Ruang Literasi
“RUANG KOSONG DEMOKRASI 2024”
Published
2 years agoon
GORONTALO – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota telah mempublikasikan hasil Daftar Calon Sementara (DCS) pada pemilu 2024 mendatang. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Kemudian tahapan selanjutnya KPU akan menetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) sebagai peserta pemilu 2024 sebagaimana telah diatur dalam PKPU. Namun pada (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 Tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. dan (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum yang terkesan Timpang, dan Berpihak.
Mencermati hasil penetapan Daftar Calon Sementara (DCS) oleh KPU Republik Indonesia, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota. Terdapat beberapa Bacaleg yang belum menyerahkan dokumen Surat Keputusan (SK) pemberhentian baik Kepala Desa, BPD, TNI/POLRI, maupun ASN, harus mundur dari jabatan atau pekerjaannya sebagai abdi negara. Olehnya KPU RI, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota, masih menunggu (SK) pemberhentian diupload pada Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL) oleh masing-masing Bacaleg sebelum penetapan DCT.
KPU telah mengeluarkan (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, dijelaskan secara rinci terkait syarat pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota yang terkesan Timpang dan Berpihak. Karena setelah mencermati setiap pasal dan poin pada PKPU Nomor 10 Tahun 2023, tidak menegaskan kepada pihak-pihak yang memiliki status yang sama, dan sebagai pengguna anggaran sama dari negara baik APBN maupun APBD. Seperti tertuang dalam BAB III PERSYARATAN, bagian keempat yaitu Persyaratan Administrasi Bakal Calon, pasal 11 dan pasal 12 telah dijelaskan dan sangat tegas, setiap Bacaleg harus melampirkan Surat Keputusan (SK) pemunduran diri dari jabatannya.
Pada (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023, pasal 11 huruf k dan pasal 12 poin 1 huruf b, dijelaskan bagi setiap pejabat negara mengundurkan diri dan tidak dapat ditarik kembali. Bagi bakal calon yang berstatus Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, Kepada Desa, BPD, TNI/POLRI, ASN, dan bersedia untuk tidak berpraktek sebagai akuntan publik, notaris, advokat, dan pejabat pembuat akta tanah, atau melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara. Serta pekerjaan lain yang menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun pada (PKPU) ini tidak mengatur setiap anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, berstatus aktif untuk mengundurkan diri jika mendaftar kembali sebagai bakal calon pada pemilu 2024 mendatang.
Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, adalah penjabat negara yang menggunakan sumber anggaran dari keuangan negara, sama halnya status mereka dengan Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah, TNI/POLRI, ASN, Kepala Desa, BPD, dan pejabat yang berpaktek sebagai akuntan publik, notaris, advokat, dan pejabat pembuat akta tanah, atau melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara. Serta pekerjaan lain yang menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, dan wewenang yang mereka tempati. Sementara kegiatan yang dilakukan oleh anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/Kota, saat ini semua menggunakan sumber anggaran dari keuangan negara, untuk kepentingan sepihak menjelang pileg 2024. Mereka jelas bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), tetapi mereka memiliki Pokir masing-masing anggota baik anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta program Reses yang notabenenya adalah menggunakan sumber anggaran dari keuangan negara APBN dan APBD.
Sehingga hal ini perlu ada ketegasan KPU, dalam memberikan syarat sebagai bakal calon anggota legislatif masuk pada periode berikutnya, karena mereka masih melekat sebagai anggota yang aktif, dan mampu melakukan kampanye dengan menggunakan keuangan negara dan fasilitas negara. Sementara telah diatur setiap bakal calon harus mengundurkan diri, jika menjabat sebagai pejabat negara, untuk menghindari setiap hak dan wewenang dalam menggunakan keuangan negara dan fasilitas negara. Berbeda dengan bakal calon yang baru mencalonkan diri, sebagai bakal calon anggota legislatif, mereka menggunakan semua hal yang bisa menjadi nilai positif mereka untuk dipilih oleh masyarakat sebagai wakil rakyat pada pemilu 2024 mendatang.
Hal yang serupa juga tertuang pada (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 Tentang Kampanye Pemilihan Umum, BAB VI Kampanye Pemilihan Umum oleh Pejabat Negara, dan dijelaskan secara tegas pada pasal 62 dan seterusnya. Kemudian pada BAB VIII Larangan Kampanye Pemilihan Umum, pada pasal 72 dijelaskan secara rinci, namun tidak menjerat anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, yang statusnya masih aktif sebagai pejabat negara, yang menggunakan anggaran bersumber dari keuangan negara. Seharusnya KPU meminta surat pemunduran diri atau pemberhentian sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota sebelum ditetapkan DCS sampai dengan DCT. Karena mereka telah melakukan kampanye disaat belum masa kampanye, dengan dalil Pejabat Negara. Sama halnya kepala daerah, TNI/POLRI, ASN, kepala Desa, BPD, dan jabatan lain yang berpraktek atau profesi lain dilarang dalam menggunakan hak dan wewenangnya.
