja ya tentunya tak akan bisa disampaikan oleh media secara maksimal.Sebagai contoh, seorang kepala daerah hobby main catur, ya jelas tak ada yang menggembirakan dari hal itu, di saat yang sama banyak warganya yang kesulitan makan, banyak anak-anak yang stunting, belum tata kelola pemerintahan yang tidak baik dan banyak keadaan yang membutuhkan fokus dan konsistensi.

Dari sisi pengukuran digital, tak ada yang bisa dibicarakan dan dibahas publik selain hanya kecewa. Percakapan di media sosial pun tak akan membahas itu, yang ujungnya sederhana, si kepala daerah dianggap tak mampu memajukan daerahnya.

Sentimen netizen secara umum tak akan positif jika isu yang ditampilkan adalah yang biasa-biasa. Karena misalnya, ada calon kepala daerah yang saat awal-awal belum jadi Kepala Daerah sangat gigih menyampaikan gagasannya, hingga saking gigihnya membawa-bawa label Tuhan dalam visi-misi, dan pada akhirnya setelah terpilih dan memimpin tak ada bedanya dengan yang lain.

Bagi netizen, rekam jejak digital seperti ini terus disimpan dan akan diingat terus, hingga pada satu saat nanti, akan di UP sebagai protes dan kritik, sekaligus ajakan untuk tidak lagi memilih yang bersangkutan.

Cakrawala pengetahuan netizen saat ini sangat kaya, mereka bisa mengakses tentang jejak digital pemimpin-pemimpin sukses di daerah lain, janji tak muluk-muluk, tapi bisa merealisasikan harapan warganya.

Sebagai contoh, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Ridwan Kamil, mereka menjadi “media darling” karena kinerja mereka linier dengan pengemasan digital sehingga sentimen netizen menjadi positif. Wajar jika mereka bertiga berada di antar kandidat Calon Presiden yang potensial. Padahal mereka bertiga, mungkin belum ada yang ke Gorontalo, tapi simpati netizen di Gorontalo masih seputar mereka bertiga.

Memang, secara apple to apple, agak sulit membandingkan mereka dengan pemimpin publik kita, tapi itu semua tergantung pada konsistensi dan komitmen dari pemimpin-pemimpin publik kita.

Tapi jangan-jangan, pemimpin-pemimpin publik kita hari ini sebenarnya bukan layaknya pemimpin publik, tapi pemimpin private, artinya dia memilih model layaknya dealer dibandingkan leader yang sesungguhnya.

Untuk model dealer, mereka pikir akan bisa selamanya memegang amanah, mereka lupa bahwa amanah itu ada periodenya, yang itu harus dipertanggungjawabkan ke publik serta ke Pemberi Amanah sesungguhnya.

Tak heran jika banyak alumni-alumni pemimpin publik kita yang adakalanya mati tragis, sakit panjang setelah tak menjabat, atau diturunkan secara tak terhormat, itu karena pemimpin Gorontalo telah berjanji secara kultural, dan akan menerima resiko sekaligus tragedi yang tragis jika keliru, apalagi sengaja salah.

Penulis : Dr. Funco Tanipu, S.T., M.A
Dosen Sosiologi FIS UNG

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Bone Bolango

Peningkatan Kinerja Pemerintahan: Penonaktifan Tim Kerja Bupati Bone Bolango Sebagai Langkah Pembenahan

Published

on

BONBOL – Pemerintah Kabupaten Bone Bolango mengambil langkah strategis untuk memperkuat tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional, dan berintegritas. Langkah tersebut ditandai dengan penonaktifan seluruh Tim Kerja Bupati, sebagai bagian dari komitmen Bupati Bone Bolango, Drs. H. Ismet Mile, MM, dalam menjaga marwah pemerintahan dan memastikan seluruh aktivitas penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan aturan hukum, etika, dan prinsip birokrasi yang baik.

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bone Bolango, Dr. H. Iwan Mustapa, M.Si, mengungkapkan bahwa keputusan ini merupakan arahan langsung dari Bupati Ismet Mile, yang disampaikan dalam rapat pimpinan dengan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dalam rapat tersebut, Bupati menegaskan pentingnya menjaga marwah pemerintahan dan memastikan seluruh kegiatan pemerintah dijalankan di atas aturan hukum dan etika birokrasi.