Ruang Kosongan Demokrasi dalam (PKPU) terlihat jelas, setiap pasal maupun poin tidak menjerat pejabat negara, seperti anggota legislatif yang berstatus aktif, kemudian mencalonkan diri sebagai bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Karena jika hal ini tidak diatur oleh KPU, maka pemilu 2024 terkesan Timpang dan Berpihak dalam tahapan yang dikeluarkan oleh KPU. Sementara (PKPU) telah dibahas bersama Anggota DPR, Menteri Dalam Negeri, KPU RI, dan Bawaslu RI, sebelum ditetapkan (PKPU) sebagai syarat Bacaleg pada pemilu 2024. Ruang Kosong Demokrasi yang dimaksud adalah (PKPU) tidak menjerat anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, untuk menyerahkan surat pemunduran diri sebagai anggota legislatif. Jika hal ini dilakukan, maka partai politik melakukan Pergantian Antar Waktu (PAW) kepada anggota legislatif dengan petugas partai yang tidak masuk Bacaleg pada pemilu 2024, untuk menghindari penyalahgunaan wewenang jika masih berstatus sebagai pejabat negara.
Karena realitas yang terjadi saat ini, setiap pembangunan daerah baik infrastruktur, ekonomi, sosial, dan pertanian, telah diatas namakan sebagai aspirasi melalui pokir anggota legislatif, sering disampaikan melalui percakapan-percakapan eksklusif, baik diskusi maupun wawancara podcast. Sehingga hal ini, telah menjadi mode kampanye simbolis, berlatar penggunaan angaran negara. Belum termasuk program reses anggota legislatif, yang mengumpulkan sebagian orang atau sekelompok orang, untuk menyerap aspirasi dan mensosialisasikan hasil kinerja sebagai pejabat negara anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang secara politis terselip agenda-agenda partai, ataupun kehadiran atribut partai, seperti bendara, liplet salah satu bacaleg guna untuk mengiring pemilih. Sementara Bawaslu tidak memiliki landasan yang kuat dalam penindakan dan pencegahan terhadap anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota yang berstatus aktif, dalam melakukan kampanye terselubung dengan pengunaan anggaran negara. Bukankah realitas politis ini, menjadi medan kontestasi yang tidak demokratis, pun-demikian peraturan pemilu PKPU Nomor 10 pasal 11-21 Tahun 2023 dan PKPU Nomor 15 pasal 62-64 Tahun 2023 telah memberi ruang yang timpang dan berpihak.
You may like
-
Pemilu 2024 di Kota Gorontalo: Peran Aktif Lembaga Pelaksana dan Masyarakat Sangat Penting
-
Tahapan Pilkada 2024 Resmi Diluncurkan: Wakil Bupati Pohuwato Serukan Partisipasi Aktif Masyarakat
-
Kontroversi di Sosialisasi Pilkada: Tim Pemenangan M150 Tersinggung dengan Usulan Penghapusan Jalur Perseorangan
-
Narasi C1-KWK Hilang Dalam Kotak Logistik Pemilu 2024 di Kabupaten Paniai Keliru
-
Rektor UNG Eduart Wolok Memanfaatkan Hak Pilihnya dalam Pemilu 2024 untuk Menjaga Prinsip Demokrasi
-
Bupati Saipul A. Mbuinga Berpartisipasi dalam Pencoblosan Awal untuk Memeriahkan Semangat Demokrasi Pemilu 2024
Penulis : M.Z. Aserval Hinta
Di jaman ini, tiap orang seolah hidup di dua dunia sekaligus. Di satu sisi, kita punya kehidupan nyata dengan segala rutinitas yang kadang membosankan. Tapi di sisi lain, ada dunia digital yang selalu hidup—selalu ada hal baru yang muncul setiap kita buka layar. Kadang kita hanya ingin lihat sebentar, tapi tiba-tiba sudah habis waktu berjam-jam tanpa sadar. Scroll sedikit jadi scroll panjang, cuma mau cek notifikasi malah berakhir di video acak yang entah kenapa terasa menarik.