“Bupati menegaskan bahwa marwah pemerintahan harus dijaga. Semua aktivitas pemerintahan harus berjalan di atas aturan hukum dan etika birokrasi. Tidak boleh ada ruang bagi tindakan yang keluar dari koridor tersebut,” ujar Sekda Iwan Mustapa.

Menurut Sekda, kebijakan penonaktifan Tim Kerja Bupati bukan hanya keputusan administratif, tetapi juga langkah moral dan strategis untuk memastikan seluruh urusan pemerintahan dijalankan secara tertib, transparan, dan sesuai dengan mekanisme kelembagaan yang resmi.

“Arahan Bupati sangat jelas. Pemerintahan harus dijalankan oleh sistem, bukan oleh individu. Dengan langkah ini, Bupati ingin memastikan agar semua fungsi koordinasi dan pelaksanaan program pemerintah berjalan melalui jalur resmi perangkat daerah, bukan melalui tim-tim nonstruktural,” lanjutnya.

Selain itu, Sekda menambahkan bahwa penonaktifan Tim Kerja Bupati bertujuan untuk memperkuat peran dan fungsi setiap perangkat daerah agar bekerja lebih fokus, efektif, dan bertanggung jawab sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.

“Bupati ingin menjaga agar setiap kebijakan dan kegiatan di lingkungan Pemkab Bone Bolango benar-benar terukur, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Ini langkah tegas sekaligus pembenahan internal agar pemerintahan berjalan lebih sehat dan profesional,” terang Sekda.

Sekda juga mengungkapkan bahwa Bupati Ismet Mile menekankan pentingnya membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Keputusan ini menjadi pesan moral bagi seluruh ASN dan tenaga pendukung di Bone Bolango agar tetap menjunjung tinggi disiplin, loyalitas, dan integritas dalam bekerja.

“Bupati ingin seluruh aparatur memahami bahwa kepercayaan masyarakat adalah hal yang sangat berharga. Oleh karena itu, setiap tindakan dan kebijakan harus mencerminkan integritas dan akuntabilitas pemerintahan,” ungkap Sekda Iwan Mustapa.

Meski Tim Kerja Bupati dinonaktifkan, Sekda memastikan bahwa seluruh kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik akan tetap berjalan normal melalui mekanisme resmi OPD. Ia mengajak seluruh jajaran pemerintahan untuk menjadikan kebijakan ini sebagai momentum memperkuat semangat kerja kolektif demi kemajuan Bone Bolango.

“Ini bukan langkah untuk menghentikan aktivitas, melainkan untuk menata agar semua berjalan sesuai jalur. Bupati menginginkan pemerintahan yang bersih, kuat, dan fokus pada pelayanan masyarakat. Itu esensi dari kebijakan ini,” tegasnya.

Dengan langkah ini, Pemerintah Kabupaten Bone Bolango menegaskan keseriusannya dalam membangun sistem pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berintegritas tinggi. Sekda menutup pernyataannya dengan mengajak seluruh aparatur dan elemen masyarakat untuk mendukung langkah-langkah pembenahan ini sebagai bagian dari upaya mewujudkan pemerintahan yang bermartabat dan dipercaya publik.

“Mari kita jaga bersama marwah pemerintahan Bone Bolango. Setiap kita punya tanggung jawab moral untuk memastikan roda pemerintahan berjalan di jalur yang benar, demi kepentingan masyarakat dan kemajuan daerah,” pungkas Sekda Iwan Mustapa.

Continue Reading

Gorontalo

Sosok Muda Hardianto Ali Menangi Pilkades, Janji Penuhi Harapan Masyarakat Desa

Published

on

Pohuwato – Suasana Desa Pohuwato Timur, Kabupaten Pohuwato, Senin (13/10/2025) sore berubah riuh penuh haru setelah pengumuman hasil Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) Antar Waktu. Hardianto Ali resmi terpilih sebagai Kepala Desa Pohuwato Timur, setelah meraih suara terbanyak dari total suara sah yang masuk.

Pilkades yang berlangsung dalam suasana kondusif, jujur, dan demokratis ini menunjukkan selisih suara signifikan antara Hardianto dan rivalnya, menandakan dukungan kuat dari masyarakat terhadap visi dan program kerja yang diusungnya. Dalam sambutannya, Hardianto menyatakan, “Kemenangan ini bukan milik saya pribadi, tetapi kemenangan seluruh masyarakat Pohuwato Timur. Saya akan menjalankan amanah ini dengan sepenuh hati untuk kemajuan desa kita tercinta.”