Buat Generasi Z seperti saya, media sosial itu semacam panggung kecil. Tempat menunjukkan versi terbaik dari diri sendiri—foto yang sudah diedit sedikit, caption yang dipikirkan matang, atau story yang sengaja dipost biar terlihat “oke”. Kita tahu itu hal biasa, tapi tetap aja kadang muncul perasaan aneh, seperti kita harus selalu terlihat baik-baik saja. Padahal, di balik layar, hidup ya nggak selalu semulus feed Instagram.
Di sana juga ada semacam dorongan untuk membandingkan diri. Melihat teman yang sudah sukses, jalan-jalan ke mana-mana, punya pasangan harmonis, atau karier yang seakan cepat banget naik. Dan tanpa sadar, kita merasa tertinggal. Padahal yang kita lihat cuma potongan kecil dari hidup orang lain—sekedar highlight, bukan keseluruhan cerita. Tapi media sosial memang pintar membentuk ilusi, sampai-sampai lupa bahwa setiap orang punya ritme masing-masing.
Meski begitu, media sosial juga punya sisi yang bikin kita tetap bertahan. Ada komunitas-komunitas kecil yang bikin kita merasa nggak sendirian. Ada tempat belajar hal baru, dari tips keuangan sampai cara foto biar aesthetic. Ada orang-orang baik yang tanpa sadar menguatkan kita lewat postingan sederhana. Di tengah ramainya dunia maya, kita tetap bisa menemukan hal-hal yang memberi arti.
Akhirnya, media sosial bukan cuma soal tampilan. Ia adalah cermin yang memperlihatkan siapa kita ketika sedang mencari tempat di dunia yang makin cepat berubah. Kita mungkin belum sempurna, masih belajar, masih jatuh bangun. Tapi selama kita tetap ingat bahwa hidup asli lebih penting daripada likes dan views, dunia digital ini bisa jadi ruang yang bukan hanya menghibur, tapi juga membentuk kita jadi pribadi yang lebih sadar dan lebih manusia.
Gen Z
Oleh : Sudirman Mile
Sejak facebook bisa menghasilkan uang dg merubah akun biasa menjadi akun profesional, begitu banyak yg jadi tidak profesional dalam menghadirkan konten di setiap postingan mereka.
Dari hak cipta hingga adab dan etika dalam mengkomposisi dan menyebarkan sebuah konten, tidak dipelajari dan diperhatikan oleh orang-orang ini, dan hasilnya, viral secara instan namun gaduh dan membuat polemik di tengah masyarakat.
Beberapa contoh kasus telah sering terjadi, dan yg menyedihkan adalah, para pegiat medsos lain ikut serta di dalam kolom komentar seolah menjadi wasit maupun juri tentang hal yg menjadi pembahasan.
Booming dan menjadi pembicaraan dimana-mana. Setiap orang merasa bangga krn bisa terlibat dalam konten-konten viral tersebut walaupun jauh dari manfaat dan nilai-nilai edukasi.
Di kalangan milenial dan gen z yg awam, ini membentuk opini mereka bahwa, trend polemik dalam bermedsos hari ini adalah sebuah kewajaran hingga membuat mereka menormalisasi keadaan tadi di aktifitas kesehariannya.
Akibatnya, para pegiat media sosial yang tidak memperhatikan isi kontennya secara baik tadi, menciptakan musuh dan lawan di kehidupan nyatanya, bahkan saling melaporkan satu sama lain akibat tindakan yg tidak menyenangkan dari sesama pegiat medsos lainnya.
Olehnya, dalam menjadi kreator konten di jaman yg serba cepat segala informasinya, kita butuh belajar dan memahami banyak aspek, agar bermedsos dan monetisasi selaras dg nilai-nilai edukasi yg seharusnya menjadi tujuan dalam bermedia sosial, yakni menyambung tali persaudaraan melalui dunia internet.
Gorontalo
Yang Menyatukan Warga Ternyata Bukan Kafe Mewah, Tapi Kursi Lipat
Published
6 days agoon
12/11/2025
Oleh: Zulfikar M. Tahuru
Gorontalo – Pelataran Pasar Sentral di Kota Gorontalo belakangan menjadi ruang berkumpul yang semakin ramai. Pada malam hari, area yang siang harinya dipenuhi aktivitas jual beli kebutuhan dapur itu berubah menjadi titik temu warga. Kursi lipat, booth portabel yang bisa pasang-bongkar dengan cepat, serta deretan pedagang UMKM membentuk suasana yang hangat dan cair. Di sini, orang-orang merasa cukup hadir apa adanya — tanpa desain interior, tanpa tema suasana, dan tanpa batasan sosial tak kasat mata.