Proses pemungutan suara berjalan lancar dan transparan, dengan partisipasi tinggi dari warga. Pemerintah desa bersama unsur keamanan memastikan setiap tahapan berlangsung tertib dan aman. Kemenangan ini memberikan harapan baru bagi masyarakat Desa Pohuwato Timur untuk kemajuan infrastruktur desa, peningkatan pelayanan publik, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil.

Hardianto, yang dikenal sebagai figur muda, santun, dan dekat dengan rakyat, sebelumnya aktif di berbagai kegiatan sosial dan kepemudaan. Dalam visinya, ia menekankan pentingnya pembangunan desa yang berbasis kebutuhan masyarakat, termasuk penguatan sektor pertanian dan perikanan, perbaikan infrastruktur dasar, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta pemberdayaan pemuda sebagai motor penggerak ekonomi desa.

“Mari kita jadikan Pilkades ini sebagai pesta demokrasi yang damai. Pertarungan sudah selesai, saatnya kita bersatu kembali, bergandengan tangan untuk masa depan Pohuwato Timur yang lebih baik,” ujar Hardianto.

Panitia Pilkades mengucapkan terima kasih kepada seluruh warga yang telah berpartisipasi aktif, serta kepada para calon kepala desa yang telah menjaga sportivitas dan persatuan selama proses Pilkades berlangsung.

Dengan kemenangan ini, masyarakat Desa Pohuwato Timur berharap Hardianto Ali dapat membawa perubahan yang lebih baik dan mewujudkan harapan mereka untuk desa yang lebih maju.

Continue Reading

Gorontalo

Jangan Salah Paham: Walikota Adhan Dambea Jelaskan Fungsi Trotoar untuk UMKM

Published

on

 Walikota Gorontalo, Adhan Dambea, merespon berbagai opini dan komentar publik yang mempertanyakan fungsi trotoar jalan sebagai area untuk berjualan bagi pelaku UMKM di sepanjang Jalan Andalas dan Tanggidaa. Banyak masyarakat berpendapat bahwa trotoar seharusnya tidak digunakan untuk aktivitas berjualan yang dinilai mengganggu fungsi utama trotoar sebagai jalur pejalan kaki.

Menjawab kritikan tersebut, Adhan Dambea menegaskan bahwa kebijakan memberikan izin penggunaan trotoar tersebut sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut Walikota, ada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 03 Tahun 2014 yang mengatur tentang pedoman perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan sarana jaringan pejalan kaki di kawasan perkotaan. Dalam aturan itu disebutkan bahwa trotoar bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha, asalkan bukan usaha yang bersifat permanen dan tidak mengganggu fungsi utama trotoar.

“Aturannya jelas memberi kesempatan kepada pelaku usaha UMKM untuk memanfaatkan trotoar, dengan catatan usaha tersebut harus sifatnya sementara dan setelah selesai harus dibersihkan. Konsep ini saya buat bukan tanpa alasan, tapi karena melihat kondisi masyarakat kita yang membutuhkan penghidupan,” ujar Adhan Dambea dalam sebuah pernyataan unggahan video resmi.

Walikota juga mengungkapkan bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah daerah untuk membantu masyarakat meningkatkan ekonomi di tengah kebijakan efisiensi pemerintah pusat. Namun demikian, Adhan Dambea mengakui ada penolakan dari pihak-pihak tertentu, termasuk gubernur, yang menurutnya kurang memahami kebutuhan masyarakat di tingkat bawah.

“Jika ada yang merasa kebijakan ini merugikan, saya himbau agar tidak menghalangi usaha rakyat kecil yang hanya ingin mencari penghidupan. Saya juga meminta masyarakat Gorontalo untuk cerdas dalam menentukan pilihan pemimpin yang benar-benar peduli dengan rakyat,” tambahnya.

Lebih lanjut, Adhan Dambea menyinggung dinamika politik terkait penolakan tersebut dan akan menyampaikan laporan terkait hal ini kepada Presiden, serta menegaskan bahwa dalam mengambil keputusan, dirinya selalu berpegang pada aturan yang ada sekaligus mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat khususnya di kota Gorontalo.

Continue Reading

Facebook

Terpopuler