Fenomena ini menunjukkan perubahan kebiasaan warga dalam memilih ruang perjumpaan sosial. Jika sebelumnya banyak aktivitas berkumpul berlangsung di kafe dan ruang privat yang menonjolkan estetika visual, kini ruang terbuka dengan biaya rendah justru lebih diminati. Selain pertimbangan harga, ruang terbuka memberi kenyamanan: siapa saja dapat hadir tanpa tekanan penampilan dan tanpa tuntutan minimal order.
Namun ada pertanyaan yang perlu dicermati lebih lanjut. Apakah keramaian ini merupakan perpindahan dari ruang yang lebih mahal menuju ruang terbuka? Ataukah sejak awal banyak warga yang memerlukan ruang sosial yang lebih ramah, dan baru sekarang ruang itu tersedia?
Demikian pula, siapa yang berjualan di sana: pelaku UMKM baru yang sedang membangun usaha, atau pelaku usaha yang sudah mapan yang memperluas cabang usahanya di ruang terbuka?
Pertanyaan-pertanyaan di atas layak diteliti secara lebih rinci oleh kalangan akademisi dan kaum terpelajar.
Yang jelas, Kota Gorontalo sedang menunjukkan arahnya. Ruang hidup itu tumbuh dari bawah. Dan sejauh ini, Pemerintah Kota memilih untuk mendukung dan memfasilitasi pertumbuhannya. Ruang publik tidak langsung dikenakan retribusi, tetapi dibiarkan menemukan bentuknya terlebih dahulu.
Tugas kita ke depan adalah memastikan bahwa ruang tersebut tetap inklusif, terbuka, dan tidak mengambil bentuk yang hanya menguntungkan sebagian kecil pihak.
Demi Efisiensi, DPRD Provinsi Gorontalo Ubah Susunan Perangkat Daerah
Agar Tak Sekadar Nama, Iqbal Minta Program Makanan Bergizi Diawasi Profesional
BKD Dinilai Lalai, Ratusan Guru Honorer Tertahan di PPPK Tambahan
Media Sosial dan Rasa Tidak Cukup
Berani Komentar Tanpa Data? Djafar Alkatiri Disindir Jubir Wali Kota Gorontalo
Warga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
Menakar Fungsi Kontrol di DPRD Kota Gorontalo
Fakta Mengejutkan dari Mantan Menteri Jokowi : Freeport Dilindungi Pasal Tersembunyi
Prestasi Luar Biasa! Kota Gorontalo Raih 6 Medali Emas dan Perak di Germas SAPA 2025
Panasnya Konflik Sawit! DPRD Provinsi Gorontalo dan KPK Turun Tangan
PKK GELAR JAMBORE PKK TINGKAT KABUPATEN GORUT
Kota Gorontalo Peringkat kedua Internet Paling Ngebutt se-Indonesia
PIMPIN RAPAT PENYERAPAN PROGRAM, BUPATI PUAS HASIL EVALUASI
PEMKAB GORUT BERIKAN BANTUAN RP. 1 JUTA/ORANG UNTUK JAMAAH CALON HAJI
Dua Kepala Desa Di copot Bupati
Terpopuler
-
Gorontalo2 months agoDiusir Pemprov Saat Rakor, Kwarda Pramuka: “Kami yang Inisiasi Rapat, Kok Kami yang Tidak Dikasih Masuk?”
-
News1 month agoMenggugat Kaum Terpelajar di Tengah Demokrasi yang Dikuasai Kapital
-
Gorontalo2 months agoDugaan Pungli di SPBU Popayato, Kasmat Toliango Menantang Pihak Direktur untuk Lapor Polisi
-
Advertorial2 months agoSkorsing dan Sanksi Berat untuk MAPALA UNG: Temuan Kasus Meninggalnya Mahasiswa
-
Gorontalo3 months agoTerendus Batu Hitam Ilegal Menuju Pelabuhan Pantoloan Palu, Otoritas Pelabuhan & APH Diminta Bertindak
-
Gorontalo4 weeks agoWarga Kota Gorontalo ini Tawarkan Konsep Dual-Fungsi Pasar Sentral: Solusi untuk Ekonomi dan Kreativitas Gorontalo
-
Gorontalo2 months agoMabuk Picu Aksi Brutal, Iptu di Pohuwato Bacok Bripka Hingga Luka Parah
-
Advertorial3 months agoJasa Raharja Salurkan Rp1,1 Miliar Santunan Kecelakaan di Pohuwato
